Selasa, 20 April 2010

Partai Politik dalam Islam

by : Ust. Suherman Pks

Dalam hal ini memang ada dua titik ekstrem dikalangan umat Islam. Pertama, kaum sekuleris yang beranggapan bahwa: Islam Yes Partai atau Politik Islam No. Kedua, sebagian aktifis gerakan atau aliran keislaman yang membidahkan partai Islam karena mereka beranggapan tidak ada contohnya dimasa Rasul SAW.

Islam adalah agama yang sempurna (QS 2:208), mencakup aspek diin (agama) dan daulah (negara). Dan Rasulullah SAW, Khulafaur Rasyidin dan pemimpin Islam selanjutnya -jika kita menggunakan konteks sekarang- adalah para pemimpin negara. Hukum-hukum yang terdapat dalam Alquran dan Sunnahpun sebagian besarnya tidak mungkin diterapkan kecuali dalam ruang lingkup negara.

Disebutkan dalam literatur Islam bahwa tugas pemimpin adalah hirasatudin wa siyasatudunya bihi (memelihara agama dan menegatur urusan dunia dengan aturan agama ) (Al-Mawardi dalam Al-Ahkaam As-Sulthoniyah hal 3). Jadi mengatur segala urusan dunia(negara) adalah politik. Jika kita kembali kepada ayat-ayat Alquran maka kita akan menemukan banyak kisah-kisah yang sarat dengan dunia perpolitikan seperti kisah Ibrahim AS vs Namrud, Musa AS vs Firaun, Thalut vs Jalut dan Rasullulah SAW vs kuffar Quraisy, Yahudi dan Nasrani. Ini semua berkaitan dengan dimensi politik, namun kita bisa membedakan siapa diantara mereka yang selalu menegakkan nilai-nilai kebenaran dan yang selalu membaking nilai-nilai kebatilan (QS 9:32). Imam Al-Bujairimi dalam kitabnya at-Tajrid linnafi al-abid vol 2, hal 178 berkata: Siyasah adalah memperbaiki dan merencanakan urusan rakyat. Ibnul Qoyyim dalam kitabnya ilamul Muaqiin vol 4 hal 375 membagi siyasah menjadi dua, siyasah shohihah (benar) dan siyasah fasidah (salah), siyasah yang benar adalah bagian dari syariah. Maka bernegara, mengangkat pemimpin dan berpolitik adalah kewajiban yang disepakati ulama. Apabila politik ini merupakan kendaraan atau sarana untuk menegakkan nilai-nilai kebenaran, keadilan dan keindahan yang ada dalam Kitabullah dan Sunnah Rasul SAW.

Setiap muslim wajib melakukan gerakan dakwah dengan seluruh potensi yang dimilikinya sebagai mana yang pernah dilakukan oleh para nabi dan salafu shalih berikutnya. Bahkan berdakwah menyampaikan kebenaran kepada pemimpin yang dholim merupakan jihad yang paling utama. Hanya saja media apa yang paling tepat pada saat ini untuk menyuarakan kemarufan itu dan membrangus kebatilan ?

Kami yakin bahwa kita semua sepakat media dakwah yang paling ideal pada saat ini di Indonesia- adalah lembaga atau institusi formal. Institusi formal yang dapat digunakan untuk dakwah diantaranya: Sekolah, Pesantren, Yayasan Sosial dll. Salah satu lembaga yang penting adalah orpol (organisasi politik) atau partai politik.

Anehnya ada sebagian umat Islam atau sebagian kelompok Islam yang membidahkan partai politik atau berdakwah lewat partai politik. Lalu apakah mendirikan, sekolah dan yayasan sebagai sarana dakwah adalah bid'ah? Apakah pesantren atau berdakwah melalui pendidikan di pesantren juga bid'ah ? Karena pesantren tidak ada dimasa Rasulullah SAW. Apakah berdakwah melalui mas media cetak maupun elektronik juga bidah ? Karena kebanyakan masmedia milik umat non Islam. Apakah berdakwah melalui komputer itu bid'ah ? Karena komputer itu produk umat non Islam.

Partai politik, yayasan, pesantren, mas media dan komputer adalah sarana. Disini justru umat Islam dianjurkan untuk melakukan ibda (kreatifitas) dalam hal sarana dan metodologi dakwah sesuai dengan perkembangan jaman. Tetapi itu semua harus sesuai dengan koridor Islam. Dalam alam demokrasi salah satu dakwah yang paling penting dan efektif adalah dakwah melalui partai politik. Karena nilai-nilai Islam dapat diperjuangkan dilembaga-lembaga tinggi negara. Di lembaga legislatif dalam bentuk undang-undang, di lembaga eksekutif dalam bentuk pelaksanaan undang-undang tersebut dan di lembaga yudikatif dalam bentuk kontrol terhadap undang-undang.

Memang dalam suatu negara yang bercirikan kerajaan tidak dapat membuat partai politik dan itu dibid'ahkan oleh raja dan seluruh jajarannya. Di Saudi misalnya, berpartai dan berpolitik adalah bid'ah dan haram hukumnya, sedangkan di Indonesia di masa Orde Baru partai politik hanya sekedar alat yang dijadikan kendaraan politik rezim Soeharto untuk melanggengkan kekuasannya. Lalu apakah kita akan mengikuti raja atau presiden yang kekuasaannya seperti raja, atau mengikuti ulama yang loyal kepada raja dan kerajaan atau mengikuti Alquran dan Sunnah ?
Kalau kita ingin mengikuti Alquran dan As-sunnah maka disana ada hizbullah (partai Allah) (QS 5 : 54-56), dan umat Islam wajib wala kepada partai Allah atau partai Islam tersebut.

Wallahu alam bishawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar