Rabu, 10 Maret 2010

Penyimpangan Aliran Syi’ah “Imamiyah Al-Itsna-’Asyariyyah”

Aliran Syi’ah “Imamiyah Al-Itsa-’Asyariyyah” membawa beberapa penyimpangan. Penyimpangan-penyimpangan tersebut jelas disebutkan dalam referensi-referensi yang mereka miliki. Dalam artikel ini akan disebutkan beberapa penyimpangan aliran Syi’ah “Imamiyah Al-Itsna-’Asyariyyah” (inhirafu manhaj “Imamiyyah Itsna Asyariyyah”) berdasarkan referensi mereka sendiri.


A. Fatwa-fatwa Khomeini Tentang Aqidah dalam kitabnya Kasyful-Asrar[1]:

1. Meminta Sesuatu Kepada Orang yang Telah Mati Tidak Termasuk Syirik.
“Ada yang berkata, bahwa meminta sesuatu pada orang yang telah mati baik itu Rasul maupun Imam adalah syirik, karena mereka tidak bisa memberi manfaat dan madharrat pada orang yang masih hidup. Maka saya (Khomeini) katakan: Tidak, hal tersebut tidak termasuk syirk, bahkan meminta sesuatu pada batu atau pohon juga tidak termasuk syirik, walaupun perbuatan tersebut adalah perbuatan orang yang bodoh. Maka jika yang demikian itu bukanlah syirik apalagi meminta pada Rasul dan Imam-imam yang telah wafat, karena telah jelas dalam dalil maupun akal bahwa ruh yang telah mati malah memiliki kekuatan yang lebih besar dan lebih kuat dan ilmu filsafat pun telah membenarkan dan membahas hal tersebut secara panjang lebar.” (hal. 49)

2. Penyimpangan Abubakar dan Umar terhadap al-Qur’an.
“Disini saya katakan dengan tegas bahwa Abubakar dan Umar menyelisihi al-Qur’an dan mempermainkan Tuhan dan menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal menurut hawa nafsu mereka dan bagaimana mereka berdua juga telah berbuat kezhaliman dengan melawan Fathimah putri nabi SAW dan oleh karenanya mereka berdua menjadi bodoh terhadap hukum ALLAH dan hukum agama.” (hal. 126)
“Kita juga melihat ketika ia (Umar ra) yang buta mata hatinya itu mengeluarkan kata-kata yang menunjukkan kekafiran dan ke-zindiq-annya, yaitu penolakannya pada al-Qur’an surat an-Najm, ayat-3.” (hal. 137)

3. Dalil-Dalil Tentang Disyariatkannya Taqiyyah (Boleh Berdusta kepada selain orang Syi’ah):
“Dan kami tidak mengerti bagaimana mereka (ahlus-sunnah) menjauhi hikmah dan menyimpang karena hawa nafsu mereka, bagaimana tidak? Sedangkan TAQIYYAH adalah hukum akal yang paling jelas. Dan TAQIYYAH maknanya: Seorang manusia berkata dengan perkataan yang berbeda dengan kenyataannya atau melakukan perbuatan yang bertentangan dengan timbangan syariat karena menjaga darahnya, kehormatannya atau hartanya.” (hal. 148) “Maka termasuk bab taqiyyah jika kadangkala diperintahkan menyelisihi hukum-hukum ALLAH, sampai dibolehkan seorang pengikut Syi’ah berbeda dengan apa yang dihatinya untuk menyesatkan selain mereka (Syi’ah) dan agar mereka itu (selain Syi’ah) terjatuh dalam kebinasaan.” (hal. 148)

4. Mengapa Imamah (Aqidah tentang Imam yang Dua Belas -pen) Tidak Disebutkan dalam Al-Qur’an?
“Setelah aku jelaskan bahwa Keyakinan akan 12 Imam adalah ushuluddin (dasar aqidah Islam), dan bahwa al-Qur’an telah mengisyaratkan tentang hal tersebut secara tersirat. Dan aku jelaskan bahwa nabi SAW sengaja menyembunyikan ayat-ayat tentang Imamah dalam al-Qur’an karena takut al-Qur’an tersebut diselewengkan setelahnya, atau karena beliau SAW takut terjadinya perselisihan di antara kaum muslimin sehingga akan berdampak yang demikian itu terhadap aqidah Islam.” (hal. 149)

5. Khulafa Rasyidun adalah Ahlul Bathil
“Dan telah kukatakan beberapa potongan dari kitab Nahjul-Balaghah[2] yang menetapkan bahwa Ali ra berpandangan bahwa para Khulafa selainnya adalah bathil.” (hal. 186)

6. Penetapan Ratapan atas Husein dan Menjambak Rambut serta Merobek-robek Baju baginya setiap tahun (saat memperingati peristiwa Karbala -pen) sebagai Bagian dari ajaran Agama.
“Tidak ada dalam majlis tersebut kekurangan, karena semua itu adalah pelaksanaan perintah agama dan akhlaqiyyahnya dan tersebarnya fadhilah dan akhlaq yang paling tinggi serta aturan dari sisi ALLAH serta hukum yang lurus yang merupakan pencerminan dari madzhab Syi’ah yang suci yang ittiba’ pada Ali alaihis salam.” (hal. 192)

7. Wilayatul Faqih (Penetapan Kepemimpinan para Ulama Besar Syi’ah sampai saat
Bangkitnya Kembali Imam ke-12 Syi’ah -pen)

“Syaikh ash-Shaduq dalam kitab Ikmalud-Din, dan syaikh ath-Thusiy dalam kitab al-Ghaybah, dan at-Thabrasiy dalam kitab al-Ihtijaj menukil dari Imam yang Ghaib (Imam ke-12 Syi’ah yang sekarang sedang menghilang -pen), sbb: Adapun hadits-hadits yang jelas maka hendaklah merujuk pada para periwayat hadits-hadits kami (syi’ah -pen), karena mereka semua adalah hujjahku atas kalian dan aku adalah hujjah ALLAH! Lalu kata Khomeini selanjutnya: Maka wajib atas manusia pada masa ghaibnya Imam (ke-12 tersebut -pen) untuk merujuk semua urusan mereka pada para periwayat hadits (syi’ah) dan taat pada mereka karena Imam telah menjadikan mereka itu hujjahnya.” (hal. 206) “Maka jelaslah dari hadits tersebut bahwa para Mujtahid adalah hakim dan barangsiapa yang menolak maka sama dengan menolak Imam dan barangsiapa menolak Imam maka berarti menolak ALLAH dan menolak ALLAH berarti syirik kepada-NYA.” (hal. 207)

B. Ushul Fiqh Menurut Syi’ah[3]:

1. Bahwa Dalil Sunnah (menurut Syi’ah -pen) adalah Hadits Nabi SAW dan Hadits dari Imam Syi’ah Yang 12 Orang

Dalil Sunnah (menurut Syi’ah -pen) definisinya = Perkataan (qawlan) dari AL-MA’SHUM, perbuatan (fi’li) dan persetujuannya (taqrir). Definisi AL-MA’SHUM (menurut Syi’ah -pen): Semua yang ditetapkan kema’shumannya dengan dalil, yaitu nabi SAW dan 12 orang Imam ahlul-bait. (hal. 22)
Adapun kehujjahan as-sunnah yang bersumber dari ahlul-bait baik perkataan mereka, perbuatan mereka maupun persetujuan mereka maka dikembalikan keimaman mereka, kema’shuman mereka dan kebenaran mereka SAMA DENGAN KEDUDUKAN nabi SAW. (hal. 23)

2. Dirasah Sanad Hadits Menurut Syi’ah:

a. Pembagian Hadits dikelompokkan dari sisi banyak sanadnya dan hubungannya dengan para ma’shum/al-ma’shumiin (yaitu nabi SAW dan 12 Imam Syi’ah -pen) (hal. 26):
i. Hadits yang Terpaut Hati dengan Para Ma’shum (yang dibagi lagi menjadi mutawatir dan muqtarin)
ii. Hadits yang Tidak Terpaut Hati dengan Para Ma’shum (yaitu hadits ahad)

b. Pembagian Hadits dari sisi penerimaannya (mu’tabar) (hal. 29-30):
i. Hadits Shahih (menurut Syi’ah -pen): Yaitu hadits yang seluruh periwayatnya adil dan sesuai dengan aqidah Syi’ah 12 Imam.

ii. Hadits Mawtsiq: Yaitu yang seluruh periwayatnya tsiqah dari muslimin secara umum (ahlus-sunnah -pen), atau sebagiannya dari tsiqat muslimin dan sebagian lagi dari perawi yang adil dari Syi’ah 12 Imam.

iii. Hadits Hasan: Yaitu yang kumpulan perawinya orang yang kurang kuat dari ulama hadits, atau dari percampuran antara yang adil yang tsiqat dan yang kurang kuat, atau dari percampuran antara yang adil dengan yang kurang kuat, atau yang tsiqat dengan yang kurang kuat.

3. Ijma’ Menurut Syi’ah (hal 76):
a. Yaitu kesepakatan jama’ah ulama yang salah seorangnya adalah Imam yang ma’shum (salah seorang dari 12 Imam Syi’ah -pen).
b. Maksudnya adalah tegaknya ijma’ yaitu jika para ulama tersebut mampu menyingkap makna salah satu pernyataan Imam yang ma’shum dalam suatu masalah.

c. Pembagian Ijma’ (hal. 77):

i. Ijma’ Muhshal: Yaitu semua ijma’ yang dihasilkan oleh wilayatul faqih dari dirinya dan sesuai dengan perkataan para mufti.

ii. Ijma’ Manqul: Yaitu semua ijma’ yang tidak dihasilkan oleh wilayatul faqih dari dirinya tetapi hanyalah dinukil darinya oleh para fuqaha yang lain.
___
Catatan Kaki:
[1] Kasyful Asrar, oleh: AyatuLLAH RuhuLLAH Khomeini. Alih-bahasa (dr bhs Parsi): DR Muhammad al-Bandari, Ta’liq hadits: Salim bin ‘Ied al-Hilali, Kata Pengantar: DR Ahmad al-Khatib, Kritik: Nashiruddin al-Albani. Th 1408 H/1987 M. Penerbit: Daar al-’Imaar Lin-Nasyr wat-Tauzi’, Amman-Urdun.
[2] Kitab tersebut adalah kitab palsu yang mengatasnamakan Ali ra (lih. Al-Mizan, oleh Imam Adz-Dzahabi III/124, juga Al-Lisan oleh Imam Ibnu Hajar, IV/223)
[3] Mabadi’ Ushulul Fiqh (Muwajjiz Wafin Li Ahammi Mawdhu’at Ushulul Fiqh: Ta’rifat, Mushthalahat, Adillatisy Syari’ al-Islamiy). Oleh: DR Abdul Hadi al-Fadhli. Penerbit: Mathabi’ Dar wa Maktabah al-Hilal. Th 1986. Bairut-Lubnan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar