Jumat, 15 April 2011

DOSA BESAR & DOSA KECIL

Pembagian yg sudah ada sejak Rosululloh.

Pada dasarnya semua dosa sekecil apapun bagi seorang muslim haruslah semaksimal mungkin ditiggalkan. Seorang yg tidak membersihkan najisnya sehabis BAK pun bila kemudian Sholat diancam dengan azab kubur.


Akan tetapi menetapkan seseorang secara overdosis dalam mensikapinya pun sangat berbahaya bagi Umat. Kesesatan Khowarij adalah mengkafirkan pelaku dosa besar. Kadang kita jumpai org yg bersikap keras dan sangat tidak sopan karena melihat saudaranya tidak berjanggut, atau merendahkan org yg terlihat tidak bersiwak sebelum sholat. Begitu juga dalam merubah dosa kecil menjadi dosa besar juga suata hal yg merusak agama ini.

Imam Ibnu al-Qayyim –Rahimahullah– berkata[1]:



وَالذُّنُوْبُ تَنْقَسِمُ إِلَى صَغَائِرَ وَكَبَائِرَ بِنَصِّ الْقُرْآنِ وَالسُّنَّةِ وَإِجْمَاعِ السَّلَفِ وبالاعتبار

Dosa terbagi menjadi dosa-dosa kecil dan dosa-dosa besar, berdasarkan nash al-Qur’an, as-Sunnah, Ijma’ Salaf dan juga berdasarkan pemahaman.”

Di antara dalilnya adalah:

Jika kalian menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang mengerjakannya, niscaya Kami hapuskan kesalahan-kesalahan kalian (dosa-dosa kalian yang kecil)….” [QS. an-Nisā’ (4): 3]

Imam al-Qurthubiy –Rahimahullah– berkata[2]:

“Ketika Allah melarang dosa-dosa besar di dalam surat ini, maka Allah pun menjanjikan kepada orang yang meninggalkannya bahwa dia akan diberi keringanan (ampunan) dari dosa-dosa kecil. Hal ini menunjukkan bahwa dosa terbagi menjadi dosa-dosa besar dan ada dosa-dosa kecil.”

(Yaitu) orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil….” [QS. an-Najm (53): 32]

Jumhur salaf menafsirkan al-lamam dalam ayat di atas dengan dosa-dosa kecil[3].

Di antara ayat yang di sebutkan oleh Ibnu Taymiyyah –Rahimahullah– sebagai dalil terbaginya dosa menjadi dosa besar dan kecil adalah[4]:

“…dan mereka berkata: “Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya….” [QS. al-Kahfi (18): 49]

Dan segala (urusan) yang kecil maupun yang besar adalah tertulis” [QS. al-Qamar (54): 53]

Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– bersabda:



الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الِجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتُ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتُنِبَتِ الْكَبَائِرُ

Shalat lima waktu, dari Jum`at sampai jum`at sesudahnya dan dari Ramadhan hingga ramadhan berikutnya merupakan penghapus dosa-dosa (yang ada di antaranya), apabila dosa-dosa besar dijauhkan.” (HR. Muslim 3/117-118)

Definisi kabā’ir yang diberikan oleh para ulama berbeda-beda, walaupun berkisar pada makna yang hampir sama, tetapi definisi yang paling sempurna dan rājih (terpilih) adalah:



اَلْكَبِيْرَةُ مَا وَجَبَتْ فِيْهِ الْحُدُوْدُ أَوْ تَوَجَّهَ إِلَيْهَا الْوَعِيْدُ

Kabā’ir adalah dosa-dosa yang ada hudūd (hukuman syar’i di dunia) atau ada ancamannya di akhirat kelak.” [5]

Pendapat ini didukung oleh Abū Ya’lā, al-Qurthubiy, adz-Dzahabiy, Ibnu Taymiyyah dan lainnya.

Syaykhul Islam Ibnu Taymiyyah –Rahimahullah– berpendapat bahwa definis ini adalah yang rājih dikarenakan alasan berikut[6]:

1. Definisi ini mencakup semua dosa yang dikategorikan oleh nash-nash syar`i sebagai dosa besar, seperti syirik, membunuh, berzina, sihir, menuduh berzina seorang mukminah (yang bersih), lari dari peperangan, makan harta anak yatim, memakan riba, durhaka kepada orang tua, sumpah palsu, kesaksian palsu dan lainnya.
2. Definisi ini ma’tsūr (memiliki sumber riwayat) dari salaf.
3. Definisi ini dengan tegas menjelaskan adanya perbedaan antara dosa besar dengan dosa kecil.

[1] Imam Ibnu al-Qayyim, Madārij as-Sālikīn (Beirut: Dār al-Kutub al-‘Arabiy, 1392 H), 1/342 dan al-Jawāb al-Kāfī (Beirut: Dār al-Kitāb al-‘Arabiy, 1410), hal. 186.

[2] Imam al-Qurthubiy, al-Jāmi’ li Ahkām al-Qur’ān (Beirut: Dār al-Fikr), 5/158.

[3] Lihat: Imam Ibnu Katsir, Tafsīr al-Qur’ān al-‘Azhīm (Beirut, Dār al-Fikr) 4/255-256 dan Madārij as-Sālikīn, 1/343-345.

[4] Lihat: Majmū’ al-Fatāwā (1398 H), 11/659.

[5] Definisi yang dikemukakan oleh Imam al-Māwardiy asy-Syāfi’iy. Lihat: al-Minhāj Syarh Shahīh Muslim, 2/85.

[6] Majmū’ al-Fatāwā, 11/651 – 655.


1 komentar:

  1. saya hanya ingin blogwalking>>..
    blog anda juga bagus>..

    dan jika berniat liat blog saya kunjungin balik jja!!!!!

    BalasHapus