*Sunnah = Hukum Alam
Dalam kehidupan di dunia, selain ada
aturan tertulis berupa Al-Quran, firman Allah swt dan aturan-aturan yang dibuat
manusia untuk mengatur kehidupannya, ada juga aturan yang tidak tertulis, atau
sering disebut juga hukum alam, yang dalam istilah Islam dikenal dengan sunnah
(sunnatullah).
Ketiga hukum alam itu adalah: Hukum
Berkompetisi (Sunnah Tanafus), Hukum Tolak Menolak (Sunnah Tadafu’),
dan Hukum Pergiliran (Sunnatut Tadawul).
Hukum Berkompetisi (Sunnah Tanafus)
Kalau kita perhatikan dengan cermat,
tidak ada kehidupan di dunia ini yang bebas dari kompetisi. Ilmu pengetahuan
modern telah mengajarkan kepada kita bahwa pada semua makhluk, apakah itu
tumbuhan, hewan, atau manusia berlaku hukum the survival of the fittest
atau siapa yang kuat maka ialah yang akan bertahan.
Di Afrika sana, setiap pagi
singa-singa berpikir, bagaimana caranya berlari lebih cepat dari rusa, supaya
hari itu dia dapat makan dan tidak mati kelaparan.
Sementara si rusa pun sama berpikir,
bagaimana caranya berlari lebih cepat dari singa, supaya hari itu dia tidak
jadi santapan singa.
Dalam kehidupan manusia, kompetisi
ini lebih terasa. Ya iya lah … kan kita manusia, jadi terasa. Ada kompetisi
resmi, ini pun ada dua macam; ada yang diselenggarakan secara terbuka dengan
peserta terdaftar. Seperti kompetisi olah raga, kompetisi membuat robot,
kompetisi (lomba) memasak, dan lain-lain. Ada yang tertutup, tidak
diselenggarakan secara terbuka, namun kompetisinya memang ada. Ini biasanya ada
di dunia kerja (karir). Secara tertutup setiap karyawan di sebuah perusahaan
sedang bersaing, berkompetisi meraih karir yang lebih baik, atau posisi yang
lebih tinggi, dan ini resmi, formal, kecuali ada karyawan yang berbuat curang,
cari jalan pintas untuk memenangkan kompetisi tersebut.
Ada kompetisi yang tidak resmi. Ini
lebih tepat kalau disebut persaingan. Persaingan pedagang di pasar, persaingan
preman di terminal berebut lahan parker, persaingan para mahasiswa berebut
perhatian mahasisiwi cantik, hehe …, dan banyak lagi.
Kompetisi menjadikan hidup manusia
lebih dinamis. Kompetisi menjadikan kita bergerak lebih bersemangat. Dalam
dunia hewan dan tumbuhan, kompetisi alamiah membuat kehidupan alam ini
berimbang.
Hukum Tolak Menolak (Sunnah
Tadafu’)
“Seandainya Allah tidak menolak
(keganasan) sebahagian manusia dengan sebahagian yang lain, pasti rusaklah bumi
ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam”
(QS Al-Baqarah: 251)
Di alam kita mengenal predator,
binatang pemangsa dalam sebuah ekosistem. Jika hewan kehilangan predatornya
maka hewan itu akan berbahaya. Contoh: wereng sejak jaman dulu sudah ada.
Wereng menjadi berbahaya ketika manusia menggangu predator wereng seperti
menangkapi burung, membunuh katak dan lain-lain. Akibatnya rusaklah
keseimbangan alam.
Di dalam islam, hal ini disebut
dengan sunnah tadafu’, sunnah yang terjadi antar makhluk untuk saling
ber-tadafu’, berkonfrontasi, berebut dan saling memangsa.
Dalam alqur’an, ayat tentang sunnah
tadafu’ selalu berada dalam rangkaian ayat tentang jihad. Salah satunya
adalah kisah fenomenal, tentang Thalut, Jalut dan Daud dalam surat Al-Baqoroh
ayat 246 sampai dengan ayat 251.
“Apakah kamu tidak memperhatikan
pemuka-pemuka Bani Israil sesudah Nabi Musa, yaitu ketika mereka berkata kepada
seorang Nabi mereka: “Angkatlah untuk kami seorang raja supaya kami berperang
(di bawah pimpinannya) di jalan Allah”. Nabi mereka menjawab: ”Mungkin sekali
jika kamu nanti diwajibkan berperang kamu tidak akan berperang”. Mereka
menjawab: ”Mengapa kami tidak mau berperang di jalan Allah, padahal
sesungguhnya kami telah diusir dari anak-anak kami?”. Maka tatkala perang itu
diwajibkan atas mereka, mereka pun berpaling kecuali beberapa saja diantara
mereka. Dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang zalim.”
Ketika muncul seorang penguasa zalim
yang menindas rakyatnya dan membuat berbagai kerusakan di muka bumi, maka Allah
Swt. mengirimkan kepadanya orang yang mengingatkannya dan menghentikan
perbuatan zalimnya itu. Bisa jadi orang yang diutus Allah untuk menghentikan
perbuatan si zalim itu adalah seorang yang adil, atau bisa juga orang yang
zalim juga seperti penguasa itu.
Kapan Allah Swt. mengirim pemimpin
dan penguasa yang adil? Jawabnya, ketika umat Islam mau kembali dan taat kepada
hukum dan ketentuan Allah Swt. Hal ini ditegaskan oleh Allah Swt. dalam
firman-Nya,
“Jikalau sekiranya penduduk
negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada
mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami)
itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS Al-A’raf: 96).
Allah Swt. mengutus Nabi Ibrahim as.
kepada Namrud yang tiranis, mengirim Nabi Musa as. kepada Fir’aun yang sombong
lagi menindas, menyuruh Thalut untuk melawan Jalut yang kejam, dan menghadirkan
Nabi Muhammad saw. di tengah-tengah masyarakat Quraisy yang musyrik dan suka
membunuh.
Jadi Sunnatu at-Tadafu’
merupakan sesuatu yang mesti ada dalam kehidupan dunia ini untuk mencegah
kerusakan di bumi, sehingga sebagian manusia tidak melanggar hak asasi sebagian
yang lain, dan si kuat tidak memangsa si lemah. Jika Sunnatu at-Tadafu’
ini tidak ada, maka dunia akan dikuasai oleh hukum rimba.
Hukum Pergiliran (Sunnatut Tadawul)
Ini pembicaraan seputar hukum
pergiliran. Ini semacam siklus kehidupan. Bahwa roda kehidupan dunia sepanjang
sejarahnya terus berputar tiada henti. Sejarah telah melemparkan manusia ke
langit kebesaran, dan sebagiannya dilindas rodanya dengan kejam, kemudian
kaidah pergiliran itu berlaku, orang-orang yang tadinya diatas tiba-tiba harus
bergelimpangan dibawah, dan mereka yang tadinya berdarah-darah di bawah
sekarang berkibar di puncak gunung kejayaan.
Untuk apa?
Apakah untuk menangisi kekalahan,
seperti tumpah ruahnya kesedihan para sahabat saat mengalami kekalahan pada
perang Uhud dalam bentuk isak tangis dan derai air mata? Padahal Allah swt
telah mengingatkan,
“Dan janganlah kamu merasa hina
dan bersedih, sebab kamulah yang lebih
tinggi jika kamu beriman. Jika kamu tersentuh kekalahan (musibah), maka luka (
musibah) yang sama juga menimpa kaum yang lain. Demikianlah hari-hari
(kemenangan) kami pergilirkan diantara manusia.” (QS. Ali Imran: 140)
Berbicara soal sunnatut tadaawul kita
teringat dengan kisah Nabi Yusuf as.
Tumbuh dalam dekapan hangat kasih
sayang orang tuanya.
Lalu dillemparkan ke dalam sumur oleh
sauadara-saudaranya yang memendam bara iri dan dengki.
Kemudian diselamatkan oleh sekelompok
orang dan dijual sebagai budak. Ia menjalani masa-masa remajanya di tengah
keluarga seorang pembesar Mesir.
Lalu dipenjara karena mempertahankan
kesuciannya dari godaan istri pembesar Mesir itu.
Hingga kemudian dibebaskan karena
memiliki kemampuan tertentu dan diangkat menjadi perdana mentri.
Begitulah Nabi Yusuf as. dari ter-zalimi
menjadi orang yang berkuasa.
From Zero to Hero
“Allah tidak akan mengubah nasib
suatu kaum sebelum mereka mengubah apa yang ada di dalam diri mereka sendiri.”
(QS. Ar-Ra’du: 11)
Ini memberikan kita paradigma, pertama
pantangan untuk patah arang karena semenderita apapun kesusahan kita, selalu
tersedia kesempatan untuk merubah keadaan menjadi lebih baik. Kedua,
keharusan untuk menjadi pribadi yang terus bertumbuh. Ini agar kapasitas
internal kita selalu bisa lebih besar dari realitas dan tantangan kita.
Jadi, sunnatut tadaawul
sebenarnya adalah agar kita cermat menghitung, sudah seberapa banyak kita
mengumpulkan syarat yang akan memantaskan kita menjadi bintang dilangit
sejarah, dan bukannya malah mengeluh.
Itulah tiga hukum alam dalam
kehidupan ini. Hukum yang mau tidak mau harus kita hadapi dan harus kita
lewati. Termasuk wabah virus corona. Virus corona adalah makhluk Allah
swt. Allah lah yang menggerakkannya. Munculnya virus corona sekarang, adalah
bagian dari sunnatullah. Kehendak Allah swt. Entah itu sebagai ujian, teguran
atau bahkan azab untuk kita, manusia.
Semoga kita
diberi kesabaran melalui musibah ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar