Selasa, 23 Juni 2009

Dakwah Fardiyah

Ternyata untuk berdakwah utamanya harus melalui pendekatan personal, baik dari orang terdekat kita atau orang yang sama sekali baru kita jumpai atau baru berkenalan. Utamanya hal ini dilakukan untuk kita yang tidak berkapasitas sebagai publik figure, ulama, atau ustadz maka dakwah Fardiyah (berdakwah kepada perorangan) menjadi pilihan utama yang bisa dan sangat mungkin dilakukan.

Setidaknya ada tiga landasan dalam melakukan dakwah fardiyah, yaitu :


Landasan utama dakwah fardiyah adalah kematangan pemahaman atas ajaran Islam. Ini modal dasar yang paling asasi untuk dimiliki oleh siapa pun yang ingin berdakwah. Dengan kematangan pemahaman dan kelengkapan wawasan Islam hingga detail perkaranya, seseorang bisa memahami pada sisi mana peluang dakwah itu bisa ditawarkan.

Misalnya bila menghadapi seorang seniman untuk dijadikan objek dakwah, maka paling tidak 'jalan masuk' yang bisa dijajaki adalah bicara tentang apresiasi Islam terhadap seni. Karena bagi seorang seniman, bila disampaikan bahwa Islam memberi ruang untuk seni dan seni itu punya peran yang penting, tentu dia akan merasa diakui eksistensi dirinya di dalam dakwah itu.

Sedangkan bila seorang da'i tidak punya wawasan yang luas dan mendalam atas ajaran Islam, bisa jadi belum apa-apa dia akan mengharamkan ini dan itu. Hasilnya alih-alih berhasil dalam dakwah, sebaliknya seniman itu sudah kabur duluan. Karena belum apa-apa sudah dilarang dan dituding-tuding. Padahal ada sekian banyak ruang yang bisa ditempati buat sosok seniman di dalam ajaran Islam.

Landasan kedua adalah kemampuan memahami latar belakang dan alur berpikir objek dakwah. Sebab apapun tindakan yang diambil seseorang, pastilah lahir dari sebuah logika dan paradigma berpikir tertentu. Baik bersifat internal maupun kesternal. Nah, logika dan paradigma inilah yang harus dipahami, bahkan bila perlu dikuasai untuk dijadikan hujjah dalam dakwah.

Bisa jadi seseorang tidak bisa begitu saja ‘dihujani’ dengan ayat dan hadits. ‘Penghujanan’ dengan ayat dan hadits hanya efektif buat para ahli syariat yang sejak awal logika berpikirnya adalah mencari dasar pijakan dari Al-Quran Al-Karim dan Sunnah.

Sementara sekian banyak lapisan masyarakat belum lagi sampai demikian dalam logika berpikirnya. Sehingga meski seribu ayat dibacakan, belum tentu bisa menggerakkan hatinya. Tentu kita tidak bisa memvonis mereka sebagai kufur terhadap kitab dan sunnah. Bukan itu masalahnya. Tetapi cobalah pelajari paradigma berpikirnya dan mulailah meminjam paradigma berpikirnya itu untuk diarahkan kepada hal-hal yang selaras dengan Islam.

Landasan ketiga adalah metode pendekatan yang lembut, baik dan tidak terkesan ambisius. Jangan sampai dalam berdakwah fardiyah itu, objek dakwah langsung merasa akan di’kerjai’. Namun bangunlah keakraban, kedekatan dan persahabatan yang tulus dengan objek dakwah itu. Dan boleh jadi untuk periode awal seperti itu, kita belum diharuskan untuk langsung membombardirnya dengan dalil dan hujjah. Tapi bangunlah simpati dan kemesraan hati. Persis seperti ungkapan : Inna muhibba liman yuhibbu muthii?. Artinya bahwa orang yang mencintai seseorang pastilah taat kepadanya.
Misalnya dengan berbicara tentang hal-hal yang disukainya, atau sama-sama melakukan hobbi bersama, atau pergi dan jalan-jalan bersama. Kebersamaan itu akan melahirkan kedekatan hati. Dan pada saat itulah sebenarnya nilai-nilai dakwah baru bisa mulai diberikan sedikit demi sedikit.

Landasan ketiga adalah masalah doa dan kesabaran. Dakwah itu sifatnya mengajak, namun Allah SWT jualah yang akan memberikan hidayah kepadanya. Kita tidak punya otoritas untuk memberi hidayah.

Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.(QS. Al-Qashash : 56).
Jadi doakanlah objek dakwah fardiyah Anda setiap hari dan bersabarlah atas proses sunnatullahnya. Karena tugas Anda hanya menyampaikan dan berusaha berdakwah. Anda tidak bertanggung-jawab untuk memberinya hidayah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar