Selasa, 26 Januari 2010

Mauqif Tarbawi (Penyikapan Tarbiyah)

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”. (Al-Ankabut: 69)

Tarbiyah sebagai munthalaq dakwah ini, telah banyak memberikan arahan dan bimbingan pada pesertanya. Baik arahan dalam masalah keyakinan, wawasan, tumbuh kembang realitas kekinian serta penyikapan terhadap suatu persoalan. Sehingga peserta tarbiyah tidak buta atau salah dalam memandang masalah. Arahan ini untuk menghindari kekeliruan dalam mencermati berbagai permasalahan. Sebab tidak sedikit orang yang salah menilai lantaran tidak memiliki arahan. Arahan ini menjadi dhawabith dalam menyikapi sesuatu. Amatlah naif bagi seorang kader dakwah yang sudah memegang patokan penilaian bila tidak pandai menyikapinya.

Sabtu, 09 Januari 2010

Mengenal Para Mursyid Ikhwanul Muslimin; 3. Umar At-Tilimsani

Beliau diangkat menjadi Mursyid Am ketiga Ikhwanul Muslimin setelah ustadz Hasan Al-Hudaibi; mursyid kedua Ikhwanul Muslimin meninggal dunia.

Riwayat Hidup:

Pada tanggal 4 bulan November tahun 1904, lahir di Jalan al-Husy depan Balghoriyah, desa ad-darb al-ahmar Kairo, seorang bayi yang bernama lengkap, “Umar Abdul Fattah Abdul Qadir Mustafa At-Tilmisany” dan julukan At-Tilmisani bukan berasal dari Mesir asli, karena kakek dari bapaknya berasal dari daerah Tilmisani Al-Jazair, datang ke kota Kairo dan bekerja sebagai pedagang, dan menjadi pembesar dari kumpulan orang-orang kaya.

Umar At-Tilmisani menikah pada umur yang sanagt muda, yaitu pada usia delapan belas tahun dan masih menjadi pelajar di sekolah umum tingkat atas (SMU-red) dan beliau tidak menikah lagi setelah sampai Allah mewafatkannya pada bulan Agustus 1979, setelah Allah memberikan kepadanya empat orang anak: Abid, Abdul Fattah, dan dua orang putri. ”

Dan ketika beliau berhasil menerima ijazah licence sebagai Sarjana Hukum, beliau bekerja sebagai pengacara, dan membuka kantor sendiri di daerah Syibin Al-Qanatir, dan pada tahun 1933 beliau bertemu dengan Ustadz “Hassan al-Banna” di rumahnya, yang mana ketika itu beliau tinggal di Jalan Abdullah Bek, gang Al-Yakniyah di distrik Al-khayamiyah, dan langsung berbai’at. Dan sejak saat itu beliau resmi menjadi anggota jamaah Ikhwanul Muslimin, dan menjadi orang pertama dari seorang pengacara yang mewakili Ikhwan untuk memberikan pembelaan atas anggota Ikhwan yang ditangkap di pengadilan Mesir.

Kepribadian beliau

Beliau dikenal dengan pribadi yang teguh dan tsabat dalam kesehariannya, bahkan di dalam penjara pun beliau tetap tegar dan teguh karena kebenaran, tidak pernah luluh pendiriannya oleh karena teror atau ancaman, karena itu pula beliau melewati masa di penjara selama 20 tahun..

Beliau juga merupakan anggota Ikhwan yang paling sabar dan teguh pendirian, sekalipun sangat keras siksaan dan interaksi orang-orang zhalim terhadapnya namun lisannya tidak pernah luput dari berdzikir kepada Allah dan bahkan terus mengajak para Ikhwan untuk bersabar dan tsabat hingga akhirnya beliau keluar dari penjara pada tahun 1981, dan setelah itu beliau tetap menerima ujian dan cobaan namun beliau tetap dengan keteguhan, kesabaran dan tsabat.

Beliau pernah berkata: Saya sama sekali tidak takut pada siapapun dalam hidup ini kecuali kepada Allah, dan tidak ada yang bisa mencegah saya untuk lantang pada kebenaran yang saya yakin terhadapnya sekalipun berat dilakukan oleh orang lain, dan sekalipun saya harus menemui berbagai ujian dan cobaan, saya akan tetap mengungkapkannya dengan penuh ketenangan, hati-hati dan beretika, tidak menyakiti orang yang mendengarnya, tidak menyinggung perasaan, dan selalu menghindar dari ucapan dan ungkapan yang saya rasa tidak akan disukai oleh lawan bicara saya atau orang yang mendebat saya, sehingga dengan metode ini, saya mendapatkan ketenangan pada diri saya, sekalipun dengan metode ini saya mendapat banyak pertentangan dari pihak musuh.

Ustadz Umar At-Tilimsani sangat disenangi dan dikagumi oleh khalayak masyarakat Mesir, sebagaimana kalangan masyarakat Coptic’s juga menghormati beliau, bahkan para pejabat negara pun sungkan dan enggan dengan kepribadian beliau dan menyadari akan kharisma beliau.

Sebagaimana para Ikhwan juga memandang beliau sebagai teladan dan mereka berlomba-lomba ingin dapat talaqqi langsung dengan beliau, melaksanakan perintahnya. Hal tersebut terjadi karena dilandasi oleh rasa cinta karena Allah dalam menjalin hubungan antara dirinya dengan yang lain, bekerja untuk menerapkan syariat Allah dan mencari ridha Allah SWT..

Pelajaran-pelajaran, muhadharah-muhadharah, nasihat-nasihat dan taujihat-taujihat beliau selalu memberikan motivasi kepada umat khususnya para pemuda dan para tokoh, serta para ulama lainnya dalam mengemban amanah dan menunaikan tanggung jawab, sehingga mereka bangkit untuk mengikutinya, melaksanakan arahan-arahan dalam berbagai kondisi untuk mengembalikan Islam pada kekuatannya dan menjadi pemimpin dan penguasa di dunia.

Demikianlah seharusnya sikap para du’at di sepanjang zaman dan waktu, sebagaimana hal tersebut juga merupakan risalah yang dibawa oleh para nabi dan rasul, dan menjadi warisan bagi para ulama, aktivis, para du’at yang jujur, beriman dan ikhlas.

Beberapa karakter ustadz Umar At-Tilimsani:

1. Zuhud pada dunia

Beliau sangat memahami wasiat nabi saw yang disampaikan kepada Abdullah bin Umar, “Jadilah di dunia seakan-akan asing atau dalam perjalanan” (Bukhari)… Setelah bergabung dengan kafilah dakwah, beliau tidak pernah mau tunduk pada dunia, bahkan beliau begitu zuhud, berkhidmat untuk dakwah dengan hati, lisan dan jasadnya; hatinya selalu tenteram dengan berdzikir kepada Allah dan mencintai dakwah ini, dan melalui lisannya beliau memberikan dan menyampaikan muhadharah, pelajaran dan makalahnya di berbagai media masa, dan melalui jasadnya beliau mampu bergerak ke berbagai penjuru sehingga diikuti oleh banyak manusia dalam berdakwah kepada Allah..

Dan beliau tidak pernah putus asa, dan beliau pernah ditawarkan harta berlimpah dalam menunaikan dakwah ini namun beliau menolaknya, beliau berkata kepada orang yang memberi harta kepadanya: “Telah datang kepada Anda seorang dai bukan pencari harta”. Beliau juga menolak untuk mengambil upah dari salah satu media yang di dalamnya beliau menulis makalah tentang dakwah, dan beliau berkata: “Saya tidak akan menjual sedikit pun dakwah Ikhwan, saya hanyalah seorang juru dakwah kepada Allah”.

2. Sabar dan berharap hanya kepada Allah

Ustadz Umar At-Tilimsani adalah sosok yang memiliki teladan dalam kesabaran, ketika berada dalam penjara –penjara yang begitu kotor- tempat yang banyak kotoran yang menjijikan, dingin menusuk tulang, panas yang terik dan angin yang menghembus keras membawa debu-debu; membuat hidup tidak nyaman, tidur tidak tenang, jiwa selalu gelisah.. namun beliau menerimanya dengan penuh senyum dan suka ria. Beliau adalah sosok yang memiliki keteguhan, iman yang kuat dan kepercayaan yang sangat kokoh, selalu mengumbar senyum kepada Ikhwan nya, memberikan keteguhan dan selalu menolak dari seorangpun ketika ingin memberikan bantuan untuknya, dan beliau selalu melakukan segala urusannya dengan sendirinya.

3. Keteguhan dalam mengucapkan kebenaran

Nampaknya beliau adalah sosok yang disebutkan Allah dalam ayat “yaitu mereka yang menyampaikan risalah Allah dan takut kepada Allah dan tidak takut kepada siapa pun kecuali kepada Allah”. Beliau tegar dan berani dalam menyampaikan kebenaran di hadapan presiden Sadat, ketika beliau bertemu dengannya, Sadat menuduhnya dengan berbagai kecaman, lalu dengan berani beliau menjawabnya, memanggilnya dengan nama asli dan mengadukan nya kepada Allah, sedangkan Sadat mendengarkan jawabannya dengan tubuh gemetar, dan ketika Sadat bertanya siapakah mursyid Am Ikhwanul Muslimin? Beliau menjawab: “Sayalah Mursyid Am Ikhwan.

Ketika itu hukuman atas orang yang menjabat sebagai ketua jamaah ilegal adalah 25 tahun, dan beliau menerimanya dengan senang hati, hanya berharap ganjaran dari Allah, bagaimanapun kondisinya.

4. Lisan yang bersih

Beliau juga memiliki lisan yang bersih, ungkapan yang manis dan sama sekali tidak pernah menyakiti seorang pun dari lisannya. Beliau pernah berkata tentang dirinya: “Saya telah berjanji pada diri ini untuk tidak menyakiti seorang pun melalui ungkapan para nabi, sekalipun diriku adalah pelaku oposisi (penentang) dalam kebijakan politik, bahkan sekalipun mereka menyiksa saya.. bahwa pekerjaan saya adalah berjuang di jalan Allah, yang mesti menanggung berbagai cobaan dan siksaan yang diarahkan kepada saya, menangkap saya namun saya tetap bertawakal kepada Allah, tidak peduli dengan apa yang mereka lakukan, dan berbagai tindakan yang mereka lakukan terhadap diriku…

5. Di antara ungkapan-ungkapan beliau

- Imam Hasan Al-Banna telah mengajarkan kepada saya bahwa kezhaliman tidak akan mampu dihancurkan kecuali karena umat manusia tidak penuh menguasai kekuatannya”. Para anggota Ikhwanul Muslimin pada masa pemerintahan Abdul Naser banyak yang dipenjara, meninggalkan anak-anak dan istri-istri mereka tanpa ada yang menanggungnya, namun Ikhwan berharap perbuatan mereka adalah karena Allah, sehingga Allah melindungi anak-anak dan istri-istri mereka, karena barangsiapa yang hanya berharap kepada Allah, memuji Allah dan bersyukur kepada-Nya maka hal tersebut merupakan kelapangan rezki dan karunia dari Allah SWT.

- Bahwa penjara telah mampu menelurkan generasi dakwah yang agung dan mulia, generasi dengan penuh keteguhan dan ketegaran, hafal Al-Qur’an dan menerima ilmu yang banyak di dalamnya, mereka terus meningkatkan kesabaran dan tsabat, sekalipun jasad mereka menjadi lemah namun ruh mereka begitu besar dan begitu dekat hubungannya dengan Allah, di antara mereka adalah Umar At-Tilimsani, dan Allah telah menjanjikan untuk memberikan kepada jamaah ini seorang pemimpin yang kharismatik, seorang rabbani yang mampu memimpin kapal ini di tengah kerasnya ujian dan cobaan dengan penuh kesabaran dan hikmah.

- Dakwah pada masa beliau menjabat telah menyebar begitu luas, para pemuda banyak menerima akan dakwah beliau sehingga menjadi arus Islam yang begitu luas dan besar, terutama di universitas-universitas, persatuan-persatuan, dan lain sebagainya.

Awal mula bergabung dengan Ikhwanul Muslimin

Awal mula bergabungnya Umar At-Tilimsani dengan jamaah Ikhwanul Muslimin adalah langsung dihadapan pendirinya yaitu Hasan Al-Banna pada tahun 1933, setelah beliau diajak oleh dua orang anggota Ikhwanul Muslimin; “Izzat Muhammad Hasan dan Muhammad Abdul Aa’l untuk mengikuti pelajaran yang diisi oleh Imam Hasan Al-Banna.

Beliau masuk penjara pada 1948 dan kemudian pada tahun 1954, dan saat dibebaskan dari penjara pada akhir bulan Juni 1971 seorang petugas militer menghampirinya dan berkata: Anda telah dibebaskan … dan sekarang kumpulkan barang-barangmu untuk segera keluar dari tempat ini, dan pada saat waktu telah masuk malam; yaitu setelah waktu Isya, beliau berkata kepada petugas tersebut: bolehkah saya bermalam di sini untuk malam ini saja, lalu saya akan pergi nanti pada waktu pagi, karena saya telah lupa jalan-jalan di Kairo. Petugas tersebut berkata: Ini adalah bukan tanggung jawab saya, silakan keluar dari penjara, dan tidur di pintu masuk hingga waktu yang Anda inginkan, maka saya pun meminta taksi dan akhirnya kembali ke rumah dengan selamat.

Di kota Ismailia saat terjadi pertemuan antara Sadat dan Ustadz Umar At-Tilimsani, dan al-akh Abdul Azhim Al-muth’ini, lalu Sadat berbicara dan menyerang Ikhwanul Muslimin, lalu meminta Umar untuk membalasnya, maka diapun mempersilakan kepadanya untuk melanjutkan.

Dan ketika Sadat selesai berbicara, Umar menjawab dan berkata: “Jika orang lain berkata seperti ini maka saya akan mengadukannya kepada Anda, namun karena Anda yang berkata seperti demikian, maka saya akan mengadukan Anda kepada Allah,” maka Sadat pun berkata kepadanya: “Tolong tarik pengaduan Anda wahai Umar,” dan saat itu tubuhnya gemetaran, dan pertemuan berakhir tetapi kondisi masih tidak bersih karena Sadat masih saja melakukan pengkhianatan terhadap Ikhwanul Muslimin.

Kemudian Sadat pada tahun 1981 menangkap Umar At-Tilimsani dan bersama ratusan orang dari para cendekiawan, Coptic’s, uskup, dan para penulis serta lain-lainnya, dan Umar At-Tilimsani meninggal pada hari Rabu, 13 Ramadan 1406 H bertepatan dengan tanggal 22 Mei 1986 pada usia 82 tahun, setelah dirawat di rumah sakit akibat penyakit menderanya dan usia tua, kemudian beliau dishalatkan di Masjid Umar Makram di Kairo, dan upacara pemakamannya diiringi oleh sejumlah orang yang begitu besar hingga mencapai lebih dari seperempat juta orang –dan ada berpendapat setengah juta – dari masyarakat Mesir dan para utusan yang datang dari luar Mesir.

Begitu pula ikut hadir para pemuda yang berumur di bawah dan di atas dua puluh … mereka datang dari kota-kota dan desa-desa di Mesir, mereka ikut berpartisipasi dalam mengikuti prosesi pemakaman ini, mereka berlari-lari kecil dengan bertelanjang kaki di belakang mobil yang membawa jenazah, sementara air mata mereka membasahi wajah-wajah mereka, menangis atas meninggalnya sang dai pujaan nan kharismatik. Selain itu pula; pemerintah juga ikut berpartisipasi dan berbelasungkawa terhadap meninggalnya pemimpin Ikhwanul Muslimin tersebut.. dan ikut mengiringi pemakamannya, sebagaimana dihadiri pula oleh Perdana Menteri, Sheikh Al-Azhar saat itu, para anggota dari majma’ buhuts al-islamiyah (Akademi Penelitian Islam) dan ketua DPR/MPR, dan beberapa pimpinan dan tokoh Organisasi Kemerdekaan Palestina, dan beberapa tokoh dan ulama Mesir dan Islam serta sekelompok besar dari para diplomat; Arab dan dunia Islam.

Kesaksian tokoh tentang Umar At-Tilimsani

- Ibrahim Saa’dah, pemimpin redaksi Akhbar El Youm berkata dengan satu ungkapan: Umar At-Tilimsani telah meninggal .. negara dalam kondisi tenang.. bagi jamaah… bangsa… dan tanah air!

- Siaran radio Amerika: Jenazah ini telah menampakkan kekuatan dan antusiasme gerakan Islam di Mesir secara khusus dan mayoritas yang hadir adalah para pemuda.

- Majalah Kreeznet Internasional pada edisi tanggal 1-06-1986 menulis tentang beliau: “Dengan meninggalnya Umar At-Tilimsani seluruh harakah Islamiyah kehilangan seseorang yang memiliki kharisma yang mengagumkan, dan pengorbanannya akan menjadi inspirasi serta menempati posisi yang selalu dikenang sepanjang masa”.

Beberapa tulisan Mursyid Am “Umar At-Tilimsani”:

1. Dzikroyat la mudzakirat
2. Syahid al-mihrab
3. Hassan al-Banna al-mulhim al-mauhub (Hassan al-Banna dan inspirasi yang berbakat)
4. Wa ba’dhu ma ‘allamani al-ikhwan (beberapa sikap yang diajarkan oleh Ikhwanul Muslimin)
5. Fi riyadhi tauhid (dalam naungan tauhid)
6. Al-makhraj al-Islami min ma’zaq as-siyasi (Solusi Islam dari krisis politik)
7. Al-Islam wal hukumah ad-diniyah (Islam dan pemerintahan teokratis)
8. Islam wanzhratuhu as-samiyah lil mar’ah (Pandangan Islam terhadap wanita)
9. wa qala an -naas walam aqul fi ahdi Abdun nasir (ungkapan orang-orang namun saya tidak ikut mengatakannya pada masa pemerintahan Abdul Nasser)
10. Minsifatil abidin (beberapa karakteristik Abidin)
11. Ya hukkamal muslimin.. ala takhafunallah (Wahai para pemimpin Islam.. tidakkah kalian takut pada Allah)
12. Wala nakhafus salam walakin (kami tidak khawatir terhadap perdamaian, namun?)
13. Al-Islam wal Hayah (Islam dan kehidupan).
14. Haula risalah Nahwan nuur
15. Min fiqhil I’lam Al-Islami
16. Ayyam ma’as Sadat
18. Ara fiddiin wa siyasah (Beberapa pandangan tentang agama dan politik).

Referensi:

1. Min A’lam al-harakah al-islamiyah, mustasyar Abdullah Uqail
2. Miah mauqif min hayatil mursyidin lijamaatil Ikhwanul Muslimin
3. Umar At-Tilimsani wada’an
4. Dzikroyat la Mudzakirat, Umar At-Tilimsani
5. Majalah mujtama, edisi 1138, Syauqi Al-asthal

Mengenal Para Mursyid Am Ikhwanul Muslimin: 4. Muhammad Hamid Abu An-Nasr

Muhammad Hamid Abu An-Nasr, lahir pada tanggal 25 Maret 1913, di kota Manfaluth, propinsi Asyuth, Mesir. Sebuah daerah yang tumbuh di dalamnya Muhammad Hamid Abu An-Nasr, yang didirikan oleh kakeknya yang bernama Abu An-Nasr; seorang yang alim, Azahriy (ulama al-Azhar), penyair dan penulis dan merupakan salah satu pencetus kebangkitan kesusasteraan di Mesir di era Khadiwi Ismail, ikut juga berpartisipasi dalam penyusunan revolusi Arab, dan akhirnya Al-khadiwi Taufiq memutuskan untuk menentukan tempat tinggalnya di Manfelot , namun kemudian disingkirkan dengan cara diracun dan pada akhirnya meninggal pada akhir 1880.

Muhammad Hamid Abu Nasr hidup dalam keluarga yang kuat dengan kehidupan agama, sastra, dan politik. Dan hal tersebut diterjemahkan dalam partisipasinya mendirikan asosiasi keagamaan, dan forum kesusasteraan dan berpartisipasi dalam sistem politik; sehingga beliau dipercaya menjabat sebagai Amin mali (bendahara) Asosiasi Pemuda Islam, dan Ketua Asosiasi Reformasi Sosial Masyarakat dan anggota Komite Sentral delegasi di Manfelot.

Pada tahun 1933 menerima sertifikat kompetensi, dan menjadi anggota dari Asosisasi Reformasi Sosial Masyarakat di Manfalout tahun 1932, dan anggota dari Syubbanul Muslimin tahun 1933, dan Pada 1934 – 1935 M melallui temannya al-marhum ustadz Mohamed Abdul Dayem mendapat kabar bahwa mursyid pertama Ikhwanul Muslimin Hassan al-Banna akan berkunjung ke Jam’iyyah Syubbanul Muslimin di Asyuth, lalu beliau berbicara melalui telepon dengannya dan memintanya untuk untuk mengunjungi Manfalut untuk menyampaikan pidatonya disana. Dan setelah menyampaikan pidatonya mereka bertemu dan berdikusi bagaimana caranya mengembalikan umat Islam kepada Islam yang benar, dan saat itu beliau berkata kepada Imam Hasan Al-Banna berkata; namun hal ini bukanlah cara yang tepat untuk mengembalikan umat Islam pada masa keemasan dan kemuliaan masa lalu, beliau -Hasan Al-Banna- berkata kepadanya: jadi menurutmu bagaimana? Dan pada saat itu Muhammad Hamid Abu Nashr, berkata:” Saya pada waktu itu sangat berjiwa muda, dan senjata tidak pernah lepas dari saya seperti dalam menyambut pengunjung yang mulia yang saya cintai sebelum saya melihatnya. Saya berkata kepadanya: jadi satu-satunya cara untuk kembali kepada kemuliaan umat seperti masa lalu adalah ini… saya menunjukkan kepadanya senjata. Lalu beliau beliau turun dari tempat tidurnya seakan mendapatkan jawabannya, dan mendapatkan apa yang diinginkan, dan beliau berkata kepada saya: kemudian apa lagi? … bicaralah… lalu saya mendapatkan ucapan sebagai jawaban darinya dengan jelas, sambil mengeluarkan mushaf dari kopernya. Beliau berkata: apakah kamu mau berjanji dengan dua ini; mushaf dan senjata? Saya berkata: ya, dengan penuh kekuatan dan perasaan… dan saya tidak mensifatinya, kecuali karena karunia Allah yang berlimpah, dan kebahagiaan yang abadi yang di inginkan Allah melalui ilmu-Nya. Dan setelah selesai berbaiat dengan bentuk seperti tadi. Secara santai imam Hasan Al-Banna berkata: selamat, semoga Allah memberkahi, inilah awal kemenanganmu”.

Dakwah beliau

- Ustadz Muhammad Hamid bertemu dengan imam Syahid Hasan Al-Banna, pendiri dakwah Ikhwanul Muslimin di akhir tahun 1933, dan membaiatnya untuk bekerja di jalan Allah di bawah bendera dakwah yang penuh berkah ini.

- Ustadz Muhammad Hami adalah orang yang pertama kali bergabung pada barisan dakwah Ikhwanul Muslimin di daerah perkampungan Mesir.

- Menjadi ketua cabang di Manfaluth hingga menjadi anggota dalam lembaga pendiri (majelis syura), kemudian setelah itu menjadi anggota maktab Irsyad umum jamaah.

- Menghadapi penangkapan dan penjara serta dijatuhi hukuman pada tahun 1954 dengan hukuman kerja paksa selama 25 tahun, dan berlalu hukuman padanya 20 tahun di penjara Mesir dalam keadaan tegar dan kuat tidak pernah luntur dan gentar dalam berdakwah dan tidak pernah lunak walau terus berhadapan dengan rintangan, cobaan dan fitnah, sehingga beliau keluar dari penjara pada tahun 1974 untuk melanjutkan kontribusi dan jihadnya untuk meninggikan bendera Islam.

- Beliau terus melakukan dakwah dan kepemimpinannya hingga beliau diangkat menjadi mursyid am Ikhwanul muslimin menggantikan ustadz Umar At-Tilimsani pada tahun 1986.

Ustadz Muhammad Hamid adalah orang pertama yang selalu menemani pendiri jamaah Ikhwanul Muslimin, dan menjadi penopang harakah pada tahun 30-an, hidup bersamanya dalam penuh ujian bahkan berbagai rintangan dengan penuh kesabaran dan ikhlas, tidak pernah luntur azimahnya walau harus hidup di penjara, dan tidak pernah melemah walau harus berhadapan dengan kerasnya fitnah dan cobaan, sehingga beliau menjadi qudwah dalam keikhlasan dan kejujuran iman.

Beliau memenuhi janjinya dalam berbaiat, bersungguh-sungguh dalam ide dan pikirannya, membawa dengan gigih amanah risalah sekalipun telah berumur 80 an tahun..

Salah seorang penulis Islam berkata: “Saya melihatnya beliau adalah sosok yang memiliki fanatisme keimanan, berjiwa dan semangat muda, berani seperti pahlawan, bijaksana laksana syeikh, kaya akan pengalaman, penuh dengan cahaya iman, memiliki kasih sayang laksana orang tua, kecintaan laksana seorang al-akh, interaksi yang jujur laksana seorang sahabat, memiliki bimbingan laksana seorang guru, kebaikan yang memberikan teladan, keikhlasan sang murabbi, selalu memberi dengan penuh wibawa dan kharisma, akhlaq yang mulia, seakan sosok yang memiliki kesempurnaan, tampak pada wajahnya menghadapi kegamangan dakwah dengan penuh kesungguhan dan optimisme, dengan akhlaq yang mulia, penuh kasih sayang, cinta, wibawa, dermawan, ikhlas dan kebapakan”.

Beliau adalah saksi sejarah pada masanya yang secara sempurna menceritakan peristiwa dan kejadian yang dialami, dan bagaimana berpegang teguh pada dakwah di tengah masyarakat dan politik terakhir kali hingga masuk pada dewan kota dan desa, di bawah kehidupan parlemen, hidup pada masa yang penuh tipu daya, fitnah, mengada-ada dan penuh rekayasa, berhadapan dengan vonis dan tuduhan-tuduhan lainnya. Beliau adalah teladan dalam berbagai sikap walau tubuhnya semakin melemah oleh karena banyaknya ujian, siksaan dan usia, hingga akhirnya beliau kembali kepada yang Maha Kuasa, bertemu dengan Rabb-nya setelah memberikan pengorbanan dengan jiwa dan ruh dengan penuh jihad, gigih, sabar dan memenuhi janji dalam dakwah.

Jamaah Ikhwanul Muslimin pada masa kepemimpinannya

Jamaah Ikhwanul Muslimin di bawah kepemimpinan ustadz Muhammad Hamid berhadapan dengan banyak peristiwa terutama dalam kancah politik, secara kongkret pada masa beliau tokoh-tokoh yang muncul dalam pemilihan persatuan profesi, club-club pendidikan pada universitas dan lembaga-lembaga sosial lainnya.

Jamaah Ikhwanul Muslimin pada masa kepemimpinannya ikut turun dalam pemilu anggota dewan tahun 1987 dan berkoalisi dengan partai al-amal dan al-ahrar, sehingga berhasil memasukkan 36 orang anggota Ikhwan menjadi anggota parlemen. Dan untuk pertama kalinya sepanjang sejarah Ikhwanul Muslimin masuk ke DPR dan menjadi pemimpin oposisi dalam bentuk yang kongkret, sebagaimana saat itu jamaah ikut dalam melakukan perbaikan majelis syura pada tahun 1989, dan mengikuti pemilu parlemen pada tahun 1990 dan bersama-sama ikut menjadi oposisi dengan partai-partai lain dalam menentang terus diterapkannya undang-undang darurat dan tidak adanya jaminan yang cukup untuk dilangsungkannya pemilu yang bersih… dan pada tahun 1992 jamaah Ikhwanul Muslimin juga ikut dalam pilkada yang ada di Mesir.

Dan pada tahun 1993 pemimpin jamaah menolak pengangkatan presiden Husni Mubarak untuk yang ketiga kalinya sehingga membuat marah pemerintah saat itu, dan memasukkan 82 orang dari pimpinan Ikhwanul Muslimin pada daftar yang akan diajukan ke mahkamah militer pada tahun 1995, dan menjatuhkan hukuman penjara terhadap 54 orang dari mereka dalam persidangan ilegal. Kemudian Ikhwanul muslimin juga ikut dalam pemilihan majelis syura (MPR) yang dilaksanakan pada tahun 1995.

Aktivitas politiknya.

Abu An-Nasr pada awal kehidupannya telah ikut serta dalam amal sosial dan amal-amal Islami lainnya, sehingga beliau dapat mencapai berbagai jabatan penting, seperti sebagai:

- Anggota dalam jam’iyah Islah ijtima’i di Manfaluth, tahun 1932

- Anggota jam’iyah syubbanul muslimin, tahun 1933

- Anggota jamaah Ikhwanul Muslimin pada tahun 1934

- Anggota maktab irsyad jamaah Ikhwanul Muslimin.

- Mursyid am Ikhwanul Muslimin setelah meninggalnya Umar At-Tilimsani, tahun 1986

Berada dalam penjara

Abu Hamid Abu An-Nasr bersama dengan kawan-kawannya dari maktab Irsyad serta yang lainnya dari anggota jamaah Ikhwanul Muslimin ditangkap pada tahun 1954 saat terjadi bentrokan revolusi Mesir dengan jamaah Ikhwanul Muslimin dan dijatuhi vonis dengan hukuman kerja paksa seumur hidup. Dan beliau tetap ditahan hingga akhirnya dibebaskan pada masa presiden Anwar Sadat.

Kembali dalam kancah politik dan dakwah

Setelah keluar dari penangkapan, beliau kembali pada aktivitas dakwah dalam jamaah Ikhwanul Muslimin, dan kemudian dipilih menjadi mursyid Ikhwanul muslimin setelah ustadz Umar At-Tilimsani meninggal pada tahun 1986. Dan pada masa kepemimpinannya banyak anggota Ikhwan yang masuk dalam parlemen dan menjadi anggota dewan Mesir, dan jamaah menyaksikan akan perkembangan dan kemajuan yang gemilang pada masa kepemimpinannya.

Wafatnya:

Muhammad Hamid Abu An-Nasr wafat dalam usia 83 tahun, yaitu tepat pada hari sabtu pagi tanggal 20 Januari 1996.

Buku-buku karangan beliau:

- Hakikat al-khilaf baina “Al-Ikhwan al-muslimin” wa Abdul Nasser.

Mengenal Para Mursyid Am Ikhwanul Muslimin: 5. Mustafa Masyhur

Beliau lahir pada tanggal 15 September tahun 1921 di kota As-Sa’din dari kota Manya al-qamh, propinsi Timur. Ikut dalam belajar pada penulis desa sejak dua tahun. Kemudian masuk sekolah dasar di desanya, kemudian masuk sekolah I’dad di Manya Al-Qamh, lalu sekolah tsanawiyah (setingkat SMA) di Zaqaziq, setelah tinggal di Zaqaziq selama dua tahun mengikuti sekolah tsanawiyah, beliau pindah ke Kairo dan menyempurnakan sekolah tsanawiyahnya di sana, lalu masuk kuliah di universitas Kairo kuliah al-ulum, dan tamat pada tahun 1942.

Mengenal jamaah Ikhwanul muslimin pada tahun 1936.

Setelah lulus kuliah, beliau ditempatkan wajib militer pasukan udara dengan tugas “spionase udara”, kemudian pindah ke Alexandria, untuk menghabiskan waktu satu tahun dalam latihan, kemudian kembali ke Kairo untuk melakukan tugas sebagai pembawa berita melalui udara.

Pada bulan Juni tahun 1954 beliau di pindah kerjakan ke Marsa matruh dan disana beliau ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara perang.

Lalu dijatuhi hukuman 10 tahun penjara dan diwajibkan kerja paksa, kemudian dipindahkan ke daerah Liman Torh dan dimasukkan ke dalam penjara lumpur.

Pada tahun 1965 beliau kembali dipenjara; hingga akhirnya dibebaskan pada masa presiden Anwar Sadat dan memangku jabatan penting sebagai Mursyid Am Ikhwanul Muslimin setelah meninggalnya ustadz Muhammad hamid Abu An-Nasr pada tahun 1996

Ketika beliau pindah ke Kairo untuk melanjutkan pendidikan disana, saat beliau shalat di masjid suatu kampung tempat beliau tinggal, beliau melihat salah seorang jamaah memberikan majalah yang bernama “At-Ta’aruf”, dan mendengar pengumuman adanya pelajaran di masjid tersebut dan beliau diajak untuk menghadirinya, lalu beliau hadir dan mendengar salah seorang dari anggota Ikhwan berbicara tentang Islam, dan membuatnya sangat kagum akan penyampaian tersebut dan berambisi untuk terus menghadirinya.

Dan dalam satu masjid tersebut di umumkan bahwa imam Al-Banna akan memberikan pelajaran pada hari selasa di kota Al-Hilmiyah, maka ustadz Mustafa datang menghadirinya, dan sangat kagum dengan penyampaian ustadz Al-Banna, dan berambisi untuk terus mengikutinya, dan pada akhirnya beliau masuk menjadi anggota Ikhwan pada tahun 1936 dan berbaiat untuk komitmen dengan dakwah Ikhwan.

Kesaksian beliau atas perbedaan antara Ikhwan dan pasukan revolusi

Pada masa pemerintahan Abdul Naser yang berambisi untuk menjadi sosok tersendiri dalam revolusi, dan berhasil menjatuhkan pemerintahan Muhammad Najib, karena secara pangkat beliau lebih tinggi, lalu memberantas anggota dan pengikut jamaah Ikhwan padahal mereka adalah orang-orang yang berhasil melakukan revolusi dengan kader-kadernya dalam struktur tentara, sehingga terjadilah penangkapan atas mereka dan terjadilah pergolakan oleh senjata tentara, sehingga akhirnya para Ikhwan dapat bebas dan langsung pergi menuju Mursyid Ikhwanul Muslimin yang pada saat itu di pimpin oleh Hasan Al-Hudaibi dan meminta sikap terhadap apa yang terjadi.

Terjadinya krisis antara Ikhwan dan kelompok revolusi membuahkan berbagai penangkapan, dan dibebaskan kembali pada tahun 1954.

Dan pada tahun 1954 terjadi di kota Al-Mansyiah dan Abdul Naser menuduh mereka melakukan rekayasa peristiwa tersebut dan akhirnya 6 orang di antara mereka dijatuhi hukuman mati, diantaranya Abdul Qadir Audah, Syeikh Muhammad Faragalli, Yusuf Thal’at, Ibrahim At-Tayyib, Handawi Duwair dan Muhammad Abdul Latif”.

Mustafa Masyhur dalam penjara

Pada bulan Juni tahun 1954 beliau dipindah tugaskan ke daerah Marsa Matruh, namun di sana beliau ditangkap dengan tuduhan berada di balik kejadian Al-Mansyiah dan dimasukkan ke dalam penjara perang.

Dan pada tahun 1955 dijatuhi hukuman 10 tahun dengan kewajiban melakukan kerja paksa atas tuduhan dengan masalah yang dikenal dengan sebutan “Masalah mobil Al-Jiip” dan beliau menjalani hukuman tersebut dengan penuh.

Pada tahun 1965 presiden Abdul Naser mengeluarkan keputusan untuk menangkap seluruh orang yang sebelumnya pernah ditangkap, dan keputusan tersebut tetap bertahan hingga akhirnya Abdul Naser wafat dan mereka dilepaskan pada masa pemerintahan Anwar Sadat.

Kesaksian beliau pada peristiwa pembantaian di Torroh

Ustadz Mustafa masyhur berkata: “Pada tahun 1957 Abdul Naser merencanakan untuk mengulingkan raja Husain dari singgasananya melalui para tentara Ikhwan di Jordania, namun rencana tersebut berhasil tercium, sehingga akhirnya mereka gagal melakukannya, dan sang raja melakukan pembalasan atas perbuatan tersebut, sehingga diantara mereka ada yang dipenjara di Torroh. dan di tempat tersebut para ikhwan dipaksa kerja diatas gunung untuk memecahkan batu, dan ada diantara mereka yang sakit diberikan keterangan dokter agar tidak ikut naik gunung.

Pada suatu hari dikeluarkan keputusan seluruh napi harus naik ke gunung, baik yang sehat atau yang sakit, maka para Ikhwan pun keheranan akan keputusan tersebut, dan menanyakan sebabnya sehingga merekapun tidak mau keluar.

Namun seketika itu muncul sekelompok orang tentara membawa senjata dan masuk pada sekelompok Ikhwan melalui terowongan dan parit, lalu melepaskan tembakan atas mereka secara brutal dan keji, sehingga sebanyak 21 orang anggota Ikhwan terbunuh, kejadian tersebut disebut dengan nama “Pembantaian Torroh”.

Wafatnya beliau

Beliau wafat pada hari Selasa tanggal 29 Oktober tahun 2002 pada usia 83 tahun.

Karangan-karangan beliau

• Al-jihad huwa as-sabil

• Tasaulat ala thariq ad-dakwah

• Munajat ala at-thariq

• Muqawwimat rajulul aqidah ala thariq ad-dakwah

• Wihdatul amal al-islami fi al-qatrul wahid

• Zaad ala at-thariq

• Al-qudwah ala thariq ad-dakwah, ad-dakwah al-fardiyah

• Al-hayah fi mihrab as-shalat al-islam huwal al-hall, min fiqh ad-dakwah

• Al-qaid al-qudwah wa mutathallibatuhu baina ar-rabbaniyah wal madiyah

• Qadhaya asasiyah ala thariq ad-dakwah at-tiyar al-islami wa dauruhu fi al-bina

• Qadhiyah azh-zhulm fi dhaui al-kitab wa as-sunnah

• Thariq ad-dakwah baina al-ashalah wa al-inhiraf min at-tiyar al-islami ila Sya’b misr

Mengenal Para Mursyid Am Ikhwanul Muslimin: 6. Ma’mun Al-Hudaibi

Beliau adalah seorang konsultan dan jaksa; Muhammad Ma’mun Hasan Ismail Al-Hudaibi, mursyid ke enam jamaah Ikhwanul muslimin, anak kandaung dari konsultan Hasan Al-Hudaibi, Mursyid Am kedua Ikhwanul muslimin yang menjabat pada tahun 1950 sampai 1973

beliau Lahir di propinsi Sohaj, Mesir tanggal 28 Mei 1921, dan keluarganya berasal dari desa Arab As-Shawalihah, distrik Syibin El-Qanatir, propinsi Al-Qolyubiyah, lalu setelah itu keluarganya banyak berpindah ke berbagai tempat dan kota di Mesir; karena orang tuanya adalah seorang Jaksa Hasan Al-Hudaibi, yang merupakan mursyid am kedua Ikhwanul Muslimin pada masa dari tahun 1951 hingga meninggal pada tanggal 13 Nopember 1973

Aktivitas Beliau

Ustadz Muhammad Ma’mun Al-Hudaibi menjalani masa pendidikan umum di berbagai sekolah di Mesir mulai dari tingkat ibtidaiyah hingga kuliah dan meraih sarjana pada kuliah hukum di Universitas Raja Fuad (sekarang universitas Kairo). setelah itu beliau ditetapkan sebagai wakil jaksa.

Kemudian secara beransur menjabat sebagai Jaksa Penuntut Umum kemudian ditunjuk sebagai hakim.

Kemudian setelah itu menjabat bidang peradilan hingga menjadi Ketua Pengadilan Banding di kejaksaan pemula di Kairo, yang merupakan akhir karirnya di pemerintahan di Mesir.

Setelah itu bekerja di Arab Saudi dalam satu periode dan kemudian kembali ke Kairo untuk mencurahkan dirinya dalam dakwah.

Akhirnya beliau menjabat sebagai ketua Pengadilan untuk Gaza pada tahun 1956.

Bersama jamaah Ikhwanul Muslimin

Ustadz Ma’mun Hudhaibi berpartisipasi dalam berbagai aktivitas dakwah dan harakah terutama dalam melakukan perlawanan rakyat saat terjadi agresi selasa atas Mesir pada tahun 1956 sehingga beliau ditangkap oleh pasukan pendudukan Israel

Kemudian beliau bergabung dengan jamaah Ikhwanul Muslimin, namun dirinya tidak terlepas dari penjara dan penangkapan pada masa pemerintahan Jamal Abdul Nasser pada tahun 1965 dan dipindahkan dari penjara perang dan Tora saat itu.

Kemudian pada pemerintahan Sadat pada tahun 1971 dibebaskan dari penjara, dan kemudian mengajukan gugatan untuk menuntut kembali bekerja di bidang peradilan, maka Pengadilan pun mengangkatnya kembali namun pemerintah menolaknya untuk kembali bekerja tanpa memberikan justifikasi apapun.

Di Parlemen

Jamaah mencalonkan beliau dan sekelompok Ikhwan lainnya pada pemilu tahun 1987 legislatif dan berhasil meraih 36 orang untuk menjadi anggota parlemen

Beliau menjadi anggota parlemen dari daerah pemilihan Al-Dokki, Propinsi Al-Giza

Kemudian pada saat itu pula beliau diangkat untuk menjabat sebagai juru bicara resmi fraksi Ikhwanul muslimin di Parlemen

Dan setelah itu, beliau terpilih sebagai Wakil Mursyid Am Ikhwanul Muslimin dan menjadi juru bicara jamaah Ikhwanul muslimin

Menjabat sebagai mursyid am Ikhwanul Muslimin

Pada saat menderita sakit dan koma yang dialami oleh Mursyid Am Ikhwanul Muslimin ustadz Mustafa Mashhour pada tanggal 29 Oktober 2002 akibat pendarahan otak yang telah meraja lela pada dirinya, dan akhirnya ustadz Ma’mun Hudaibi mengambil alih tugas jabatan Ikhwanul Muslimin.

Dan Pada hari Rabu sore, tanggal 22 Ramadan 1423 bertepatan dengan tanggal 27 November 2002 beliau terpilih menjadi Mursyid Am Ikhwanul Muslimin, menggantikan posisi ustadz Mustafa Mashhour sehingga beliau resmi menjadi Mursyid Am keenam Ikhwanul Muslimin

Wafatnya

Ustadz Ma’mun Al-Hudaibi meninggal setelah berbagai penyakit dan permasalahan kesehatan menyerang beliau, sehingga membuatnya sering keluar masuk rumah sakit untuk mendeteksi usus besarnya, kemudian meninggal setelah kembali ke rumahnya di Kairo.

Lebih dari 300 ribu warga ikut menyalatkan beliau di Masjid Rab’ah al-adawiyah setelah salat Jumat dan yang menjadi imam saat itu adalah “Khaled Hudhaibi,” putra almarhum, dan yang menjadi imam qashar bagi para musafir adalah ustadz Mohamed Helal, Mursyid Am sementara, karena beliau adalah anggota tertua hingga diadakan pemilihan baru

Prosesi pemakaman beliau dilakukan dengan berjalan kaki dari masjid menysuri jalan An-nasr, hingga tiba di pusat klub Al Ahli Al-Jadid di Nasr City, Timur Kairo, kemudian mayat beliau diusung dengan menggunakan mobil khusus dan diiringi dibelakangnya oleh ratusan mobil, mayat Ustadz Ma’mun dibawa untuk dikubur di pemakaman keluarganya di daerah Arab Alsowalihah, distrik Shibin El-Qanatir, provinsi Qaliubiya; dan almarhum dimakamkan disamping ayahnya “Hasan Al-Hudhaibi,” mursyid am Ikhwanul muslimin kedua.

Mengenal Para Mursyid Am Ikhwanul Muslimin: 1. Hasan Al-Banna

“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; Maka di antara mereka ada yang gugur. dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merobah (janjinya)“. (Al-Ahzab:23)

Sejarah telah mencatat para generasi dakwah Islam di era modern Iakan banyak pahlawan, dan hal tersebut telah terjadi, dan akan terus terjadi dari mereka yang memiliki sikap dan prinsip dengan tetap berpegang teguh pada manhaj Islam yang benar dan lurus, jika boleh dikatakan: bahwa mereka mampu mencapi puncak hingga peringkat sebagai pengemban dan pembawa manhaj ilahi dari generasi pertama umat Islam, dan tugas dari gerakan Islam adalah mengenang para pahlawannya dan mengapresiasi para syuhada di jalannya; sehingga kelak mereka menjadi panutan yang dapat memberikan pencerahan dan petunjuk bagi generasi dakwah setelahnya, dan setiap orang yang mengambil jalan ini.

Siapakah Hasan Al-Banna?

Beliau adalah Hassan Ahmad Abdul Rahman al-Banna, lahir di kota Al-Mahmudiya, di bagian Delta Nil Provinsi Buhaira, Mesir, pada hari Ahad, tanggal 25 Sya’ban tahun 1324, bertepatan dengan tanggal 14 Oktober tahun 1906. Beliau termasuk dalam keluarga pedesaan yang sederhana dari kebanaykan bangsa Mesir lainnya sebagai petani di sebuah desa Delta yang disebut dengan desa “Syamsyirah” [dekat dengan pantai kota Rasyid berhadapan dengan kota Idvina, bagian dari kota Fawah, Propinsi Al-Buhaira].

Kakeknya bernama Abdul Rahman, beliau adalah seorang petani dari keluagra sederhana, namun orang tua Hasan Al-Banna, Syeikh Ahmad tumbuh – sebagai anak bungsu- jauh dari aktivitas bertani; karena keinginan dari ibunya, sehingga beliau ikut dalam belajar dan menghafal Al-Qur’an dan mempelajari hukum-hukum tajwid Al-Quran, dan kemudian belajar hukum syariah di Masjid Ibrahim Pasha di Alexandria, dan disaat menempuh pendidikan, beliau ikut bekerja di sebuah toko terbesar bagian refarasi jam di Alexandria, sehingga setelah itu beliau memiliki keahlian dalam memperbaiki jam dan berdagang, dan dari sinilah beliau terkenal dengan panggilan “As-sa’ati”

Selain itu, Orang tua Al-Banna juga memiliki keahlian dan menjadi bagian dari ulama hadits karena beliau pandai di bidang tersebut, sebagaimana beliau banyak melakukan aktivitas dalam mempelajari dan mengajar sunnah nabawiyah terutama kitab yang terkenal “al-fathu Robbani fi tartiibi musnad imam Ahmad bin Hambal As-Syaibani”, dan dalam kehidupan seperti itulah tumbuh “Hassan al-Banna” mencetak banyak karakter darinya.

Awal Perjalanan

Hassan al-Banna memulai pendidikannya di sekolah tahfizhul Qur’an di Al-Mahmudiyah, dan mampu mentransfer ilmu dari banyak penulis sehingaa orang tuanya mengirim beliau kepada para penulis di dekat kota Al-Mahmudiyah. Namun waktu yang beliau tempuh di tempat para penulis sangat padat sehingga tidak mampu menyempurnakan hafalan Al-Qur’an; oleh karena terikat dengan peraturan para penulis, dan pada akhirnya beliau tidak mampu meneruskannya, lalu melanjutkan pendidikannya di sekolah tingkat SMP, meskipun ada pertentangan dari ayahnya, karena beliau sangat antusias terhadap dirinya untuk bisa menjadi penghafal Al-Qur’an, dan tidak setuju anaknya masuk sekolah SMP kecuali setelah bisa mengkhatamkan Al-Qur’an di rumahnya.

Setelah menyelesaikan sekolah SMP beliau masuk ke sekolah “Al-Mu’allimin Al-Awwaliyah” di Damanhour, dan pada tahun 1923 masuk kuliah di Fakultas Dar El-Ulum di Kairo dan lulus pada tahun 1927, dan selain itu, beliau juga mampu meraih lebih ilmu-lainnya dari ilmu-ilmu yang diterima pada saat kuliah, terutama pada kurikulum pendidikan yang diberikan saat itu; seperti pelajaran ilmu al-hayah, sistem pemerintahan, ekonomi politik, sebagaimana beliau menerima pelajaran tentang bahasa, sastra, hukum, geografi dan sejarah, sehingga dengan itu semua, membuat beliua matang dalam berbagai ilmu pengetahuan.

Beliau memiliki perpustakaan yang besar dan luas dirumahnya, di dalamnya terdapat ribuan buku, yang berisi tentang buku-buku yang terkait dengan tema yang tersebut diatas, dan ditambah dengan adanya empat belas jenis majalah dari majalah mingguan yang diterbitkan di Mesir seperti majalah al-muqtatof, majalah al-fath, majalah Al-Manar dan lain-lainnya, dan hingga saat ini perpustakaan beliau masih ada di bawah pengawasan anaknya ustadz ” “Saif al-Islam”.

Al-Banna menjalankan hidupnya selama 19 tahun sebagai guru sekolah dasar di Ismailia, dan kemudian di Kairo, dan ketika beliau mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai guru pada tahun 1946 beliau telah mendapat level kelima untuk menjadi PNS, setelah itu beliau bekerja di surat kabar harian “Ikhwanul Muslimin”, dan kemudian beliau menerbitkan majalah bulanan sendiri yang bernama “As-Syihab” yang di mulai pada tahun 1947; hal tersebut dilakukan agar dirinya dapat mandiri dan sebagai sumber mata pencaharian, namun akhirnya majalah tersebut dibredel oleh karena dibubarkannya jamaah ikhwanul muslimin pada tanggal 8 Desember 1948.

Pengaruh dan dampak

Syeikh Hassan al-Banna, menerima banyak pengaruh dari beberapa ulama besar dan para guru, termasuk ayahnya sendiri, Syeikh Ahmed dan Syeikh Mohammed Zahran – pemilik majalah Al-Is’ad dan pemilik sekolah Ar-Rasyad, yang mana Hasan Al-Banna terdaftar di sekolah saat beliau menetap beberapa tahun di Mahmudiyah – begitupun Syeikh Tantawi Jauhari, penyusun kitab tafsir Al-Qur’an “Al-Jawahir”, dan beliau juga menjadi pemimpin redaksi koran yang diterbitkan pertama kali oleh Ikhwanul Muslimin pada tahun 1933, setelah lulus dari Dar el-ulum tahun 1927, Hasan Al-Banna menjadi guru pada salah satu sekolah dasar di kota Ismailiyah, dan berikutnya tahun 1928 mendirikan jamaah Ikhwanul Muslimin, tapi sebelum pendiriannya beliau telah banyak terlibat dalam sejumlah asosiasi dan kelompok agama, seperti “Jam’iyah Al-Adab Al-Akhlaqiyah”, dan “Jam’iyah Man’u Al-Muharramat” di Mahmudiya, dan “At-Tariqah Al-Hashofiyah” sebuah aliran tasawuf di Damanhour, sebagaimana beliau juga ikut berpartisipasi dalam pendirian jamaah Syubbanul Muslimin pada tahun 1927 dan beliau merupakan salah satu anggotanya. Yaitu, Setelah jamaah Ikhwanul Muslimin yang didirikannya telah tumbuh, berkembang dan tersebar di berbagai segmen masyarakat dan kota, bahkan pada akhir tahun empatpuluhan ikhwanul Muslimin telah menjadi kekuatan organisasi sosial-politik yang terstruktur di Mesir, juga telah memiliki cabang yang banyak yang tersebar di berbagai negara-negara Arab dan Islam.

Imam Al-Banna selalu menegaskna bahwa jamaah yang diririkannya bukan merupakan partai politik, tetapi merupakan kesatuan ide dari berbagai nilai-nilai perbaikan, dan berusaha untuk kembali kepada Islam yang benar dan bersih dan menjadikannya sebagai manhaj yang komprehensif untuk kehidupan.

Adapun manhaj perbaikan yang beliau lakukan adalah dengan cara “Tarbiyah” dan “progresif ” dalam melakukan perubahan yang diinginkan, dan inti dari manhaj yang diinginkan itu adalah membentuk “individu Muslim” lalu “Keluarga Islam”, “komunitas Muslim”, lalu “Pemerintahan Islam”, “Negara, dan khilafah Islam dan akhirnya mencapai pada “ustadziyatul alam” .

Imam Al-Banna memimpin jamaah Ikhwanul Muslimin selama dua periode [1928-1949], dan dalam kepemimpinannya banyak berhadapan dengan peperangan politik dengan pihak lain, khususnya partai Al-Wafd dan partai Al-Saadi. Adapun sebagian besar aktivitas dari Al-Ikhwan terfokus pada permasalahan di lapangan nasional Mesir yang terpuruk setelah pecah Perang Dunia II, dan pada saat itu beliau mengajak Mesir untuk keluar dari sterling blok sehingga dapat memberi tekanan pada Inggris untuk menanggapi permintaan nasional Mesir. Dalam konteks ini, Ikhwanul Muslimin mengadakan konferensi-konferensi, dan melakukan demonstrasi untuk menuntut hak-hak negara, juga memiliki serangkaian politik assassinations terhadap tentara dan pasukan Inggris, terutama di Terusan Suez.

Dan Al-Banna juga mengutamakan perhatiannya secara khusus terhadap isu Palestina, dan menganggapnya sebagai “Persoalan seluruh dunia Islam” dan beliau selalu menegaskan bahwa “Inggris dan orang-orang Yahudi tidak akan memahami kecuali hanya satu bahasa, yaitu bahasa revolusi, kekuatan dan darah”, beliau mengakui fakta adanya aliansi Barat Zionis terhadap Islam. Beliau juga mengajak untuk melakukan penolakan terhadap konsensus pemisahan dan pembagian negeri Palestina yang dikeluarkan oleh PBB tahun 1947, dan mengajak kepada seluruh umat Islam secara umum – dan Ikhwanul Muslimin secara khusus – untuk melakukan jihad di tanah Palestina demi mempertahankan tanah Arab dan Muslim, beliau berkata: “Sesungguhnya Ikhwanul Muslimin akan mengorbankan jiwa dan harta mereka untuk mempertahankan setiap jengkal dari bumi Palestina Islam dan Arab sehingga Allah mewarisi bumi ini dan orang-orang yang bersamanya “. Dan akhirnya pada tanggal 6 Mei 1948 Lembaga Pendiri Ikhwanul Muslimin mengeluarkan keputusan yang menegaskan jihad suci melawan Yahudi sang agresor, untuk itu Al-Banna mengirim brigade Mujahidin dari Ikhwanul Muslimin ke Palestina dalam perang tahun 1948. Hal inilah yang menyebabkan pemerintah Mesir melikuidasi jamaah Ikhwanul Muslimin pada bulan Desember tahun 1948; sehingga, menyebabkan terjadinya bentrokan antara Ikhwanul Muslimin dan Pemerintah An-Nakrasyi.

Al-Banna memiliki pendapat yang tepat dan wawasan yang luas terhadap qadhiyah an-nahdhah (masalah kebangkitan) yang mampu membuat sibuk umat Islam sejak dua abad sebelumnya dan hingga sekarang masih didengungkan. Beliau menghubungkannya dengan masalah kemerdekaan dari kolonialisme dan ketergantungan pada Eropa dari satu sisi, dan terhadap kemajuan ilmu pengetahuan yang harus dicapai oleh umat Muslim pada sisi yang lain, dan beliau mengatakan: “Kita tidak akan mampu melakukan perbaikan dan kita tidak bisa menerapkan konsep perbaikan secara internal selama kita belum merdeka dari intervensi dan campur tangan asing” Beliau juga mengatakan: “Tidak ada kebangkitan tanpa ilmu pengetahuan dan apa yang diraih oleh orang kafir -dalam menjajah- adalah karena dengan ilmu “, beliau melihat bahwa ketergantungan umat Islam pada Eropa terhadap tradisi dan kebiasaan-kebiasaannya dapat menghalangi kemerdekaan dan kebangkitan mereka, beliau berkata: “Bukankah sebuah paradoks yang aneh, kita meninggikan suara menuntut untuk merdeka dari Eropa dan melakukan protes keras terhadap segala tindak tanduknya, sementara di pihak lain kita meng agungkan tradisi-tradisinya dan terbiasa dengan adat-adatnya, dan bahkan kita lebih memilih produk-produknya?

Sebagaimana beliau juga melihat bahwa persoalan perempuan merupakan salah satu permasalahan sosial paling penting; karena itu, karena itu -sejak awal didirikannya Ikhwanul Muslimin- beliau banyak memberikan perhatian terhadap permasalahan kaum perempuan, beliau membuat bagian khusus yang disebut dengan “Akhwat Muslimat”. Dan beliau selalu menekankan bahwa Islam telah memberikan kepada perempuan hak-hak pribadi, sipil dan politik, dan pada saat yang bersamaan, Islam juga meletakkan kaidah-kaidah yang harus dipertimbangkan dan diperhatikan dalam penerapan hak-hak tersebut

Namun Imam Al-Banna tidak hanya menyeru untuk mendirikan sebuah sistem pemerintahan keagamaan teokratis dengan pengertian yang dikenal oleh Eropa pada abad pertengahan, namun beliau menyeru untuk menerapkan hukum Islam berdasarkan aturan dari syura, kebebasan, keadilan dan kesetaraan.

Dan beliau menerima dengan lapang bentuk konstitusional undang-undang parlemen, dan menganggap lebih dekat sistem pemerintahan di seluruh dunia terhadap Islam, dan beliau melihat bahwa jika formula tersebut diterapkan, maka dipastikan akan mampu mewujudkan tiga prinsip yang melandasi aturan Islam; yaitu “tanggungjawab pemimpin, kesatuan umat dan penghargaan terhadap kehendaknya”.

Terbunuhnya Sang Imam

lokasi: Kairo, di distrik Al-Himliyah. Waktu: Pertengahan malam tanggal 12 Februari 1949. Kronologi: terdapat beberapa kendaraan polisi melaju di tengah keheningan malam, hingga mencapai pada salah satu jalan di distrik Al-Hilmiyah, Kairo, mereka bertugas menghentikan kendaraan yang melaju di jalan tersebut, beberapa tentara memblokade jalan dengan senjata lengkap,dan penjagaan diperketat terutama di sebuah rumah sederhana di yang ada di jalan tersebut, lalu sebuah mobil polisi melaju menuju rumah tersebut, satu barisan tentara memindahkan mayat dari mobil ke rumah tersebut dengan cepat, lalu mengetuk pintu yang ada di atasnya, seorang Syeikh berumur sembilan puluhan tahun membuka, lalu beberapa tentara masuk ke rumah tersebut sebelum mereka memasukkan tubuh yang sudah mati tersebut untuk mengkonfirmasi tidak ada orang lain di rumah tersebut, ultimatum yang keras disampaikan kepda syekh tersebut; tidak boleh ada suara, tidak boleh ada kegaduhan, dan bahkan tidak boleh ada seorangpun yang boleh mengurus mayat tersebut, cukup anda dan keluarta yang ada di rumah, dan tepat jam sembilan esok pagi beliau harus dimakamkan.

Adapun Syeikh tersebut adalah orang tua almarhum, meskipun ia terketut, sekalipun ia sudah tua, dirinya mampu memakamkan anaknya sendirian, beliau membersihkan darah anaknya yang terkena peluru dan mendarat di sekujur tubuhnya.

Pada pagi harinya, petugas datang tepat waktu, mereka berkata: bawa sini anakmu untuk segera dikubur. Maka syeikh yang sudah berumur 90 tahun tersebut berseloroh: bagaimana saya membawanya? Seharusnya sebagian prajurit ikut membawanya! Namun para prajurit menolak, dan responnya adalah hendaknya orang-orang rumah yang membawanya. Saat itu almarhum meninggalkan beberapa anak perempuan dan seorang anak laki-laki yang masih bayi.

Akhirnya tubuh yang sudah menjadi mayat dibawa oleh istrinya dan anak perempuannya dan dibantu oleh ayahnya, dan bagi siapa yang berani ikut membantunya maka akan ditangkap dan di penjara, akhirnya jenazah sampai ke masjid untuk di shalatkan, tidak ada yang ikut menyolatkannya kecuali ayahnya dan dibelakangnya anaknya (istri sang imam) dan anak-anak perempuan dari keturunannya, dan mereka juga yang turun ke kubur, lalu kembali ke rumah dengan penjagaan yang super ketat, demikian kronologi pembunuhan dan prosesi pemakaman As-Syahid Imam “Hassan al-Banna”, setelah itu banyak tetangganya yang ditangkap, tidak ada alasan lain kecuali hanya karena mengungkapkan takziah (belasungkawa) kepada keluarga yang ditinggal, dan blokade terus berlanjut tidak hanya di rumah karena khawatir banyak yang berdatangan untuk takziya, namun juga di sekitar kuburan sang imam, karena takut ada yang berani mengeluarkan mayatnya dan mengekspos kejahatan yang telah terjadi, bahkan banyak dari pihak kepolisian disebar di beberapa masjid; untuk segera ditutup kembali setelah ibadah shalat ditunaikan, karena takut ada seseorang yang berani menshalatkannya.

Di sisi lain seorang raja negara tersebut menunda dalam merayakan ulang tahun ke 11 Februari dari 12 Februari; untuk ikut merayakan bersama orang merayakan kematian sang imam, dan salah seorang intelektual menceritakan bahwa dirinya menyaksikan salah satu perayaan di sebuah hotel di Amerika Serikat, dan ketika diceritakan alasan perayaan ini, ia dapat mengetahui bahwa perayaan tersebut dilakukan untuk mengungkapkan kegembiraan karena kematian Imam As-Syahid Hasan Al-Banna. Jika kebenaran ada pada musuh, maka sesungguhnya pusat penelitian di Prancis dan Amerika ikut berpartisipasi dalam peletakan seratus orang yang paling terpengaruh di dunia pada abad kedua puluh, dua dari dunia Arab adalah: Imam As-Syahid “Hassan al-Banna”, dan yang lainnya adalah Gamal Abdul Nasser.

Buku-buku karangan imam Hasan Al-Banna

Tidak ada yang dimiliki oleh Hassan al-Banna dari literatur buku atau karangan-karangannya kecuali berupa risalah, baik kumpulan dan cetakan dengan judul buku “Majmuah Rasail imam Hasan Al-Banna” sebagai referensi utama dalam memahami pemikiran dan manhaj Ikhwanul Muslimin secara umum. Beliau juga memiliki buku mudzakarah yang dicetak beberapa kali dengan judul “Mudzakirah da’wah wa da’iyah”, selain itu beliau juga memiliki majalah dan riset-riset kecil dalam jumlah yang besar, seluruhnya tersebar dalam koran-koran dan majalah Ikhwanul Muslimin yang dimuat pada tahun tiga puluh dan empatpuluhan tahun yang lalu.

Rahimahullah Imam As-Syahid Hasan Al-Banna

Selasa, 05 Januari 2010

Tips Memberi Uang Saku pada Anak

Psikolog Ery Soekresno dan Irwan Rinaldi menyusun kita mengenalkan fungsi uang pada anak (Syaamil, 2000). Berikut di antaranya :

Pahami Situasi dan Usia Anak
Anak usia 4 atau 5 tahun, keinginannya makin bertambah. Biasanya disertai rengekan atau tangisan yang memilukan hati. Untuk menghadapinya perlu langkah-langkah: Pertama, berikan aturan jelas tiap kali akan berbelanja. Kedua, katakan kepada anak, yang akan dibeli hanya yang tercatat di daftar belanja. Ketiga, jika anak meminta ini dan itu, tetaplah konsisten dengan daftar belanja dan komitmen awal. Keempat, percepat belanja dan segera pulang.

Berikan Uang Saku
Jika anak mulai memiliki kebutuhan untuk membeli ini dan itu, mulailah ia dimasukkan dalam program mengenal uang. Langkahnya: Pertama, beri anak celengan. Kedua, berikan pujian, pernghargaan dan penjelasan tentang nominal uang tiap kali anak memasukkan uang ke dalam celengan. Ketiga, bantu anak menentukan berapa uang yang masuk ke celengan dan berapa untuk membeli kebutuhannya. Keempat, pisahkanlah kapan belanja untuk keperluan anak dan untuk memberikan hadiah. Kelima, sekali-kali boleh memberikan uang pada anak untuk memenuhi keinginannya, bukan kebutuhannya. Keenam, cobalah bernegosiasi dengan anak yang menginginkan sesuatu. Misalnya, anak ingin buku seharga Rp. 10 ribu. "Jika Ade berjanji akan mengumpulkan uang sampai Rp. 5 ribu, ibu akan menambahkan Rp. 5.000 untuk membeli buku itu."

Bijak Menghadapi Permintaan Anak
Seiring bertambah besarnya anak, umumnya permintaannya pun meningkat. Ketika orangtua tidak ada uang dan anak meminta sesuatu yang mahal, biasanya orangtua marah. Untuk itu dapat dilakukan: Pertama, hindari hal di atas. Tujuan kita adalah bagaimana anak bisa mengendalikan pengeluaran dan bukan dikendalikan oleh uang. Kedua, tanamkan pemahaman dan tanggungjawab dalam menggunakan uang. Sehingga, ketika dibekali dengan ATM, bukan berarti bebas menggunakannya.

Ajarkan Anak Mencatat Pengeluaran
Dalam hal ini, hati-hati, jangan mengomentari pengeluaran anak yang menurut kita boros. Tanda tangani saja laporannya dan tuliskan pesan, "Cobalah lebih hati-hati dan memikirkan lebih dulu sebelum membelanjakan uang." Hal ini, akan mendorong anak untuk jujur dan mengetahui kesalahannya. Insya Allah, ia tak akan mengulanginya lagi.

Hindari Menyogok dengan Uang Saku
Menggunakan uang saku agar anak mau mengerjakan pekerjaan rutin keluarga, bukan sikap tepat. Karena, seiring bertambahnya usia, anak akan menuntut pemberian uang saku lebih besar lagi. Sehingga, anak tidak belajar untuk bertanggungjawab terhadap pekerjaan rutinnya. Atau sebaliknya, anak tiba-tiba berkata, "Aku gak butuh uang," ketika ia menolak tugas rutinnya.

Negosiasikan Kenaikan Uang Saku
Ajarkan pada anak, kenaikan uang saku bisa dibicarakan pada rapat keluarga. Ajarkan juga, agar anak bisa memberikan bukti bahwa ia memang memerlukan uang lebih banyak.