Oleh: Syeikh Muhammad Abdullah Al-Khathib; Anggota Maktab Irsyad Ikhwanul Muslimin
Amal Siyasi Islami mempunyai dua titik tolak mendasar:
Pertama: Amal Siyasi Islami adalah amal sepanjang hayat, sebab, medan amal siyasi adalah keseluruhan amal kehidupan dan keduniaan semata, baik sosial, ekonomi, politik dan lainnya. Dan ia tidak mempunyai hubungan dengan urusan-urusan agama murni, semisal ibadah, ritual dan aqidah, di mana medannya adalah amal dakwah dan bukan amal siyasi. Jadi, amal siyasi adalah amal madani, hanya saja, hukum-hukumnya dan berbagai pengorganisasiannya, sumbernya adalah syariat Islam; tercakup di dalam pengertian syariat Islam ini adalah keseluruhan nash-nash ilahiyah dan seluruh ijtihad-ijtihad aqli dan ilmi dari manusia
Kedua: Amal Siyasi Islami adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari amal Islami secara umum. Hal ini tercakup oleh Islam yang syumul dan kenyataan bahwa Islam adalah manhaj kehidupan yang lengkap. Dan hal ini merupakan aqidah seorang muslim, di mana keimanannya tidak sah, dan agamanya tidak sempurna kecuali dengan aqidah ini.
Berdasar kepada tabiat “double gardan” seperti ini, dapat dikatakan bahwa amal siyasi Islami tidak lain adalah amal siyasi madani yang:
• Di-shibghah dengan shibghah Islamiyah dan
• Iltizam (komitmen) dengan nilai dan prinsip-prinsip Islam.
Oleh karena dasar inilah, maka:
1- Kesuksesan amal siyasi Islami mengharuskan untuk mengikuti:
a. Manhaj Islam
b. Pokok-pokok dan dasar-dasar ilmu-ilmu politik kontemporer
c. Prinsip-prinsip amal siyasi pada umumnya, sebagaimana telah dijelaskan di depan
2- Komitmen yang sempurna dengan nilai, prinsip dan akhlak Islam yang mulia serta:
a. Syar’i dalam hal tujuan dan sarana
b. Haram mempergunakan sarana-sarana politik yang menyimpang, seperti: menipu, manuver dan konspirasi, menghalalkan cara-cara menyesatkan dan kemunafikan, tidak kredibel, prinsip “tujuan menghalalkan cara”.
c. Kemahiran dalam mengungkap dan membongkar cara-cara yang amoral.
Dasarnya adalah ucapan Umar: “Saya bukan penipu, akan tetapi tidak bisa ditipu”.
3- Kemestian memperhatikan hukum-hukum syar’i dan bertitik tolak dari mafahim Islamiyah yang benar dalam khithab siyasi, sikap dan berbagai tindakan politik seluruhnya, serta memperhatikan dengan sungguh-sungguh data-data faktual dan berbagai situasi lokal, regional dan internasional.
Allah Berfirman:
الم. غُلِبَتِ الرُّومُ . فِي أَدْنَى الْأَرْضِ وَهُمْ مِنْ بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ . فِي بِضْعِ سِنِينَ لِلَّهِ الْأَمْرُ مِنْ قَبْلُ وَمِنْ بَعْدُ وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ . بِنَصْرِ اللَّهِ يَنْصُرُ مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ
“Alif Lam Mim. Bangsa Romawi telah dikalahkan. di negeri yang terdekat, dan mereka setelah kekalahannya itu akan menang. dalam beberapa tahun (lagi), bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang), dan pada hari (kemenangan Romawi itu) bergembiralah orang-orang yang beriman. karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang Dia kehendaki, Dia Mahaperkasa, Mahapenyayang”. (Ar-Rum:1 – 5).
4- Memperhatikan kaidah-kaidah siyasah syar’iyyah, mengenal dan memahami realita (fiqih waqi’), situasi kontemporer, kemahiran mengaitkan antara nash dan penerapannya dalam realita praktis, muwazanah antara kaidah-kaidah Islam dan berbagai perkembangan baru yang menuntut adanya murunatul harakah (kelenturan gerak), serta tathawwur mustamir (pengembangan kontinyu) dalam sikap juz-i dan marhali serta dalam sarana perealisasian tujuan-tujuan strategis
5- Bertolak dari syumuliyatul Islam dan bahwasanya Islam mengatur segala urusan kehidupan, amal siyasi Islami harus menangani berbagai isu dan problema besar yang sedang dihadapi oleh tanah air kita, serta memandang semua itu sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari amal Islami,
khususnya masalah:
a. Reformasi politik,
b. Penghapusan segala bentuk corruption, baik di bidang keuangan, birokrasi dan akhlaq, kebebasan publik,
c. Stabilitas pemerintahan,
d. Penegakan disiplin,
e. Publikasi perilaku peradaban Islami dalam berbagai interaksi kehidupan,
f. Keadilan dalam distribusi kekayaan nasional kepada publik yang miskin,
g. Mengarahkan sumber-sumber keuangan untuk memberikan keadilan kepada kelompok fuqara dan papa,
h. Penghapusan jurang pemisah yang mencolok antara kaya dan miskin,
i. Pewujudan prinsip kesempatan yang sama atas dasar kemampuan dan kelayakan, bukan atas dasar lainnya,
j. Menjaga harta publik dari penjarahan (penggarukan) dan pemborosan serta memandangnya sebagai milik baitu malil muslimin, di mana setiap penduduk mempunyai hak yang ditetapkan atasnya dan bukannya milik negara atau penguasa yang boleh berbuat sekehendaknya, dan bahwasanya kekuasaan penguasa atas harta tersebut terikat dan bergantung kepada kemaslahatan kaum muslimin,
k. Masalah utama bangsa Arab dan Islam, utamanya masalah Palestina,
Dan bahwasanya solusi kita terhadap semua masalah ini haruslah memikiki keistimewaan shibghah Islamiyah yang jelas, yang berdiri di atas tsawabit yang qath’iy, tujuan dan maqashid Islamiyah dan dengan mempergunakan perangkat, instrumen dan sarana Islam, dan juga berdiri atas dasar ilmiah modern, serta bukan merupakan copi paste dari solusi sekuler
Hubungan Antara Tarbawi dan Siyasi
Hubungan antara tarbawi dan siyasi dapat disimpulkan bahwasanya hubungan diantara keduanya adalah hubungan tarabuth (saling terkait), takamul (saling melengkapi) dan tawazun (keseimbangan). Gambaran dan dimensi hubungan-hubungan ini tampak dalam penjelasan berikut:
1- Amaliyah tarbawiyah (proses tarbiyah) adalah amaliyah ta’sisiyah (proses pembentukan pondasi) untuk:
a. I’dad wa takwin al-rijal wa bina’ al-kawadir al-tanzhimiyah (menyiapkan, membentuk dan membina kader-kader struktural),
b. Tazkiyatun nufus wal arwah (mensucikan jiwa dan ruhani) agar mereka memiliki kemampuan untuk memikul beban amal siyasi maidani amali (kerja politik praktis lapangan)
c. Gharsu al-iltizam (menanamkan komitmen) dalam diri mereka, kehidupan, perilaku dan segala urusan mereka dengan sekumpulan nilai dan muwashafat khusus yang mengantarkan mereka untuk meningkatkan berbagai kemampuan mereka, memungsikan powernya dalam bentuknya yang sebaik mungkin,
d. Ta’hiluhum ilmiyyan wa amaliyan wa tadriban (meningkatkan keahlian ilmiah, operasional dan keterampilan) mereka dalam menjalankan tugas yang dibebankan kepada mereka
Jika amaliyah tarbawiyah menjalankan fungsi takwin dan ta’hil-nya, maka hal ini akan tercermin dalam kualitas pelaksanaan dari sisi ijadah (bagus), itqan dan ihsan yang akan merealisasikan buah yang paling berkah serta hasil yang terbaik dengan jerih payah paling efisien serta penekanan sisi negatif sekecil mungkin, namun, jika pelaksanaan fungsi ini tidak bagus, maka takwin khuluqi nafsi (pembentukan akhlaq dan jiwa) akan melemah, atau jika perhatian kepada aspek ta’hil ilmi amali tidak diperhatikan, maka hasilnya akan berbalik seratus delapan puluh derajat
2- Mukadimah bagi penegakan daulah Islamiyah yang merupakan tujuan terpenting dari dakwah kita tidak dapat direalisasikan kecuali dengan amal siyasi yang memiliki beragam bentuk dan melalui berbagai tahapan. Bentuk dan tahapan ini mempergunakan berbagai uslub (cara) untuk memunculkan ta’tsir siyasi (dampak politik) di samping ta’tsir da’awi (pengaruh dakwah), sebagaimana nasyath siyasi (aktifitas politik) sendiri dapat memberikan peran da’awi dalam merekrut personel baru, peningkatan kualitas sosial secara umum, pemerataan wa’yu Islami serta perealisasian dan penegasan syumuliyatul Islam
3- Jawaban atas pemberian perhatian secara berimbang antara amal tarbawi dan amal siyasi tanpa ada dominasi satu pihak atas pihak lainnya, sebab ajaran-ajaran Al-Qur’an, yaitu tazkiyatun nafs tidak dapat dipisahkan dari kekuasaan yaitu politik, karena inilah politik merupakan bagian dari Islam, dan menjadi kewajiban seorang muslim untuk memperhatikan aspek pemerintahan sebagaimana perhatiannya kepada sisi ruhiyah.
Wallahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar