Jumat, 26 Juni 2009

Karakteristik Pemuda Muslim dalam Sorotan Siroh

Ketika khalifah Umar bin Abdul Aziz bertahta, telah datang beberapa utusan Hijaz, salah satunya terdapat seorang pemuda yang usianya paling muda di antara mereka. Umar berkata, "Wahai pemuda saya berharap yang menjadi juru bicara adalah orang yang lebih tua umurnya darimu".

Mendengar ucapan seperti itu pemuda tersebut berdiri dan berkata,"Wahai Amirul Mu'minin, sesungguhnya seseorang itu dikarenakan dua hal yang paling kecil padanya, yaitu hati dan lisannya. Jika Allah telah menjaga hatinya (dari maksiat) dan memberikan lisan yang anggun (sopan), maka dia berhak untuk berbicara. Dan seandainya segala perkara dikarenakan oleh usia seseorang, maka yang berhak untuk duduk dalam jabatanmu adalah orang yang lebih tua darimu." (1) Mendengar ucapan tersebut, terkejutlah Umar atas kebenaran yang yang dikemukakan oleh pemuda itu.

Sejak jaman dahulu kala, bahkan jauh sebelum Islam muncul di muka bumi ini, para Nabi dan Rasul yang diutus untuk menyampaikan wahyu Allah SWT dan syari'at-Nya kepada umat manusia, semuanya adalah orang-orang terpilih dari kalangan pemuda yang berusia sekitar empat puluhan. Bahkan ada di antaranya yang diberi kemampuan untuk berdebat dan berdialog sebelum umurnya genap 18 tahun. Berkata Ibnu Abbas ra, "Tidak ada seorang Nabipun yang diutus oleh Allah, melainkan ia (dipilih) dari kalangan pemuda saja (yakni antara 30 - 40 tahun). Begitu pula tidak seorang 'alimpun yang diberi ilmu melainkan ia (hanya) dari kalangan pemuda saja". Kemudian Ibnu Abbas membaca firman Allah SWT, "Mereka berkata : Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim." (2)

Tentang Nabi Ibrahim, Al Qur'an lebih jauh menceritakan bahwa beliau telah berdebat dengan kaumnya, menentang peribadatan mereka kepada patung-patung yang sama sekali tidak memberi manfaat dan mendatangkan mudharat. Saat itu beliau belum dewasa, seperti yang tertera dalam firman Allah SWT,

"Sesungguhnya, Kami telah memberikan kepandaian pada Ibrahim sejak dahulu (sebelum mencapai masa remajanya) dan Kami kenal kemahirannya. Ketika dia berkata kepada bapak dan kaumnya : 'Patung-patung apakah ini, yang selalu kalian sembah ?' Mereka berkata : 'Kami dapati bapak-bapak kami menyembahnya.' Dia berkata : 'Sungguh kalian dan bapak-bapak kalian itu dalam kesesatan yang nyata'. Mereka menjawab : 'Apakah engkau membawa kebenaran kepada kami, ataukah engkau seorang yang bermain-main saja?' Dia berkata : 'Tidak, Tuhanmu adalah yang memiliki langit dan bumi yang diciptakan oleh-Nya, dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang demikian itu'". (QS Al Anbiyaa : 51-56)

Perlu digarisbawahi di sini, bahwa para Nabi as telah diutus untuk mengubah keadaan saja, sehingga setiap Nabi yang diutus adalah orang-orang terpilih dan hanya dari kalangan pemuda (Syabab) saja. Bahkan kebanyakan pengikut mereka adalah dari kalangan pemuda juga, meskipun tentu saja ada yang sudah tua atau bahkan masih anak-anak. Kita ingat misalnya Ashabul Kahfi, yang tergolong sebagai pengikut Nabi Isa as. Mereka ini adalah sekelompok anak-anak usia muda yang menolak kembali ke agama nenek moyang mereka dan menolak menyembah selain Allah SWT. Oleh karena jumlahnya sedikit, tujuh orang di antara sekian banyak masyarakat yang menyembah berhala-berhala, maka mereka pun bermufakat untuk mengasingkan diri dari masyarakat dan berlindung dalam suatu gua. Fakta sejarah ini diperkuat oleh Al Qur'an, yang dikisahkan dalam QS Al Kahfi : 9-26, di antaranya,

"(Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat perlindungan lalu berdoa : 'Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan tolonglah kami dalam menempuh langkah yang tepat dalam urusan (ini)' " (ayat 10)

"Kami ceritakan kisah mereka kepadamu dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka (Sang Pencipta), dan Kami berikan kepada mereka tambahan pimpinan (iman, taqwa, ketetapan hati dan sebagainya)"" (ayat 13)

Junjungan kita Nabi Muhammad SAW tatkala diangkat menjadi Rasul, beliau juga baru berusia empat puluh tahun. Pengikut-pengikut beliau yang merupakan generasi pertama, kebanyakan juga dari kalangan pemuda, bahkan ada yang masih kecil atau belum dewasa. Usia para pemuda Islam yang mendapatkan tarbiyah pertama di Daarul Arqaam, pada tahap pengkaderan adalah sebagai berikut :

1. Ali bin Ali Thalib, paling muda di antara mereka, usianya saat masuk Islam baru 8 tahun
2. Az Zubair bin Al 'Awwam, sama dengan Ali yaitu 8 tahun
3. Thalhah bin Ubaidillah, 11 tahun
4. Al Arqam bin Abil Arqaam, 12 tahun
5. Abdullah bin Mas'ud, 14 tahun
6. Sa'ad bin Abi Waqqaas, 17 tahun
7. Su'ud bin Rabi'ah, sama dengan Sa'ad, yaitu 17 tahun
8. Abdullah bin Mazh'un, juga berusia 17 tahun
9. Ja'far bin Abi Thalib, 18 tahun
10. Qudaamah bin Mazh'un, 19 tahun
11. Sa'id bin Zaid, berusia di bawah 20 tahun
12. Suhaib Ar Rumi, juga berusia di bawah 20 tahun
13. Assa'ib bin Mazh'un, kira-kira 20 tahun
14. Zaid bin Haritsah, sekitar 20 tahun
15. 'Usman bin 'Affan, sekitar 20 tahun
16. Tulaib bin 'Umair, sekitar 20 tahun
17. Khabab bin Al Art, juga sekitar 20 tahun
18. 'Aamir bin Fahirah, 23 tahun
19. Mush'ab bin 'Umair, 24 tahun
20. Al Miqdad bin Al Aswad, seperti Mush'ab 24 tahun
21. Abdullah bin Al Jahsy, 25 tahun
22. Umar bin Al Khaththab, 26 tahun
23. Abu Ubaidah Ibnul Jarrah, 27 tahun
24. 'Utbah bin Ghazwaan, juga 27 tahun
25. Abu Hudzaifah bin 'Utbah, sekitar 30 tahun
26. Bilal bin Rabah, sekitar 30 tahun
27. 'Ayyasy bin Rabi'ah, kira-kira 30 tahun
28. 'Amir bin Rabi'ah, sekitar 30 tahun
29. Nu'aim bin Abdillah, hampir 30 tahun
30. 'Usman bin Mazh'un, kira-kira 30 tahun
31. Abu Salamah, Abdullah bin 'Abdil Asad Al Makhzumi, sekitar 30 tahun
32. Abdurrahman bin 'Auf, juga 30 tahun
33. Ammar bin Yasir, antara 30-40 tahun
34. Abu Bakar Ash Shiddiq, 37 tahun
35. Hamzah bin Abdil Muththalib, 42 tahun
36. 'Ubaidah bin Al Harits, paling tua di antara semua sahabat, 50 tahun.

Bukan hanya mereka saja yang dari kalangan pemuda, akan tetapi ratusan ribu lainnya yang memperjuangkan dakwah Islam, pembawa panji-panji Islam serta pemimpin bala tentara Islam di masa Nabi ataupun sesudahnya, mereka seluruhnya dari kalangan pemuda, bahkan remaja yang belum atau baru dewasa. Adalah Usamah bin Zaid yang diangkat oleh Nabi sebagai komandan untuk memimpin pasukan kaum muslimin menyerbu wilayah Syam, yang saat itu merupakan salah satu wilayah kerajaan Romawi. Masih ingat usia beliau saat itu? Ya, delapan belas tahun. Padahal di antara prajuritnya terdapat orang yang lebih tua dari Usamah, seperti : Abu Bakar, Umar bin Khaththab dan lain-lain. Abdullah Ibnu Umar tak kalah juga hebatnya, semangat juang untuk berperang mulai memanaskan jiwanya sejak usia 13 tahun. Ketika itu Rasulullah SAW sedang mempersiapkan barisan pasukan pada perang Badar. Dua pemuda kecil datang menghampiri beliau, seraya meminta agar diterima menjadi prajurit. Tak salah lagi, dua pemuda kecil tersebut adalah Abdullah bin Umar dan Al Barra'. Saat itu Rasulullah saw menolak mereka. Tahun berikutnya pada perang Uhud, keduanya datang lagi, tetapi yang diterima hanya Al Barra'. Dan pada perang Al Ahzab barulah Nabi menerima Ibnu Umar sebagai anggota pasukan kaum muslimin. (3)

Melalui para pemuda seperti inilah, Islam berhasil menyingkirkan segala macam kekuatan. Ada satu peristiwa yang sangat menarik sekali untuk direnungkan para pemuda jaman ini. Peristiwa ini selengkapnya diceritakan oleh Abdurrahman bin 'Auf,
"Selagi aku berdiri di dalam barisan dalam perang Badar, aku melihat ke kanan dan kiriku, saat itu tampaklah olehku dua orang Anshar yang masih muda belia. Aku berharap semoga aku lebih kuat daripadanya. Tiba-tiba salah seorang di antaranya menekanku seraya berkata : 'Hai paman, apakah engkau mengenal Abu Jahal ?' Aku jawab : 'Ya, apakah keperluanmu padanya, hai anak saudaraku?' Dia menjawab : 'Ada seseorang yang memberitahuku bahwa Abu Jahal ini sering mencela Rasulullah SAW. Demi (Allah) yang jiwaku ada di tangan-Nya jika aku menjumpainya tentu takkan kulepaskan dia sampai siapa yang terlebih dahulu mati, antara aku atau dia! 'Berkata Abdurrahman bin 'Auf : 'Aku merasa heran ketika mendengar ucapan anak muda itu.'Kemudian anak yang satunya lagi itupun menekanku dan berkata seperti ucapan temannya tadi. Tidak lama berselang akupun melihat Abu Jahal mondar-mandir di dalam barisannya, segera aku katakan (kepada dua anak muda itu), 'Inilah orang yang sedang kalian cari.' Tanpa mengulur-ulur waktu, keduanya seketika menyerang Abu Jahal, menikamnya dengan pedang sampai tewas. Setelah itu merekapun menghampiri Rasulullah SAW (dengan rasa bangga) melaporkan kejadian itu. Rasulullah bertanya, 'Siapakah di antara kalian yang menewaskannya?' Masing-masing menjawab, 'Sayalah yang membunuhnya.' Lalu Rasulullah bertanya lagi, ' Apakah kalian sudah membersihkan mata pedang kalian?' 'Belum', jawab mereka serentak. Rasulullah pun kemudian melihat pedang mereka, seraya bersabda, 'Kamu berdua telah membunuhnya. Akan tetapi segala pakaian dan senjata yang dipakai Abu Jahal (boleh) dimiliki Mu'adz bin Al Jamuh'. (Berkata perawi hadits ini) : Bahwa kedua pemuda itu adalah Mu'adz bin'Afra dan Mu'adz bin 'Amru bin Al Jamuh." (4)

Pemuda-pemuda yang dipaparkan di atas merupakan pemuda yang telah membuktikan pada masanya akan aktivitas yang mereka lakukan dan bisa mengubah wajah dunia saat itu dan sekarang, Insya Allah. Dari potret pemuda masa lalu tersebut, kita dapat menggali dari mereka dan merefleksikan pada diri kita dengan situasi dan kondisi yang berbeda. Agar kita bisa menjadi sosio kultur atau pengubah ke arah yang baik, untuk menjayakan kembali umat Islam ini. Sehingga akan datang janji Allah pada kita sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah,

"Sesungguhnya Allah SWT telah memberikan bagiku dunia ini, baik ufuk Timur maupun Barat. Dan kekuasaan umatku akan sampai kepada apa yang telah diberikan kepadaku dari dunia ini." (5)

Saat ini yang harus kita refleksikan dari diri mereka ada tiga hal dan ketiga hal tersebut disebutkan dalam firman Allah SWT dalam surat Fushilat : 33,
"Dan siapakah ucapannya yang paling baik daripada orang yang berdakwah kepada Allah, beramal yang baik dan berkata : 'Sesungguhnya aku ini adalah termasuk orang-orang yang berserah diri' ."

Ketiga hal tersebut (dalam ayat di atas) adalah :

1. Berdakwah atau mengajak umat ini kepada Allah. Dengan kata lain seorang pemuda harus berani mengungkapkan kebenaran yang ada pada Islam, serta membeberkan kerusakan-kerusakan yang ada pada sistem atau pada ide-ide Barat yang banyak diikuti oleh pemuda-pemuda yang bodoh. Dengan dakwah ini pemuda-pemuda pada masa Rasulullah sanggup mengubah kultur yang rusak ke arah yang baik, menegakkan panji-panji Islam dan sanggup menghancurkan setiap kebatilan yang ada. Melalui dakwah ini pula Rasulullah dan sahabat-sahabatnya yang tergolong sebagai pemuda, mengadakan pemberangusan terhadap idiologi-idiologi yang bertentangan dengan Islam dan menyebarkan Islam sebagai rahmat bagi alam semesta.

2. Beraktivitas yang baik dan sesuai dengan syari'at-syari'at Islam. Seorang pemuda seharusnya bisa beraktivitas yang bermanfaat bagi dirinya dan bagi orang lain, dengan batasan-batasan syari'at Allah.

3. Seorang pemuda muslim yang benar-benar bertaqwa, harus berserah diri pada Islam. Maksudnya pemuda harus menjadikan Islam sebagai standart dari perilaku, sehingga kehidupan seorang pemuda akan benar-benar mendapat ridla Allah SWT.
Dengan tiga hal tersebut, seorang pemuda harus benar-benar menjalankannya, supaya akan datang janji Allah. Sebagaimana firman Allah pada surat An Nuur : 55,

"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan yang mengerjakan amal-amal yang baik, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menja- dikan mereka berkuasa di muka bumi ini sebagaiman telah Dia jadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa. Dan sungguh-sungguh Dia akan menegakkan bagi mere- ka agama yang telah diridloi-Nya untuk mereka. Dan Dia benar-benar akan menu- kar (keadaan mereka) sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sen- tosa. Oleh karena itu mereka menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku."
Wallahu 'A'lam bish Showaab.

Qismu Dakwah Yayasan Al Haromain

Catatan Kaki :
1. Zakrul Adab, jilid I, hal. 7
2. QS Al Anbiyaa : 60; Tafsir Ibnu Katsir, jilid III, hal. 183
3. Shahih Bukhari, jilid VII, hal. 226 dan 302
4. Musnad Imam Ahmad, jilid I, hal. 193; Shahih Bukhari, hadits nomor 314; Shahih Muslim, hadits nomor 1752
5. HR Muslim, jilid VIII, hadits no. 1771; Abu Dawud, hadits no. 4252; Tirmidzi, jilid II, hal. 27


Tidak ada komentar:

Posting Komentar