Jumat, 04 September 2009

Adakah Istirahat dari Berjihad? (Bag III, Habis)

Seandainya Kemenangan itu Mudah dan Cepat Didapat, Niscaya Semua Orang Akan Mau Ikut Berjihad
Berkata Imam Abu Ja’far: Berfirman ALLAAH SWT kepada Nabi SAW - saat sebagian sahabat beliau ada yang minta izin untuk tidak ikut berjihad - seandainya yang kamu serukan kepada mereka yang minta izin dan tidak ikut berjihad itu ghanimah (harta/kedudukan) yang sudah jelas atau perjuangan yang mudah dilakukan, maka mereka pasti akan ikut semua berjihad[1]. Imam Al-Baghawy menafsirkan “ba’udat ‘alayhimu syuqqah” dengan: Lemahnya tujuan/visi perjuangan mereka dalam berjuang[2]; sementara Imam Ibnul Jauzy menambahkan beberapa pendapat bahwa: Ibnu Quthaybah menafsirkannya perjalanan yang jauh, Az-Zujjaj menafsirkannya tujuan/maksud/niat yang lemah, sementara Ibnu Faris menafsirkannya perjalanan menuju bumi yang jauh[3].


Imam At-Thabari menambahkan: Maka mereka akan bersumpah padamu wahai Muhammad, seandainya kami sanggup, atau ada waktu, atau punya kendaraan, atau punya uang, atau sehat fisik dan punya kekuatan, maka kami pasti akan ikut berjuang bersamamu[4]. Imam An-Nasafy menambahkan: Ayat ini termasuk salah satu dalil kenabian Muhammad SAW, yaitu dengan menyampaikan sesuatu yang belum terjadi, yaitu: Wahai Muhammad! Orang-orang Munafiq itu nanti akan bersumpah dengan Nama ALLAAH, kalau kami sanggup kami pasti akan ikut…[5]. Sementara Imam Khazin menyatakan bahwa ayat ini menjadi dalil bahwa sumpah palsu merusak iman seseorang dan rusaknya iman menyebabkannya menjadi nifaq[6].

Sayyid Quthb menambahkan: Berapa banyaknya umat yang selalu menilai dari sisi kesulitan dan pengorbanan yang harus dikeluarkan ketimbang sebuah cita-cita yang mulia, karena mayoritas manusia lebih terkesan kepada panjangnya jalan yang harus ditempuh, sehingga mereka tertinggal dari barisan para Mujahid RABBani, karena mereka lebih senang dengan uang receh dan hasil yang juga remeh, demikianlah yang terjadi pada setiap zaman dan tempat, kesenangan sesaat dan keberhasilan jangka pendek merupakan ujian yang senantiasa berulang bagi manusia, sehingga mereka meninggalkan hasil yang mahal dan tujuan yang tinggi, ketahuilah olehmu bahwa uang receh yang engkau punyai itu kelak takkan mampu bisa membeli Syurga ALLAAH yang mahal..!!![7]

Orang Beriman Pantang Meminta Izin untuk Tidak Ikut Berjihad
Berkata Imam Abu Ja’far: Ini merupakan pernyataan dari ALLAAH SWT kepada nabi-NYA SAW tentang ciri orang munafik, bahwa salah satu ciri mereka yang mudah diketahui adalah tertinggalnya mereka dari berjihad di jalan ALLAAH[8], dan mereka selalu minta izin pada Nabi SAW untuk tidak ikut berjihad[9] tersebut dengan alasan udzur yang dusta[10]. Imam Ibnu Katsir menambahkan bahwa orang beriman tidak akan meminta izin untuk tidak berjihad karena mereka memahami bahwa jihad itu adalah upaya mendekatkan diri kepada ALLAAH SWT, maka begitu mereka diminta melakukannya maka mereka saling berlomba dan bersegera dalam menerima perintah tersebut[11].

Imam As-Suyuthi meriwayatkan atsar dari Ibnu Abbas RA[12] bahwa ayat ini telah di-nasakh (dihapus) dengan ayat di QS An Nur, 62; tetapi Syaikh Sulayman Ad-Dimasyqi membantah kebenaran atsar tersebut, ia berkata: Tidak dapat diterima naskh dalam ayat ini, karena kedua ayat tersebut bisa diamalkan kedua-dua-nya, karena ayat di QS At-Taubah menjelaskan tentang ciri orang munafik yang meminta izin tanpa adanya udzur syar’i, sementara ayat di QS An-Nur menjelaskan tentang udzur yang syar’i dari mereka yang mu’min[13].

Dalam kaitan ini Nabi SAW bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Syaikhan[14]: “Celakalah hamba dinar (uang besar), dan celakalah hamba dirham (uang receh), dan hamba pakaian (mode), jika mereka diberi mereka merasa senang dan jika tidak diberi maka mereka marah. Dan berbahagialah seorang hamba yang senantiasa memegang kendali kudanya di jalan ALLAAH, rambutnya telah kusut dan telapak kakinya telah penuh dengan debu, tetapi jika ia ditugaskan di garis depan (menjadi qiyadah, atau tokoh, atau tampil di forum) maka ia lakukan dengan sungguh-sungguh dan jika ia ditugaskan di garis belakang (menjadi jundi, tidak diberi jabatan publik) ia juga lakukan dengan sungguh-sungguh, tetapi jika ia meminta izin maka tidak diterima dan jika ia meminta bantuan tidak ada yang membantu.”

Orang yang Meminta Izin tidak Ikut Berjihad Hanyalah Para Munafiqin
Berkata Imam Abu Ja’far: Ini adalah maklumat dari ALLAAH SWT kepada nabi-NYA SAW tentang salah satu ciri orang-orang munafik yang mudah dilihat, yaitu senantiasa tertinggal dari jihad di jalan ALLAAH, dan mereka selalu meminta izin kepada nabi SAW untuk tidak ikut dalam jihad saat di mobilisasi dengan izin yang tidak benar[15]. Ibnu Katsir menambahkan: Bahwa orang yang beriman tidak akan meminta izin dari berjihad karena mereka sangat memahami bahwa jihad adalah pendekatan, maka ketika mereka diajak untuk berangkat maka mereka serentak menyambutnya dan melaksanakannya[16].

Imam Al-Alusiy menafsirkannya: Bukan hanya tidak pantas bagi seorang mu’min untuk meminta izin untuk tidak ikut berjihad, melainkan juga tidak boleh bagi nabi SAW (qiyadah) untuk mengizinkan mereka, karena yang demikian itu (meminta izin tidak berjihad) bukanlah sifat orang beriman dan bukan pula tradisi mereka. Hal ini karena: Pertama, hal tersebut bukan merupakan karakteristik orang beriman, karena karakteristik orang beriman adalah suka kepada yang ma’ruf dan suka membantu saudaranya fillah; Kedua, orang beriman tidak akan membenci berjihad karena jihad adalah hal yang diperintah oleh syariah dan dicintai oleh AR-RABB[17]. Demikianlah sehingga ayat ini diakhiri dengan “Sesungguhnya ALLAAH Maha Mengetahui terhadap orang yang bertaqwa.” SELESAI kutipan dari Al-Alusiy[18].

Sayyid Quthb menambahkan: Inilah kaidah dasar yang tak pernah salah: Orang yang beriman pada ALLAAH, meyakini Hari Pembalasan maka takkan mau ia meninggalkan kewajiban jihad, bahkan mereka akan bersegera menyambutnya baik dalam keadaan berat maupun ringan demi ketaatan mereka pada ALLAAH, keyakinan mereka untuk berjumpa dengan-NYA, kepercayaan mereka akan balasan-NYA serta keinginan mereka untuk mendapatkan ridha-NYA. Adapun orang munafik, karena kecilnya keyakinan mereka, lemahnya keimanan mereka, kuatnya godaan dunia pada mereka, maka mereka akan melihat izin untuk tidak ikut berjihad sebagai sebuah peluang dan jihad di jalan ALLAAH dianggap sebagai sebuah beban, yang mereka ingin lari daripadanya. Maka ingatlah..! Sesungguhnya jalan menuju ALLAAH itu terang-benderang (wadhihah) dan lurus (mustaqimah), maka barangsiapa yang ragu-ragu serta berlambat-lambat, maka saksikanlah oleh kalian bahwa mereka sama-sekali belum mengetahui jalan itu..[19]

SELESAI DENGAN IZIN ALLAAH (JALLA WA ‘ALA).
والله أعلم با الصواب
___
Catatan Kaki:
[1] Tafsir At-Thabari, XIV/271
[2] Tafsir Al-Baghawy, IV/54
[3] Tafsir Zadul Masir, III/181
[4] Ibid.
[5] Tafsir An-Nasafy, I/446
[6] Tafsir Khazin, III/280
[7] Azh-Zhilal, IV/34
[8] Ini merupakan pendapat Ibnu Abbas, lih. Juga Zadul Masir, III/183
[9] Ini merupakan pendapat Az-Zujjaj, Ibid.
[10] Tafsir At-Thabari, XIV/274
[11] Tafsir Ibnu Katsir, IV/159
[12] Ad-Durrul Mantsur, V/86
[13] Lih. Zadul Masir, III/183
[14] HR Bukhari, bab Al-Hirasah Fil Ghazwi Fi SabiliLLAAH, X/11 no.2673; dan Muslim, bab Fadhlul Jihad war Rabthu, IX/476 no. 3503
[15] Tafsir At-Thabari, XIV/274
[16] Tafsir Ibnu Katsir, IV/159
[17] Dalam Shahih Muslim (IX/476 hadits no. 3503) disebutkan: “Sebaik-baik kehidupan seseorang adalah seorang yang senantiasa memegang kendali kudanya di jalan ALLAAH, segera memacu kudanya saat mendengar perintah dan aba-aba serta mencari syahid dari tempat-tempatnya.”
[18] Tafsir Al-Alusiy, VII/248
[19] Azh-Zhilal, IV/35


Tidak ada komentar:

Posting Komentar