Minggu, 22 November 2009

Akhlak Bekerja

1.A. IKHTIAR
a. Merencanakan pekerjaan sematang-matangnya oleh ahlinya (dengan ilmu)
“…maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (QS. An Nahl 16:43)
“Ketika kekuasaan dipegang oleh orang-orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah hari (kiamat) itu.” (HR. Bukhari)
Jika suatu persoalan diserahkan kepada orang yang tidak memiliki ilmunya maka mudharat yang dihasilkan akan lebih banyak daripada manfaat yang dihasilkannya.


b. Musyawarah
Fadhail syuraa :
§ banyak gagasan
§ tekanan per individu berkurang karena beban kerja akan ditanggung bersama
§ bisa mengerjakan tugas interdisipliner (berbagai disiplin tugas)
§ mempunyai potensi menyelesaikan tugas yang lebih sulit, lebih banyak dengan lebih baik dibandingkan seorang individu

‘Maka disebabkan Rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkan-lah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. (QS. Ali Imran 3:159)
Ayat diatas memberikan petunjuk bahwa andaikata suatu persoalan telah diputuskan dalam musyawarah maka kita diminta konsisten melaksanakannya dan menyerahkan hal-hal yang diluar kekuasaan kita kepada Allah. Demikianlah yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. dalam perang Uhud sewaktu telah diputuskan dalam musyawarah untuk menghadapi musuh di luar kota Madinah; maka Nabi marah tatkala masih ada pemuda yang bimbang untuk berperang di luar kota.

“Maka sesuatu apa pun yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di dunia; dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakal, dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji dan apabia mereka marah mereka memberi maaf. Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan-nya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari Rezki yang Kami Berikan kepada mereka. (QS. Asy Syu’ara 42:36-38)

c. Do’a
“Sedekat-dekat hamba kepada Tuhan, ketika ia bersujud kepada Tuhan, maka banyak-banyaklah berdo’a di dalam sujud itu.” (HR. Muslim)

d. Pelaksanaan dengan sebaik-baiknya (Jiddiyyah)
Jiddiyah (kesungguhan) adalah lawan dari main-main, menyepele-kan, lemah dan santai.
Beberapa karakteristik kesungguhan :
· Memanfaatkan waktu
· Menjauhi senda gurau, jika sedikit, maka hal itu tidak berbahaya untuk mencerahkan jiwa.
Wasiat Hasan Al Banna, “Janganlah engkau bersenda-gurau, karena umat mujahid tidak mengenal kecuali kesungguhani.”
· Sigap dengan tugas, tanpa menunda pekerjaan sekarang untuk esok. Tidak ada istilah santai dan berleha-leha, hingga pekerjaan menumpuk
· Mengatasi kesulitan dan rintangan, seorang yang sungguh-sungguh tidak akan menyerah dengan kesulitan, dan tidak melemah di hadapan rintangan. Tetapi ia mengatasinya, selalu mencari jalan keluar, melipatgandakan kesungguhan dan terus menghadapinya sampai titik darah penghabisan.

e. Hasil akhir diserahkan pada Allah (Tawakal)
1.B. DO’A
Urgensi do’a dalam bekerja :
Rasulullah saw. pernah bersabda: “Barangsiapa yang dibukakan baginya pintu untuk berdo’a berarti telah dibukakan baginya pintu-pintu rahmat. Tidak ada satu permohonan yang dicintai lebih dari permohonan Afiat/keselamatan. Do’a itu bermanfaat dari apa yang telah diturunkan atau yang belum diturunkan. Tidak ada yang menolak al-Qadha (ketetapan) Allah selain do’a seseorang yang dihaturkan kepada Allah. Karena itu, rajinlah berdo’a.” (HR. Tirmidzi)

1.C. TAWAKKAL
“Dan, tawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah sebagai pelindung.” (QS. An-Nisa’:81)
“Dan hanya kepada Allah hendaknya kalian bertawakal, jika kalian benar-benar orang yang beriman.” (QS. Al-Maidah:23)
“Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath-Thalaq:3)
“Kemudian apabila kalian telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.” (QS. Ali Imran:159)
“Jika Allah menolong kalian, maka tak ada orang yang dapat mengalahkan kalian, dan jika Allah membiarkan kalian (tidak memberikan pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kalian (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang Mukmin bertawakal.” (QS. Ali Imran:160)
Allah menjadikan tawakal sebagai salah satu sifat orang-orang Mukmin yang fundamental.
“Katakanlah, ‘Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang teah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.” (QS. At-Taubah 9:51)
“Dan, hanya kepada Allah hendaknya kalian bertawakal, jika kalian benar-benar orang yang beriman.” (QS. Al-Maidah 5:23)
Hakikat Tawakal
Bisyr Al-Hafy berkata, “Andaikata seseorang benar-benar bertawakal kepada-Nya, tentu dia ridha terhadap apa yang dilakukan Allah terhadap dirinya.”
Tawakal adalah berserah diri kepada ketetapan dan takdir Allah dalam setiap keadaan. Jika dia bertawakal dengan sebenar-benarnya tawakal, berarti ridha terhadap apa pun yang dilakukan pelindungnya.
Abu Turab An Bakhsyaby berkata, “Tawakal adalah jika diberi dia bersyukur dan jika ditahan dia bersabar.”
Tawakal tidak benar kecuali disertai pelaksanaan sebab. Jika tidak, maka itu batil dan merupakan tawakal yang rusak.
Orang yang bertawakal merasa tenang karena ada janji Allah, orang yang berserah diri cukup dengan pengetahuan tentang Allah dan orang yang pasrah ridha terhadap hikmah Allah.

”Dan, tida ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allahlah yang memberi rezkinya.” (QS. Hud:6)
“Dan, berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezkinya sendiri. Allahlah yang memberi rezki kepadanya dan kepada kalian dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Ankabut:60)

Muslim yang bertawakal bukan berarti mengabaikan upaya mencari rezki. Mereka tetap berusaha dan mengeluarkan jerih payahnya. Tetapi mereka merasa tenang, karena yakin tak seorang pun yang akan memakan bagian rezkinya yang telah ditentukan Allah baginya.
Diantara buah tawakal, bahwa tatkala orang yang bertawakal kepada Allah menyodorkan sebagian sebab seperti yang telah diperin-tahkan dan sesuai dengan kesanggupannya, maka apa yang ada di luar kekuatannya akan disempurnakaan oleh kekuasaan Ilahy Yang Mahatinggi.

Tawakal tidak menafikan pertimbangan sebab (Ikhtiar)
Ada seorang laki-laki datang sambil membawa onta betina miliknya, seraya bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah saya harus membiarkan onta ini dan saya bertawakal, ataukah saya harus mengikatnya dan bertawakal?” Beiau menjawab, “Berilah tali kekang dan bertawakallah.”

Rasulullah bersabda “Andaikata kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya Dia akan memberi kalian rezki sebagaimana Dia memberikan rezki kepada burung, yang pergi dalam keadaan perut kosong dan kembali lagi dalam keadaan kenyang.”
Sabda beliau ini mengisyaratkan adanya sebab. Allah tidak memberi jaminan kekenyangan kepada burung yang pergi kecuali kepergiannya itu untuk aktif bergerak dan menyebar untuk mencari makan.
Buah tawakal kepada Allah
a. Ketenangan dan Ketentraman
Karena meyakini adanya pertolongan dari Allah untuk menyem-purnakan apa yang ada diluar kekuatannya.

b. Kekuatan
Yaitu kekuatan spiritual dan jiwa yang melebihi kekuatan material, kekuatan senjata maupun kekuatan uang. Kekuatan ini yang menjadi berkah bagi seorang muslim dalam menghadapi berbagai persoalan / masalah / ancaman yang dihadapinya.
“Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah, berkata, ‘Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar’. Tatkala Jalut dan tentaranya telah tampak oleh mereka, mereka pun berdoa, “Ya Rabb kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir’. Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah.” (QS. Al-Baqarah 2:249-251)

c. Keperkasaan
Orang yang bertawakal adalah orang yang perkasa sekalipun tanpa dukungan. Hati mereka bergantung kepada Allah, tidak membutuh-kan kecuali rahmat-Nya dan tidak takut kecuali adzab-Nya.

d. Ridha
Sebagian ulama berkata, “Selagi aku ridha kepada Allah sebagai pelindung, maka kudapatkan jalan untuk setiap kebaikan.

e. Harapan
Orang yang bertawakal kepada Allah tidak mengenal rasa putus asa di dalam hatinya. Sebab Al-Qur’an sudah mengajarinya bahwa keputusasaan merupakan benih kesesatan dan kufur.

“Ibraham berkata, ‘Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Allah kecuali orang-orang yang sesat.” (QS. Al-Hijr :56)
Seorang muslim senantiasa memiliki harapan untuk memperoleh keberuntungan yang diminta, keselamatan dari sesuatu yang tidak disukai, kemenangan kebenaran atas kebatilan, petunjuk atas kesesatan, keadilan atas kezhaliman dan kesulitan yang lenyap.

Wahai orang yang dizhalimi dan kalah, wahai orang yang dianiaya dan kesulitan, wahai orang yang terluka dan ditimpa bencana, janganlah engkau putus asa, sekalipun banyak rintangan yang menghadang di depanmu. Sesungguhnya Dzat yang mengetahui hal-hal yang gaib, yang mengampuni dosa dan membalik hati, akan menyingkirkan kesusahan darimu, mewujudkan apa yang engkau minta, sebagaimana penyakit yang akhirnya dijauhkan dari dir Ayyub dan kembalinya Yusuf kepada Ya’qub.
Pendorong-pendorong Tawakal

1. Mengetahui Allah dengan Asma’ul Husna-Nya
Barangsiapa mengetahui Allah sebagai Rabb yang pengasih dan penyayang, yang perkasa, bijaksana, mendengar, mengetahui, hidup, berdiri sendiri, kaya, terpuji, melihat, berkuasa, pemberi rezki, kuat, tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari pengeta-huan-Nya, tidak ada sesuatu pun yang membuat-Nya lemah, bias berbuat apa pun yang Dia inginkan dan kehendaki di masa lalu atau pun yang akan datang, maka dia tentu merasa terdorong untuk bersandar dan bertawakal kepada-Nya.
Siapapun yang lebih mengetahui Allah dan sifat-sifat-Nya, maka tawakalnya lebih benar dan lebih kuat.

2. Percaya kepada Allah
Percaya kepada Allah merupakan buah pengetahuan. Jika seseorang mengetahu Allah dengan sebenar-benarnya, tentu dia akan percaya kepada-Nya secara utuh, jiwanya menjadi tenang dan hatinya menjadi tentram.
Gambarannya adalah bercaya bahwa Dia lebih menyayangi hamba-hamba-Nya, melebihi rasa kasih saying orang tua kepada anaknya dan bahka Dia lebih santun terhadap mereka daripada kesantunan mereka terhadap dirinya sendiri. Dia lebih mengetahui kemaslaha-tan mereka daripada pengetahuan mereka sendiri.
Gambaran lain adalah percaya kepada janji yang disebutkan Allah di dalam Kitab-Nya, bahwa Dia adalah pelindung orang-orang yang beriman, pendukung dan penyelamat mereka. Dia senantiasa bersama mereka untuk memberi pertolongan dan Dia tidak akan mengingkari janji.
Gambaran lain adalah percaya kepada jaminan rezki yang diberikan kepada makhluk-Nya.
“Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi rezki, Yang Mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” (QS. Adz-Dzariyat:58)

3. Mengetahui Diri Sendiri dan Kelemahannya
Orang yang jauh dari tawakal adalah yang terperdaya oleh keadaan dirinya sendiri, yang mengagumi ilmunya, yang bangga dengan kekuatannya, yang tertipu dengan kekayaan yang dimilikinya, yang mengira bahwa dia tidak lagi membutuhkan Allah.
“Ketahuilah, sesungguhnya manusia itu benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup.” (QS. Al-Alaq’:6-7)
Tawakal bias digambarkan dari orang yang merasa membutuhkan kepada pelindung dan tidak mungkin baginya untuk tidak membutuhkannya sekalipun hanya sekejap mata.

4. Mengetahui Keutamaan Tawakal
“Dan, barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath-Thalaq:3)
5. Hidup bersama Orang-orang yang Bertawakal

1.D. SYUKUR
Muslim wajib mensyukuri nikmat.
“Wahai orang-orang yang beriman, makanlah di antara Rezeki yang baik-baik yang Kami Berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah.” (QS. Al-Baqarah 2:172)

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhan-mu Memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan Menambah (Nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (Nikmat-Ku), maka sesungguhnya Azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrohim 14:7)
“Dan sesungguhnya telah Kami Berikan Hikmat kepada Luqman, yaitu, “Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Luqman 31:12)
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku Ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu mengingkari (Nikmat)-Ku.” (QS. Al-Baqarah 2:152)
“… dan Allah akan Memberi Balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Ali Imran 3:144)

Bekerja untuk bersyukur :
“Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendaki-nya dari gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari Hamba-hamba-Ku yang berterima kasih.” (QS. Saba’ 34:13)

Peringatan akan kelalaian kebanyakan manusia dari bersyukur :
“Dan sesungguhnya Tuhan-mu benar-benar Mempunyai Karunia yang besar (yang Diberikan-Nya) kepada manusia, tetapi kebanyakan mereka tidak mensyukuri(nya).” (QS. An Nahl 27:73)

“Kemudian Dia Menyempurnakan dan Meniupkan ke dalam (tubuh)nya Roh (Ciptaan)-Nya dan Dia Menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.” (QS. As-Sajdah 32:9)

Berdo’a agar diberikan ilham untuk senantiasa bersyukur :
“Dan dia berdoa, “Ya Tuhan-ku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri Nikmat-Mu yang telah Engkau Anugerah-kan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau Ridhai; dan masukkanlah aku dengan Rahmat-Mu ke dalam golongan Hamba-hamba-Mu yang saleh.” (QS. An Naml 27:19)

Mensyukuri nikmat Allah antara lain dengan cara :
1. Mengucapkan syukur (dengan hati dan lisan)
2. Menjaga dan memelihara nikmat yang diberikan
3. Menggunakan sesuai keinginan dari pemberi nikmat (dengan perbuatan)
Tawakal sebagai penopang syukur :
“Sungguh Allah telah menolong kamu dalam Peperangan Badr, padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah , supaya kamu mensyukuri-Nya.” (QS. Ali Imran 3:123)

1.E. SABAR
Keharusan sabar bagi Mukmin
Karena sabar adalah ciri dari seorang Mukmin.
“Dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan penderitaan dan dalam peperangan, mereka itulah orang-orang yang benar (imannya) dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa.” (Al-Baqarah 2:177)
“Hai orang-orang yang beriman bersabarlah kamu dan kuat-kanlah kesabaranmu.” (QS. Ali Imran 3:220)

Sabar di sini ialah ibadah dan pendekatan diri kepada Allah SWT.
“Dan untuk Robbmu hendaklah kamu bersabar.” (QS. Al-Muddatstsir:7)Cobaan bagi ahli iman adalah suatu kepastian

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan : “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rajiuun” (Al Baqarah 2:155-156)
“Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutuan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertaqwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan.” (QS. Ali Imran 3:186)

“Dan di antara manusia ada yang mengabdi Allah pada garis batas, hingga jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akherat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (QS. Al Hajj 22:11)
Keutamaan Sabar

“Tidaklah seorang muslim menderita karena kesedihan, kedudukan, kesusahan, kepayahan, penyakit dan gangguan duri yang menusuk tubuhnya kecuali dengan itu Allah mengampuni dosa-dosanya.” (HR. Bukhori)

“… Siapa yang berlatih kesabaran, maka Allah akan menyabarkannya. Dan tiada orang yang mendapat karunia (pemberian) Allah yang lebih baik atau lebih dari kesabaran.” (HR. Bukhari, Muslim)

Bersabda Rasulullah saw.: Sangat mengagumkan keadaan seorang mukmin, sebab segala keadaannya untuk ia sangat baik dan tidak mungkin terjadi demikian kecuali bagi seorang mukmin: Jika mendapat nikmat ia bersyukur, maka syukur itu lebih baik baginya dan bila menderita kesusahan; sabar, maka kesabaran itu lebih baik baginya.” (HR. Muslim)

Mensyukuri suatu nikmat berarti memupuk nikmat dan menimbulkan pahala yang lebih besar dari kenikmatan dunia yang telah diterima. Demikian pula jika menderita bala’ kesusahan, lalu sabar, maka pahala kesabaran merubah suasana bala’ menjadi kenikmatan sebab pahala yang tersedia baginya, jauh lebih besar daripada penderitaan-nya.

Bersabda Rasulullah saw.: Siapa yang dikehendaki oleh Allah padanya suatu kebaikan (keuntungan), maka diberinya penderitaan. (HR. Bukhari)
Aspek-aspek Sabar dalam Al-Qur’an

· Sabar terhadap petaka dunia
“Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Allah dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al Baqarah 2:155-157)

“Mukmin yang kuat adalah lebih baik dan Allah lebih mencintai daripada mukmin yang lemah, dan dalam segala sesuatupun ada kebaikan. Jagalah barang yang berguna bagi dirimu dan mohonlah pertolongan Allah dan janganlah engkau merasa lemah. Bila ada sesuatu yang menimpamu, maka janganlah engkau mengatakan, “Jikalau sekirannya aku lakukan begini niscaya akan begini. Akan tetapi katakanlah, “Allah telah mentakdirkan, dan apapun yang Dia kehendaki Dia perbuat, karena sesungguhnya perkataan ‘kalau …’ itu membuka kesempatan bagi syaitan untuk bekerja (memperdaya).” (HR. Muslim)

Dalam Al-Qur’an dicontohkan sabar Nabi Ayyub dalam menang-gung penderitaan sakit an kehilangan anggota keluarganya. Sabar Nabi Ya’qub berpisah dengan dua orang putranya (Yusuf dan saudaranya) dan dusta serta tipu muslihat anak-anaknya kepadanya.

Sabar ditimpa musibah, ialah teguh hati ketika mendapat cobaan, baik yang berbentuk kemiskinan maupun berupa kematian, kecelakaan, nasib sial, dsb.

· Sabar terhadap gejolak nafsu
Secara lebih spesifik meliputi sabar menyangkut kesenangan hidup, sabar terhadap dorongan nafsu seksual serta sabar untuk tidak marah dan dendam.

“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai ujian.” (QS. Al Anbiyaa:35)

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS. Al Munaafiquun: 9)
Allah SWT baik dalam memberikan kesenangan ataupun pembata-san rezeki merupakan ujian dan cobaan.

“Dan jika kamu memberikan balasan , maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.” (QS. An Nahl: 126)
Sabar terhadap kehidupan dunia, ialah sabar terhadap tipu daya dunia; jangan sampai terikat hati kepada kenikmatan hidup duniawi. Kehidupan dunia hendaknya dipahami bukan sebagai tujuan hidup, namun hanya sebagai alat untuk mempersiapkan diri menghadapi kehidupan yang abadi.

· Sabar dalam ketaatan kepada Allah
Yaitu sabar dalam ketaatan kepada Allah SWT dengan melaksana-kan seluruh tugas dan kewajiban dalam beribadah kepada-Nya

“Dan perintahkanlah kepada umatmu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu (sebaliknya) Kamilah yang membe-ri rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Thaahaa:132)

Seorang yang taat dan patuh membutuhkan sabar dalam tiga hal.
Pertama, sabar sebelum ketaatan yaitu dengan ikhlasun niyyah dalam melawan bayang-bayang riya.

Kedua, sabar pada saat bekerja (operasional) agar tidak melalaikan Allah dan tidak malas untuk menepati pelaksanaan peraturan dan hukum Allah, dan memenuhi syarat-syarat peraturan hingga tuntas seluruh pekerjaannya. Selalu sabar melawan kelemahan, kekesalan dan kejenuhan.

Ketiga, setelah selesai pekerjaan dibutuhkan kesabaran dengan tidak merasa bangga dan menepuk dada karena riya dan mencari popularitas, sehingga mengakibatkan hilangnya keikhlasan.

· Sabar dalam kesulitan berdakwah di jalan Allah
Berdakwah di jalan Allah diliputi kesal, sakit hati, korban perasaan dan beban berat yang tidak dapat dipikul kecuali oleh orang-orang yang mendapat rahmat Allah SWT.

“Hai anakku dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)” (QS. Luqman: 17)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar