Rabu, 30 September 2009

ADAB AL-ISTI’DZAN

Tujuan Instruksional
Setelah mendapatkan materi ini maka peserta akan mampu:
1. Komitmen dengan adab meminta izin
2. Memahami bahwa meminta izin adalah bagian dari suluk tandzhimi
3. Membiasakan meminta izin dalam segala hal

Meminta izin sekilas tampaknya sepele, padahal sangat penting pengaruhnya bagi kedisiplinan, keteraturan, kejelasan kabar dan informasi dsb. Hal itu sangat diperlukan dalam kehidupan berjamaah, agar kegiatan dakwah dapat berjalan dengan lancar, terevaluasi dan efektif.


Meminta izin dalam Islam
Islam sebagai dien yang lengkap dan sempurna tentunya tidak akan alpa mengatur sekecil apapun urusan hidup dan kehidupan manusia. Hal itu telah jelas diatur dan dijamin oleh pemiliknya, yaitu Allah SWT. Dari urusan yang paling ringan sampai kepada urusan yang paling berat sekalipun (menurut ukuran manusia), semuanya diatur di dalam Islam, termasuk juga dalam masalah izin dan perizinan.
Allah SWT di dalam Kitab Nya yang suci, telah mengatur masalah ini, baik sebagai etika dalam hubungan sosial kemasyarakatan seperti :
o Etika meminta izin: 24:27, 24:28, 24:58, 24:59, 33:53
o Lafaz dan cara meminta izin: 24:61
o Meminta izin untuk menghindari pandangan (yang dilarang): 24:58
o Meminta izin di hotel dan tempat-tempat umum: 24:29
o Meminta izin ketika akan keluar: 24:62
Sampai kepada hal yang terkait dengan urusan yang sulit, seperti dalam hal peperangan, jihad atau kerja besar lainnya, QS. at-Taubah : 44-45, 83; an-Nuur : 62-63
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat." QS. 24:27

"Jika kamu tidak menemui seorangpun didalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu: "Kembali (saja)lah, maka hendaklah kamu kembali. Itu bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. " QS. 24:28

Bagaimana para sahabat ra. Memberikan contoh tentang masalah ini?
Dari Abu Musa ra., ia berkata: Rasulullah saw. Bersabda: "Minta izin itu sampai tiga kali. Apabila diizinkan, maka masuklah kamu, dan apabila tidak diizinkan, maka pulanglah kamu" (HR. Bukhari-Muslim)
Dari Sahal bin Sa'ad ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: "Sesungguhnya minta izin itu dijadikan ketentuan karena untuk menjaga pandangan mata." (HR. Bukhari-Muslim)
Dari Kildah bin Hanbal ra., ia berkata: "Saya datang ke rumah Nabi saw. Dan langsung masuk tanpa mengcapkan salam, kemudian Nabi saw. Bersabda: "Kembalilah, dan ucapkanlah: "Assalaamu'alaikum, bolehkan saya masuk?"
(HR.Abu Dawud dan Turmudzi, dan dia berkata hadits ini hasan)

Kita perhatikan taujih robbani tentang masalah ini :
Ibnu Ishak meriwayatkan tentang asbabun nuzul 'sebab turunnya' ayat-ayat ini. Disebutkan bahwa setelah orang-orang Quraisy dan sekutu-sekutu mereka (al ahzab) berhimpun dan menggalang kekuatan di perang Khandaq (parit), dan setelah Rasulullah mendengar mereka akan melakukan serangan,…atas ide seorang sahabat 'Salman Al Farisi' … maka Rosulullah menyuruh untuk menggali parit di sekitar Madinah. Rasulullah pun ikut terlibat langsung dalam penggalian itu untuk memberikan contoh dan menyemangati kaum mu'minin untuk mendapatkan pahala. Maka orang-orang yang beriman ikut serta bersama Rasulullah dan berlomba-berlomba.
Namun ada beberapa orang munafik yang setengah-setengah dan terlambat datang bersama Rasulullah dan kaum mu'minin dalam membuat parit itu. Mereka hanya ikut terlibat dengan sekedarnya dan pekerjaan yang sangat kecil/ringan. Kemudian mereka mencari-cari celah untuk pergi ke rumah-rumah mereka tanpa sepengetahuan Rasulullah dan juga tanpa izinnya.

Sementara itu orang-orang yang beriman bila ada hajat yang harus ditunaikan, dia menyebutkan hajat itu di hadapan Rasulullah dan meminta izin untuk menunaikan hajatnya tersebut. Maka Rasulullah pun memberikannya izin. Bila dia selsai menunaikan hajatnya, maka diapun segera kembali menerusakan pekerjaan mengali parit, karena ingin mendapatkan pahala dan mengharapkan kebaikan. Allah pun menurunkan ayat kepada orang-orang beriman itu, sebagaiman ditulis pada surat An Nuur : 62.
"Sesungguhnya yang sebenar-benar orang mukmin ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan apabila mereka berada bersama-sama Rasulullah dalam sesuatu urusan yang memerlukan pertemuan, mereka tidak meninggalkan (Rasulullah) sebelum meminta izin kepadanya. Sesungguhnya orang-orang yang meminta izin kepadamu (Muhammad) mereka itulah orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya, maka apabila mereka meminta izin kepadamu karena sesuatu keperluan, berilah izin kepada siapa yang kamu kehendaki di antara mereka, dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Allah berfirman kepada orang-orang munafik yang mencari-cari celah untuk pergi ke rumah-rumah mereka tanpa sepengetahuan Rasulullah dan juga tanpa izinnya. Hal ini dapat dilihat dari ayat 63-nya :
"Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur- angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih."
Apapun sebab turunnya ayat-ayat ini, ia tetap mengandung adab-adab mental yang mengatur komunitas orang-orang yang beriman dengan pemimpin mereka. Urusan komunitas orang-orang yang beriman tidak akan pernah beres sebelum adab-adab ini melekat dalam perasaan-perasaan, kecenderungan-kecenderungan mereka, dan lubuk-lubuk hati mereka yang paling dalam. Kemudian adab-adab itu juga harus bersemayam dalam kehidupan komunitas orang-orang yang beriman, sehingga menjadi panutan dan aturan yang dipatuhi. Bila tidak tercipta, maka yang akan terjadi adlah kekacauan yang tiada terhingga.

Dalam ayat 62 tadi dikatakan bahwa, bukanlah orang beriman, orang-orang yang hanya berkata dengan mulut mereka, namun tidak membuktikannya dengan tanda-tanda kesejatian perkataan mereka dan mereka tidak taat kepada Allah dan Rasulullah.
"… apabila mereka berada bersama-sama Rasulullah dalam sesuatu urusan yang memerlukan pertemuan, mereka tidak meninggalkan (Rasulullah) sebelum meminta izin kepadanya…"
Urusan bersama adlah urusan yang sangat penting, yang membutuhkan keikutsertaan semua komponen dalam jamaah, untuk mengatasi sebuah pandangan atau peperangan atau pekerjaan umum yang dilakukan bersama-sama. Orang-orang yang beriman tidak akan pergi meninggalkannya sampai mereka meminta izin kepada pemimpin mereka. Sehingga urusan tidak menjadi kacau tanpa kestabilan dan keorganisasian.

Orang-orang yang beriman dengan iman seperti ini dan berperilaku dengan adab seperti ini, tidak akan pernah minta izin kecuali untuk sebuah urusan yang sangat darurat dan penting. Mereka memiliki daya selektivitas dan pencegahan dari iman dan adab mereka yang menjaga mereka dari bersikap berpaling dari urusan bersama itu yang telah mengusik hati semua jamaah dan mengharuskan mereka sepakat atas semua keputusan bersama. Bersama dengan ini, alqur'an tetap meletakkan hak memberi izin atau tidak, kepada pendapat Rasulullah sebagai pemimpin jamaah. Hal itu dianugerahkan kepada Rasulullah setelah setiap individu diberi hak yang sama dalam meminta izin.
"… maka apabila mereka meminta izin kepadamu karena sesuatu keperluan, berilah izin kepada siapa yang kamu kehendaki di antara mereka…"
(Rasulullah telah disalahkan oleh Allah karena memberi izin kepada orang-orang munafik sebelumnya, maka Allah berfirman kepada beliau dalam surah at-Taubah ayat 43,
"Semoga Allah mema'afkanmu. Mengapa kamu memberi izin kepada mereka (untuk tidak pergi berperang), sebelum jelas bagimu orang-orang yang benar (dalam keuzurannya) dan sebelum kamu ketahui orang-orang yang berdusta?"

Allah memberikan hak penuh kepada pandangan Rasulullah. Bila beliau ingin mengizinkan, maka hak beliau untuk mengizinkannya. Dan, bila beliau tidak ingin memberikan izin, juga merupakan hak hak beliau. Allah menghilangkan perasaan bersalah dari Rasulullah karena tidak memberikan, walaupun kadangkala di sana ada kebutuhan yang sangat mendesak. Jadi kebebasan sepenuhnya diberikan kepada pemimpin dalam menimbang antara maslahat orang tetap berada di tempat tugasnya dan maslahat bila dia pergi meninggalkannya. Seorang pemimpin diberikan keleluasaan untuk menentukan keputusan dalam masalah kepemimpinan ini sesuai dengan pandangannya.
Dari sini tersirat bahwa keputusan untuk meninggalkan kepentingan darurat itu; dan tidak pergi meninggalkan tugas itulah yang paling utama. Meminta izin dan pergi meninggalkan tugas dalam kondisi itu merupakan kesalahan yang kemudian membuat nabi SAW harus memohon ampunan bagi orang-orang yang memiliki uzur.
"…dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Dengan permohonan ampunan itu, ia mengikat hati orang-orang yang beriman. Sehingga, mereka tidak berusaha meminta izin walaupun punya pilihan untuk itu, karena mereka mampu menguasai uzur yang mendorongnya untuk meminta izin.
Kemudian Allah memperingatkan orang-orang munafik dari sikap mencari-cari celah dan pergi meninggalkan Rasulullahtanpa izin, dengan berlindung kepada sebagian teman mereka yang lain dan saling menyembunyikan diri. Mereka harus yakin bahwa mata Allah selalu mengintai mereka, walaupun mata Rasulullah tidak melihat mereka.
"…Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur- angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya)…"

Ungkapan itu menggambarkan tentang upaya melepaskan diri dan mencari-cari celah dari perhatian majelis. Di situ jelas tergambar ketakutan mereka untuk berhadapan, serta kehinaan gerakan dan perasaan yang menimpa jiwa-jiwa mereka.
"…maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih."

Jadi, ternyata meminta izin adalah simbol komunikasi yang efektif, sementara komunikasi adalah alat yang penting dalam bekerja secara kelompok. Kelompok yang membiasakan minta izin terlebih dahulu, menunjukan pribadi dan kelompok yang solid dan memiliki aturan main.
Adab minta izin ini sangat terkait dengan disiplin, sistem, dan aturan jamaah serta ketaatan kepada pemimpin. Jika kita menyepelekan hal 'meminta izin' ini, maka keinginan menjadi jamaah yang solid, sulit untuk diwujudkan.
Wallahu a'lam.
MARAJI’
1. Al Qur'an al-karim
2. Fiqh Shirah
3. Sikap Mata, Jilid II


IKHLAS DAN MEMPERBAHARUI NIAT

TUJUAN ISNTRUKSIONAL
Setelah mengikuti siaran ini pemirsa diharapkan mampu :
1. Menunjukkan pengertian pemabaharuan niat
2. Menyebutkan tiga dalil Al Qur’an maupun hadits tentang perintah untuk memperbaharui niat
3. Termotivasi untuk senantiasa memperbaharui niatnya
4. Menyertakan niat yang baik dalam setiap aktifitas hariannya.


POKOK-POKOK MATERI
1. Ta’rif Niat
Dalam bahasa Arab, niat sering didefinisikan sebagai : Suara/getaran hati terhadap sesuatu yang dihadapi sesuai dengan keinginan untuk mendapatkan keuntungan atau menghindarkan kerugian. Dalam pengertian selanjutnya yang populier dalam ilmu syar’iy niat didefinisikan sebagai : Keinginan untuk melakukan amal perbuatan karena mengharap ridha Allah.

2. Dalil-dalil tentang ikhlas dalam berniat melakukan amal perbuatan.
a. Al Qur’an Surah Al Bayyinah/98:5
b. Al Qur’an surah Az Zumar/39:11
c. Sabda Nabi: “Sesungguhnya setiap amal itu tergantung pada niatnya….al hadits.
d. Sabda Nabi :“Sesungguhnya Allah tidak memandang rupa dan kekayaanmu, akan tetapi Allah sangat memperhatikan hati dan perbuatanmu” Muttafaq alaih.

3. Kedudukan niat
a. Niat akan menentukan diterima atau tidaknya amal perbuatan seseorang. Sabda Nabi : “Sesungguhnya setiap amal itu tergantung pada niatnya….

b. Niat akan menentukan balasan yang Allah berikan kepada seseorang. Rasulullah SA bersabda : Manusia itu ada empat macam: Orang yang dikaruniai ilmu dan harta dan ia amalkan ilmunya pada hartanya, lalu ada seseorang yang (melihatnya) dan berkata” Jika saja Aallah memberikan kepadaku seperti yang diberikan kepadanya maka saya akan berbuat seperti yang ia perbuat. Maka kedua orang ini sama pahalanya. Dan orang yang dikaruniai harta tanpa ilmu, sehinga ia tersesat dengan hartanya, lalu ada orang yang (melihatnya) dan berkata : “Jika saja Allah berikan kepadaku seperti harta yang diberikan kepadanya maka saya akan berbuat seperti yang ia perbuat. Maka keduanya sama dosanya" HR Ibn Majah. Seseorang yang berniat baik diberi pahala sebelum beramal, dan yang berniat buruk berdosa sebelum berbuat.

c. Untuk membedakan antara ibadah dengan bukan ibadah, seperti orang yang duduk di masjid, pakah hanya sekedar istirahat atau I’tikaf, dsb.

d. Untuk membedakan satu ibadah dengan ibadah lainnya. Seperti orang yang berpuasa di luar bulan Ramadhan, apakah karena kifarat, nazar, qadha’, atau puasa sunnah.

4. Urgensi memperbaharui niat
Karena banyak virus yang menyerang keikhlasan niat seseorang, maka perlu sesering mungkin memperbaharui niat itu agar semakin bersih dan murni karena Allah semata-mata.

Virus-virus niat itu antara lain.:
a. Keinginan berhenti dari suatu amal perbuatan.
b. Bergeser dari keinginan semula, karena pengaruh bermacam-macam kebutuhan
c. Munculnya keragu-raguan terhadap suatu amal perbuatan.

5. Kisah-kisah teladan dalam niat yang ikhlas.

a. Kisah paa sahabat yang tinggal di Madinah, tidak dapat ikut serta dalam perangTabuk karena sakit, tetapi mereka mendapatkan pahala seperti mereka yang ikut dalam perang itu, karena memiliki niat yang baik.

b. Kisah Yazid bin Al Ahnas dengan anaknya. Yazid bersedekah beberapa dinar dan meletakkannya di belakang seseorang yang sedang shalat di masjid. Sebelum orang itu mengambilnya, datang anaknya yanr bernama Ma’n bin Yazid. Melihat ada sedekah Ma’n mengambilnya. Ketika ia tunjukkan kepada ayahnya (Yazid), ayahnya berkata : “Saya tidak ingin memberikannya kepadamu”. Akhirnya Ma’n mengadukan hal itu kepada Rasulullah. Dan Rasulullah memutuskan :”Wahai Yazid, kamu telah memperoleh pahala niatmu (bersedekah), dan kamu berhak memperoleh apa yang kau ambil wahai Ma’n” HR Al Bukhariy.

c. Dari Abu Musa Al Asyariy berkata : Rasulullah ditanya tentang seseorang yang berperang karana syaja’ah (berani), hamiyyah (fanatis), dan riya (pamer), siapakah di antara mereka yang berjihad fi sabilillah? Rasulullah menjawab: “Yang berperang untuk meninggikan kalimah Allah-lah yang berjihad fi sabilillah” Muttafaq alaih.

d. Kisah tiga orang yang terperangkap dalam gua tertutup batu besar, hingga mereka berkesimpulan tidak akan ada yang menyelamatkan dirinya kecuali berdoa kepada Allah dengan menyertakan amal shaleh yang pernah diperbuat. Lalu berdoalah orang pertama dengan pengabdiannya kepada orang tua, yang kedua dengan sikap iffah (menahan diri dari perbuatan dosa pada saat mampu melakukannya, dan ketiga berdoa kejujurannya memenuhi hak orang lain (membayar gaji karyawan), hingga mereka bisa keluar selamat dari bahaya itu. Hadits muttafaq alaih.

e. Dsb.

Wallah a’lam


Kamis, 17 September 2009

MAKANATUR RASUL


Muhammad Rasulullah SAW adalah sebagai hamba di antara hamba-hamba Allah lainnya. Sebagai hamba maka Rasul mempunyai ciri yang juga sama dengan manusia lainnya seperti beliau sebagai manusia, mempunyai nasab dan jasadnya. Sebagai hamba ini menunjukkan bahawa Nabi adalah manusia biasa yang Allah berikan kemuliaan berupa wahyu dari Allah. Untuk mengetahui Nabi sebagai hamba dapat kita ketahui secara pasti dari perjalanan sirah Nabi, khususnya di dalam fiqh sirah. Selain itu Nabi Muhammad SAW juga sebagai rasul diantara para rasul. Sebagai rasul, Nabi bersifat menyampaikan risalah, menjalankan amanah dari Allah, dan sebagai pemimpin ummat. Perjalanan Nabi sebagai Rasul dalam menyampaikan dakwah dan misi dapat dilihat dari dakwah-dakwah Nabi seperti di dalam fiqh dakwah. Selain itu Nabi Muhammad SAW juga membawa sunnah yang dijadikan sebagai fiqhul Ahkam. Kedudukan Rasul dapat digambarkan di dalam sirah nabi, sunnahnya dan dakwahnya sehingga dari kedudukan ini banyak yang kita ambil sebagai fiqh sirah, fiqh ahkam dan fiqh dakwah.

Penjelasan rasmul Bayan

1. Abdun min Ibadillah.
• Rasul Muhammad SAW adalah sebagai hamba dan manusia biasa yang juga makan, minum, pergi ke pasar, beristeri, berniaga dan segala aktiviti manusia dikerjakan dan ditunaikan dengan baik. Rasul melaksanakan keperluan dan keperluan sebagaimana manusia lainnya melaksanakan keperluannya. Dari keadaan ini dapat disimpulkan bahawa Rasul sebagai manusia dan kitapun sebagai manusia sehingga apa yang dikerjakan oleh Nabi juga dapat dilaksanakan oleh kita secara baik. Tidak ada alasan untuk tidak mengerjakan perintah Rasul karena Allah telah mengutus Rasul dari kalangan manusia juga.
• Yang membedakan rasul dengan manusia yang lain ialah Rasul mendapat wahyu iaitu menyuruh kita mengilahkan Allah sahaja.
Dalil :
• Q.18:110, Rasul adalah manusia biasa seumpamamu.
110. Katakanlah: Sesungguhnya Aku Ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".

• Q.17:1, Rasul disebut oleh Allah sebagai hambanya.
1. Maha Suci Allah, yang Telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang Telah kami berkahi sekelilingnya[847] agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya dia adalah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.

1.2. Insan.
• Rasul sebagai manusia digambarkan makan, ke pasar dan sebagainya. Perilaku ini menggambarkan suatu aktiviti sehari-hari manusia. Apabila Rasul sebagai manusia maka dakwah mudah dilaksanakan dan mudah diterima, tidak ada alasan bagi manusia untuk menolaknya. Apabila malaikat sebagai Nabi maka banyak alasan untuk tidak melaksanakan perintah Allah. Kaum Yahudi senantiasa menyoal kehadiran Rasul yang berasal dari manusia. Sebetulnya mereka mengada-adakan soalan yang didasari kekufurannya kepada Allah.
• Rasul sebagai manusia juga dijelaskan dengan peranan Rasul sebagai suami dan bapa dari anak-anaknya. Dengan peranan ini menjadikan manusia lebih sempurna dan dapat mengikutinya dengan baik setiap amalan dan arahannya.
Dalil :
• Q.25:7, Rasul sebagai manusia yang juga makan, berjalan ke pasar.
7. Dan mereka berkata: "Mengapa Rasul itu memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar? Mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang malaikat agar malaikat itu memberikan peringatan bersama- sama dengan dia?,

• Q.13:38, Rasul mempunyai isteri, anak.
38. Dan Sesungguhnya kami Telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat (mukjizat) melainkan dengan izin Allah. bagi tiap-tiap masa ada Kitab (yang tertentu)[777].

[777] tujuan ayat Ini ialah pertama-tama untuk membantah ejekan-ejekan terhadap nabi Muhammad s.a.w. dari pihak musuh-musuh beliau, Karena hal itu merendahkan martabat kenabian. keduanya untuk membantah pendapat mereka bahwa seorang Rasul itu dapat melakukan mukjizat yang diberikan Allah kepada rasul-Nya bilamana diperlukan, bukan untuk dijadikan permainan. bagi tiap-tiap Rasul itu ada kitabnya yang sesuai dengan keadaan masanya.

1.2. Nasab.
Rasul berasal dari kaum Qurasy. Bapanya yang bernama Abdullah dan ibunya bernama Aminah. Beliau mempunyai keluarga dan keturunan yang jelas. Begitupun tentang sejarah kelahiran dan asal usulnya. Sejarah yang menjelaskan bagaimana nabi dibesarkan sehingga menjadi Rasul juga banyak terdapat di berbagai buku sirah Nabi.
Dalil :
• Hadits dan Sirah Nabi.

1.3. Jism.
Jism nabi Muhammad SAW digambarkan banyak oleh hadits seperti rambutnya yang rapi dan selalu disikat kemas, badannya yang kuat, tingginya sederhana dan sebagainya. Dari gambaran jasad ini Nabi adalah manusia yang juga sebagai manusia biasa lainnya.

Dalil :
• Hadits dan Sirah Nabi.

1.4. Sirah Nabawiyah.
Penjelasan :
Penggambaran Nabi sebagai hamba Allah terdapat di dalam sirah nabawiyah. Penggambaran ini dijadikan sebagai pengajaran, menerangkan sesuatu dan juga dapat sebagai petunjuk bagi kita yang membacanya. Dari sirah nabawiyah dapat disimpulkan bahawa Nabi sebagai hamba Allah dan menjalankan aktiviti-aktivitinya sebagai manusia biasa.

Dalil :
• Q.12:111, Kisah di dalam sirah dijadikan sebagai pelajaran.
111. Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.

2. Rasul minal Mursalin.
Muhammad SAW selain sebagai hamba biasa juga sebagai Rasul yang mempunyai keutamaan dan ciri-ciri kerasulan. Muhammad seperti Rasul lainnya juga mempunyai mukjizat dan tugas-tugas mulia. Walau bagaimanapun Rasul juga seperti manusia yang akan meninggal pada saatnya.
Dalil :
• Q.3:144, Muhammad itu sebagai Rasul yang sesungguhnya telah terdahulu beberapa Rasul sebelumnya.
144. Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh Telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul[234]. apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? barangsiapa yang berbalik ke belakang, Maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.

[234] Maksudnya: nabi Muhammad s.a.w. ialah seorang manusia yang diangkat Allah menjadi rasul. rasul-rasul sebelumnya Telah wafat. ada yang wafat Karena terbunuh ada pula yang Karena sakit biasa. Karena itu nabi Muhammad s.a.w. juga akan wafat seperti halnya rasul-rasul yang terdahulu itu. di waktu berkecamuknya perang Uhud tersiarlah berita bahwa nabi Muhammad s.a.w. mati terbunuh. berita Ini mengacaukan kaum muslimin, sehingga ada yang bermaksud meminta perlindungan kepada abu Sufyan (pemimpin kaum Quraisy). sementara itu orang-orang munafik mengatakan bahwa kalau nabi Muhammad itu seorang nabi tentulah dia tidak akan mati terbunuh. Maka Allah menurunkan ayat Ini untuk menenteramkan hati kaum muslimin dan membantah kata-kata orang-orang munafik itu. (Sahih Bukhari bab Jihad). abu bakar r.a. mengemukakan ayat Ini di mana terjadi pula kegelisahan di kalangan para sahabat di hari wafatnya nabi Muhammad s.a.w. untuk menenteramkan Umar Ibnul Khaththab r.a. dan sahabat-sahabat yang tidak percaya tentang kewafatan nabi itu. (Sahih Bukhari bab ketakwaan Sahabat).

2.1. Tabligh Risalah.
Sarahan :
Peranan Rasul yang utama adalah menyampaikan risalah Tuhan karena inilai yang membedakannya dengan manusia biasa. Rasul membawa manusia untuk mengabdi kepada Ilah yang satu iaitu Allah SWT. Menyampaikan misi Islam dan memberikan contoh adalah aktiviti utama para Rasul.
Dalil :
• Q.72:28, Rasul-rasul itu telah menyampaikan risalat Tuhannya.
28. Supaya dia mengetahui, bahwa Sesungguhnya rasul-rasul itu Telah menyampaikan risalah-risalah Tuhannya, sedang (sebenarnya) ilmu-Nya meliputi apa yang ada pada mereka, dan dia menghitung segala sesuatu satu persatu.

• Q.33:39, Rasul yang menyampaikan risalah Agama Allah.
39. (yaitu) orang-orang yang menyapaikan risalah-risalah Allah[1222], mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang(pun) selain kepada Allah. dan cukuplah Allah sebagai pembuat perhitungan.

2.2. Adaul Amanah.
Rasul telah menunaikan amanahnya sebagai rasul iaitu menyampaikan risalah kepada manusia. Menunaikan amanah dan tugas menyampaikan misi ini merupakan peranan Rasul. Bukti bahawa Rasul telah menunaikan amanah ini adalah pengikut-pengikutnya yang setia dan menyebarkan dakwah kepada manusia.
Dalil :
• Q.72:28, Rasul telah menyampaikan risalat Tuhannya.
• Q.5:67, Rasul diperintahkan untuk menyampaikan apa-apa yang diterimanya dari Allah.
67. Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia[430]. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.

[430] Maksudnya: tak seorangpun yang dapat membunuh nabi Muhammad s.a.w.

2.3. Imamatul Ummat.
Sarahan :
Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul juga sebagai Imam yang bertanggung jawab ke atas ummatnya. Pada hari kiamat Nabi berperanan sebagai Ummat. Hal ini menunjukkan bahawa Nabi juga bertanggung jawab terhadap apa-apa yang sudah disampaikan kepada ummatnya. Ketika di hari penghitungan di hari kiamat Nabi mempertanggung-jawabkan ummatnya.
Dalil :
• Q.4:41, Nabi Muhammad sebagai saksi bagi ummatnya
41. Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu[299]).

[299] seorang nabi menjadi saksi atas perbuatan tiap-tiap umatnya, apakah perbuatan itu sesuai dengan perintah dan larangan Allah atau tidak.

• Q.17:71, setiap manusia dengan imamnya di hari kiamat.
71. (Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya; dan barangsiapa yang diberikan Kitab amalannya di tangan kanannya Maka mereka Ini akan membaca kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya sedikitpun.

2.4. Dakwah Nabawiyah.
Penjelasan :
Al-Qur’an dan juga Sirah banyak menjelaskan dakwah nabi. Dari kedua ini muncul fiqh dakwah yang berseuai dengan realiti, tuntutan, keadaan dan respons tempatan. Misalnya Allah menceritakan perjalanan hijrah Nabi bersama Abu Bakar yang berada di gua Tsur, didapati banyak ular dan berbagai hewan yang berbahaya, kemudian nabi berkata janganlah takut sesungguhnya Allah bersama kami. Ayat yang menggambarkan dakwah ini menjadi fiqh dakwah bagi para da’I saat ini khususnya memotivasikan kita agar senantiasa berdakwah walaupun menghadapi banyak cabaran dan rintangan.
Dalil :
• Q.9:40, Rasul menasehati Abu Bakar, janganlah berduka cita sesungguhnya Allah bersama kami.
40. Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) Maka Sesungguhnya Allah Telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia Berkata kepada temannya: "Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita." Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir Itulah yang rendah. dan kalimat Allah Itulah yang Tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana[643].

[643] Maksudnya: orang-orang kafir Telah sepakat hendak membunuh nabi SAW, Maka Allah s.w.t. memberitahukan maksud jahat orang-orang kafir itu kepada nabi SAW. Karena itu Maka beliau keluar dengan ditemani oleh abu bakar dari Mekah dalam perjalanannya ke Madinah beliau bersembunyi di suatu gua di bukit Tsur.

3. Sunnah.
Sarahan :
Dari segi bahasa Sunnah berarti jalan. Maksud Sunnah Nabi adalah segala sesuatu yang disebutkan, diakurkan dan diamalkan. Sunnah Nabi bernilai syar’I dan perlu untuk mengikutinya. Sunnah yang demikian dijadikan sebagai teladan dan ikutan. Sesuatu di luar itu boleh dilaksanakan boleh juga tidak, ia merupakan sesuatu yang tidak wajib seperti Nabi biasa menunggang unta, memakai pakaian budaya Arab, perang dengan pedang dan sebagainya. Perkara ini adalah wasailul hayah yang boleh berubah dan tidak mesti mengikutinya. Yang perlu diikuti dan bernilai sunnah adalah yang bersifat minhajul hayah. Sunnah ini dijadikan sebagai fiqh ahkam untuk rujukan beramal atau mengambil keputusan.
Dalil :
• Hadits dan Sirah Nabi.

3.1. Fiqhul Ahkam.
Sarahan :
Bagi muslim dalam menjalankan hidup dan dakwah tentunya menghadapi banyak cabaran selain dari bagaimana mesti menjalani hidup ini dengan sempurna. Peranan hukum atau aturan sebagai panduan membawa kita ke arah yang sempurna sangatlah diperlukan. Rasul dijadikan sebagai tempat ketaatan dan ikutan, dan juga sebagai rujukan hukum. Fiqh ahkam yang digunakan sebagai dalil juga memerlukan pandangan sunnah.
Dalil :
• Q.4:64, 65, Rasul sebagai rujukan hukum dalam mengurus perselisihan.
64. Dan kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya Jikalau mereka ketika menganiaya dirinya[313] datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.
65. Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, Kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.

[313] ialah: berhakim kepada selain nabi Muhammad s.a.w.

Ringkasan Dalil :
• Hamba diantara hamba-hamba Allah (18:110, 17:1).
• Seorang Rasul diantara para rasul (26:3, 3:144).
• Keadaannya sebagai manusia (25:7, 13:38), nasabnya (hadits) dan jasadnya (hadits).
• Penyampai misi (72:28).
• Penuai amanah (5:3, 33:39, 5:67).
• Pemimpin ummat (4:41, 17:71).
• Sirah/perjalanan hidup nabi – fiqhus sirah (12:112).


SIFATUR RASUL


Mengenal Rasul perlu mengenal sifat-sifatnya. Bahgian tingkah laku, kepribadian, dan penampilan diwarnai oleh sifat seseorang. Begitupun Nabi Muhammad SAW dapat digambarkan melalui sifat-sifatnya. Mengetahui sifat-sifat ini diharapkan kita menyadari siapa sebenarnya Rasul dan kemudian kita dapat mengikutinya. Sifat Nabi seperti manusia biasa yang sempurna dapat diikuti oleh kita, karena tingkah laku atau perbuatannya seperti yang dilaksanakan manusia maka kitapun mesti dapat mengikutinya. Kemudian kita semakin percaya kepada apa-apa yang dibicarakan atau disampaikan Rasul adalah yang benar karena sifat beliau yang ‘ismah (terpelihara dari kesalahan), selain itu beliau adalah orang yang cerdas berarti apa yang dibawanya adalah hasil dari pada pemikiran dan analisa yang mendalam, tepat dan baik. Sifat amanah adalah juga sifat asas yang setiap manusia mesti menyenangi berkawan dengan mereka yang amanah, kita sebagai muslim perlu mengikuti sifat ini dengan sempurna begitupun dengan sifat lainnya seperti tabligh dan iltizam. Sifat-sifat ini menggambarkan akhlak mulia yang diwarnai oleh akhlak Al-Qur’an dan sangatlah sesuai dijadikan sebagai contoh yang baik bagi kita.

Penjelasan Rasmul Bayan:

1. Basyariyah (manusia).
Rasul sebagai manusia biasa seperti kita semua. Perbedaannya adalah Allah memberikan wahyu untuk disampaikan kepada orang lain. Kenapa Allah SWT perlu menegaskan bahawa Rasul itu manusia biasa. Dengan penegasan ini maka dapat disimpulkan bahawa Rasul dari golongan kita juga, dari manusia yang seperti kita juga misalnya makan, minum, tidur, beristeri, bekerja, belajar, penat, dan sifat-sifat kemanusiaan lainnya. Perbedaannya hanyalah terletak kepada amanah yang Allah berikan kepada Rasul iaitu wahyu. Meyakini betul bahawa Rasul seperti kita maka tidak ada alasan bagi kita untuk menolak perintah Rasul, tidak ada alasan tidak mampu, tidak boleh dan sebagainya. Juga tidak boleh beri alasan anak, isteri, sibuk bekerja dan sebagainya karena Rasul juga mempunyai tanggung jawab demikian juga terhadap anak, isteri dan sebagainya.
Dalil :
• Q.14:11, Rasul sebagai manusia biasa.
11. Rasul-rasul mereka Berkata kepada mereka: "Kami tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, akan tetapi Allah memberi karunia kepada siapa yang dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. dan tidak patut bagi kami mendatangkan suatu bukti kepada kamu melainkan dengan izin Allah. dan Hanya kepada Allah sajalah hendaknya orang-orang mukmin bertawakkal.

2. ‘Ismah (terpelihara dari kesalahan).
Penjelasan :
Manusia biasa yang tidak mendapatkan wahyu mungkin melakukan kesilapan dan kesalahan. Tetapi bagi para Rasul yang diberi amanah untuk menyampaikan dakwah mesti terpelihara dari kesalahan karena yang disampaikan adalah sesuatu yang berasal dari Allah SWT. Allah SWT perlu memelihara aturan dan firmanNya dari kesalahan. Dengan sifat Rasul demikian iaitu dijaga oleh Allah SWT maka apa yang dikeluarkan Nabi adalah benar dan kita perlu meyakininya.
Dalil :
• Q.5:67, Allah memelihara Rasul dari kejahatan manusia.
67. Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia[430]. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.

[430] Maksudnya: tak seorangpun yang dapat membunuh nabi Muhammad s.a.w.

• Q.66:1, Allah pengampun lagi penyayang.
1. Hai nabi, Mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu; kamu mencari kesenangan hati isteri-isterimu? dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang[1485]

[1485] Bukhari dan muslim meriwayatkan bahwa nabi Muhammad saw pernah mengharamkan dirinya minum madu untuk menyenangkan hati isteri-isterinya. Maka turunlah ayat teguran Ini kepada nabi.

3. Sidq (benar).
Rasul-rasul dan Muhammad SAW mempunyai sifat sidiq yang membawa kebenaran. Orang yang membawa kebenaran tentunya ia sendiri bersifat sidiq sehingga apa yang disampaikan dapat diterima. Oleh itu, dengan sifat ini ramai masyarakat jahiliyah menerima Islam. Sifat sidq berarti mengikuti Islam sebagai sumber kebenaran. Tidak mengikuti Islam berarti mengikuti hawa nafsunya sehingga menjauhkan diri dari kebenaran.
Dalil :
• Q.39:33, Muhammad SAW membawa kebenaran.
33. Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.

• Q.53:3-4, Tiadalah ia berbicara menurut hawa nafsunya.
3. Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya.
4. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).

4. Fatanah (cerdas).
Kecerdasan Rasulullah dapat dilihat bagaimana Rasul menyusun dakwah dan strategi-strategi seperti berperang, berdakwah ke tempat lain dan sebagainya. Diantara kecerdasan Rasul adalah mempunyai pandangan bahawa Islam akan menaklukkan Mekah dan menaklukkan Khaibar. Rasul menggambarkan pada saat tersebut ummat Islam masuk ke Masjidul Haram dengan aman sentosa, serta bercukur dan menggunting rambut kepala tanpa sedikitpun. Kecerdasan Rasul dalam memperkirakan kekuatan Ummat Islam dan kelemahan pihak lawan juga dibuktikan di dalam peperangan lainnya.
Dalil :
• Hadits.
• Q.48:27, pandangan Nabi terhadap kemenangan Islam.
29. Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud[1406]. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu Kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya Karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.

5. Amanah.
Sifat lainnya adalah Amanah. Amanah secara umum berarti bertanggung jawab terhadap apa yang dibawanya, menepati janji, melaksanakan perintah, menunaikan keadilan, memberikan hukum yang sesuai dan dapat menjalankan sesuatu yang disepakatinya. Sifat demikian dimiliki oleh para Rasul dan kita mesti mengikutinya. Sifat ini sangatlah diperlukan di dalam kehidupan kita tidak hanya dalam segi ibadah khusus tetapi secara umum seperti bekerja, belajar dan berhubungan dengan orang lain. Bos di tempat kita bekerja akan menyenangi kita yang mempunyai sifat amanah ini bahkan dengan sifat ini kita akan berjaya dan berprestasi.
Dalil :
• Q.4:58, Allah menyuruhmu supaya menunaikan amanah.
58. Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.

6. Tabligh (menyampaikan).
Salah satu rahasia kenapa Islam tersebar dengan cepat ke seluruh pelosok tempat dan bagaimana pula dengan cepatnya perubahan-perubahan di tengah masyarakat. Kenapa jumlah bilangan pengikut Islam semakin hari semakin ramai dan semakin banyak yang menyokong nya. Jawabannya adalah sifat tabligh dimiliki oleh Rasul dan pengikutnya. Setiap muslim merasakan bahawa dakwah atau menyampaikan Islam sebagai suatu kewajiban yang perlu dilaksanakan dimana sahaja dan bila masa sahaja. Artinya dalam keadaan bagaimanapun, ummat Islam senantiasa menyampaikan risalah ini kepada siapa sahaja yang menerimanya.
Dalil :
• Q.5:67, Sampaikanlah apa yang diturunkan kepadanya.

7. Iltizam (komitmen).
Rasulullah SAW beserta Rasulnya sangatlah dikenal dengan komitmennya dengan Islam dan apa yang dibawanya. Beliau tahan dan tidak merasa takut sedikitpun menghadapi cabaran dan tantangan dari pihak jahiliyah. Rasul selalu komitmen dan dapat menghadapi cabaran dengan baik. Sifat iltizam ini perlu dipupuk pada diri kita karena dengan sifat inilah, nilai-nilai Islam pada diri kita menjadi terpelihara dengan baik. Tanpa iltizam maka godaan syaitan dan gangguan kafir menjadi terasa pada kita dan perubahan berlaku bahkan menjadi futur dan sesat. Naudzubillah. Kemenangan bersama-sama dengan sifat iltizam ini.
Dalil :
• Q.17:74, kalau sekiranya tiadalah kami tetapkan komitmen engkau, sesungguhnya hampir engkau condong sedikit kepada mereka itu.
74. Dan kalau kami tidak memperkuat (hati)mu, niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka,

• Q.68:1-8, menggambarkan bagaimana Muhammad SAW disebut gila karena ia tetap komitmen dengan Islam, tahan dari cabaran kesesatan dan tidak mengikuti orang yang mendustakan agama Allah.

1. Nun[1489], demi kalam dan apa yang mereka tulis,
2. Berkat nikmat Tuhanmu kamu (Muhammad) sekali-kali bukan orang gila.
3. Dan Sesungguhnya bagi kamu benar-benar pahala yang besar yang tidak putus-putusnya.
4. Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.
5. Maka kelak kamu akan melihat dan mereka (orang-orang kafir)pun akan melihat,
6. Siapa di antara kamu yang gila.
7. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang paling mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya; dan Dia-lah yang paling mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
8. Maka janganlah kamu ikuti orang-orang yang mendustakan (ayat-ayat Allah).

8. Khuluqin Azim (akhlak yang mulia).

Sifat-sifat yang dimiliki oleh para rasul menggambarkan akhlak yang mulia. Akhlak mulia berarti akhlak yang tinggi kemudian untuk mencapainya perlu proses dan latihan. Tidak semua manusia boleh mencapai akhlak ini kecuali mereka yang mengikuti tarbiyah islamiyah. Akhlak mulia yang dimiliki seseorang maka akan disenangi oleh masyarakat disekitarnya, mereka menerima dan menyambut individu yang berakhlak mulia. Sunnah dakwah melihatkan bahawa kebencian pihak Jahiliyah karena aqidah yang dibawa ummat Islam bukan karena akhlaknya. Mereka menerima akhlak Islam karena tidak merugikannya bahkan menguntungkannya.
Dalil :
• Q.68:4, Sesungguhnya engkau (ya Muhammad) mempunyai akhlak yang mulia.
4. Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.

9. Akhlak Qur’an.
Akhlak mulia adalah juga akhlak Al-Qur’an. Berarti akhlak Rasul adalah amalan dan tingkah laku yang sesuai dengan Al-Qur’an atau yang diarahkan oleh Al-Qur’an. Jadi untuk mendapati akhlak mulia seperti yang dimiliki Rasul maka mesti mengamalkan Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-harinya. Al-Qur’an berjalan adalah akhlak Rasul.
Dalil :
• Hadits, bertanya kepada Aisyah RA, “Bagaimanakah akhlak Rasulullah ? Jawabannya adalah khuluquhu Al-Qur’an”.

10. Uswatun Hasanah (teladan yang baik).
Pada diri Rasul Muhammad SAW terdapat contoh yang baik iaitu akhlak yang mulia yang digambarkan oleh Allah SWT. Sebagai contoh yang nyata bagaimana menjadi muslim yang berakhlak mulia dan bagaimana Al-Qur’an tertanam dalam diri kita maka ikutilah Nabi Muhammad SAW. Mereka yang mengikuti nabi ini adalah mereka yang mengharapkan rahmat Allah dan hari yang kemudian, serta ia banyak mengingat Allah.
Dalil :

• Q.33:21, Sesungguhnya pada Rasul Allah (Muhammad) ada ikutan yang baik bagimu.
21. Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.

Ringkasan Dalil :
• Sifat-sifat Rasul :
• Manusia sempurna (14:11, 25:8).
• Terpelihara dari kesalahan (5:67, 80:1, 66:1).
• Benar (39:33, 53:3-4).
• Cerdas (Hadits, 48:27).
• Amanah (4:58, 69:44-46).
• Menyampaikan (5:67, 81:24, 80:1-2).
• Komitmen yang sempurna (17:73, 68:6).
• Akhlak yang agung (68:4), iaitu akhlak Qur’an – Hadits.
• Sebagai suri teladan (33:21).


TA’RIFUR RASUL


Rasul adalah seorang lelaki yang terpilih dan yang diutus oleh Allah dengan risalah kepada manusia. Definisi rasul ini menggambarkan kepada kita bagaimana manusia sebagai Rasul yang terbaik diantara manusia lainnya. Sehingga apa yang dibawa, dibincangkan dan dilakukan adalah sesuatu yang terpilih dan mulia dibandingkan dengan manusia lainnya. Rasul sebagai pembawa risalah yang Allah berikan kepadanya dan juga Rasul sebagai contoh dan teladan bagi aplikasi Islam di dalam kehidupan seharian. Untuk lebih jelasnya bagaimana mengenal Rasul yang menjalankan peranan pembawa risalah dan sebagai model, maka kita perlu mengenal apakah ciri-ciri dari Rasul tersebut. Ciri-ciri Rasul adalah mempunyai sifat-sifat yang asas, mempunyai mukjizat, sebagai pembawa berita gembira, ada berita kenabian dan memiliki ciri kenabian, juga nampak hasil perbuatannya.

Penjelasan Rasmul Bayan

1. Ar Rasul.
Penjelasan :
• Rasul adalah lelaki yang dipilih dan diutus Allah dengan risalah Islam kepada manusia. Rasul adalah manusia pilihan yang kehidupannya semenjak kecil termasuk ibu bapanya sudah dipersiapkan untuk menghasilkan ciri-ciri kerasulannya yang terpilih dan mulia. Mengenal rasul mesti mengetahui apakah peranan dan fungsi rasul yang dibawanya. Terdapat dua peranan rasul iaitu membawa risalah dan sebagai model.
• Rasul sebagai manusia biasa yang diberikan amanah untuk menyampaikan risalah kepada manusia.
Dalil :
• Q.18:110, Rasul sebagai manusia biasa seperti kamu.

110. Katakanlah: Sesungguhnya Aku Ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".

• Q.6:9, Rasul dalam bentuk Rajul bukan Malaikat.

9. Dan kalau kami jadikan Rasul itu malaikat, tentulah kami jadikan dia seorang laki-laki dan (kalau kami jadikan ia seorang laki-laki), tentulah kami meragu-ragukan atas mereka apa yang mereka ragu-ragukan atas diri mereka sendiri[461].

[461] Maksudnya: kalau Allah mengutus seorang malaikat sebagai rasul, tentu Allah mengutusnya dalam bentuk seorang manusia, Karena manusia tidak dapat melihat malaikat, dan tentu juga mereka akan berkata: Ini bukan malaikat, Hanya manusia seperti kami juga, jadi mereka akan tetap ragu-ragu.

• Q.33:40, Muhammad SAW sebagai Rasul Allah.

40. Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu[1223]., tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

[1223] Maksudnya: nabi Muhammad s.a.w. bukanlah ayah dari salah seorang sahabat, Karena itu janda Zaid dapat dikawini oleh Rasulullah s.a.w.

2. Hamilu Risalah.
Penjelasan :
• Rasul membawa risalah kepada manusia, banyak disampaikan di dalam ayat Al-Qur’an. Tugas menyampaikan wahyu dan risalah ini adalah tugas dan amanah wajib bagi setiap Rasul. Apa sahaja yang Rasul terima dari Allah maka disampaikan wahyu tadi kepada manusia.
• Rasul dan orang yang menyampaikan risalah Islam tidak akan takut dengan segala bentuk ancaman karena ia yakin bahawa yang dibawa dan disampaikannya adalah milik Allah yang memiliki alam semesta dan seisinya. Dengan demikian apabila kita menyampaikan pesan sang pencipta maka pencipta (Allah) akan melindungi dan menolongnya.
Dalil :
• Q.5:67, Rasul menyampaikan apa-apa yang diterimanya dari Allah.

67. Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia[430]. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.

[430] Maksudnya: tak seorangpun yang dapat membunuh nabi Muhammad s.a.w.

• Q.33:39, orang yang menyampaikan risalah Allah, mereka tidak takut kepada siapapun kecuali hanya kepada Allah sahaja.

39. (yaitu) orang-orang yang menyapaikan risalah-risalah Allah[1222], mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang(pun) selain kepada Allah. dan cukuplah Allah sebagai pembuat perhitungan.

[1222] Maksudnya: para Rasul yang menyampaikan syari'at-syari'at Allah kepada manusia.

3. Qudwatu fi Tatbiq Risalah.
Penjelasan :
Dalam menjalankan dan mengamalkan Islam, tidak akan mungkin seorang manusia dapat memahami langsung apa-apa yang ada di dalam Al-Qur’an kecuali apabila dapat petunjuk dan contoh dari Nabi. Muhammad dan para rasul lainnya mempunyai peranan dalam menjembatani pesan-pesan Allah agar dapat diaplikasikan kepada manusia. Nabi Ibrahim AS sebagai contoh dalam mengelakkan diri dari menyembah sembahan berhala. Walaupun demikian sebagai ummat Muhammad yang wajib diikuti hanya kepada Nabi Muhammad sebagai penutup para nabi dan yang sesuai dengan pendekatan bagi manusia sekarang.

Dalil :
• Q.33:21, Muhammad (Rasul) sebagai qudwah yang baik.

21. Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.

• Q.60:4, Ibrahim AS sebagai ikutan dalam melaksanakan Aqidah.

4. Sesungguhnya Telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan Dia; ketika mereka Berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan Telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya[1470]: "Sesungguhnya Aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan Aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah". (Ibrahim berkata): "Ya Tuhan kami Hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan Hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan Hanya kepada Engkaulah kami kembali."

[1470] nabi Ibrahim pernah memintakan ampunan bagi bapaknya yang musyrik kepada Allah : Ini tidak boleh ditiru, Karena Allah tidak membenarkan orang mukmin memintakan ampunan untuk orang-orang kafir (lihat surat An Nisa ayat 48).

4. Alamatu Risalah.
Penjelasan :
Agar memahami peranan Rasul lebih mendalam maka kita perlu mengetahui apakah ciri-ciri Rasul sebenarnya. Rasul yang membawa peranan dan amanah yang cukup berat dalam menjalankan tugasnya mempunyai beberapa keistimewaan yang dijelaskan dalam ciri-ciri Rasul itu sendiri, sifat asa, mukjizat, basyirat, nubuwah dan tsamarat.

5. Sifatul Asasiyah.
Penjelasan :
Sifat asas Rasul adalah akhlak mulia yang terdiri dari sidiq, tabligh, amanah dan fatanah. Sifat asas dan utama ini mesti dipunyai oleh setiap rasul dan orang yang beriman. Tanpa sifat ini maka seorang mukmin kurang mengikuti Islam yang sebenarnya bahkan dapat menggugurkan keislamannya. Misalnya sifat dasar sidiq, Rasulullah menekankan bahawa kejujuran sebagai akhlak yang utama, tanpa shidiq maka akan gugur keislamannya. Dengan kejujuran yang dimiliki walaupun ia berbuat dosa seperti merogol atau mencuri, masih dapat dimaafkan apabila ia masih mempunyai sifat shidiq. Dengan sifat asas ini maka manusia dijamin hidupnya di dunia dan di akhirat akan bahagia. Sifat asas juga bersifat universal ini sangat strategik bagi setiap mukmin dalam menjalankan Islam dan memelihara dirinya dari segala cabaran.

Dalil :
• Q.68:4, Rasul mempunyai akhlak yang mulia.

4. Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.

6. Mukjizat.
Sarahan :
• Banyak mukjizat yang dibawa oleh para Rasul. Setiap Rasul membawa mukjizat yang diberi Allah berbeda-beda seperti nabi Ibrahim yang tidak terbakar, nabi Musa yang membelah lautan, nabi Sulaiman dapat bercakap dengan segala makhluk, nabi Daud yang mempunyai kekuasaan dan lainnya. Nabi Muhammad sendiri banyak mukjizat yang Allah SWT berikan misalnya membelah bulan ketika dicabar oleh orang kafir, Al-Qur’an makluman awal terhadap segala peristiwa yang berlaku dan sebagainya.
• Dengan mukjizat ini maka manusia semakin yakin dengan apa yang diberikan oleh para Rasul kepada manusia.
Dalil :
• Q.54:1, Rasul membelah bulan

1. Telah dekat datangnya saat itu dan Telah terbelah bulan[1434].

[1434] yang dimaksud dengan saat di sini ialah terjadinya hari kiamat atau saat kehancuran kaum musyrikin, dan "terbelahnya bulan" ialah suatu mukjizat nabi Muhammad SAW.

• Q.15:9, Al-Qur’an yang dipelihara oleh Allah.

19. Dan kami Telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran.

7. Al Mubasyarat.
Penjelasan :
Ciri kerasulan adalah sudah dimaklumkan oleh manusia-manusia sebelumnya mengenai kedatangannya. Nabi Muhammad SAW sudah dimaklumkan ketika zaman Nabi Isa AS, bahawa akan datang seorang Rasul yang bernama Ahmad (terpuji).

Dalil :
• Q.61:6, berita gembira yang memaklumkan kedatangan nabi Muhammad SAW.

6. Dan (Ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: "Hai Bani Israil, Sesungguhnya Aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan Kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)." Maka tatkala Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: "Ini adalah sihir yang nyata."

8. An Nubuwah.
Sarahan :
Ciri-ciri rasul lainnya adalah adanya berita kenabian seperti membawa perintah dari Allah untuk manusia keseluruhan seperti perintah haji (pada zaman Nabi Ibrahim) dan perintah-perintah Allah di dalam Al-Qur’an (pada zaman Nabi Muhammad).

Dalil :
• Q.22:26-27, Nabi Ibrahim disuruh oleh Allah untuk memberitahukan kepada manusia agar berhaji.

26. Dan (ingatlah), ketika kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): "Janganlah kamu memperserikatkan sesuatupun dengan Aku dan sucikanlah rumahKu Ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku' dan sujud.
27. Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus[984] yang datang dari segenap penjuru yang jauh,

[984] Unta yang kurus menggambarkan jauh dan sukarnya yang ditempuh oleh jemaah haji.

• Q.6:19, Al-Qur’an adalah wahyu kepada rasul dan sebagai berita kenabiannya.

19. Katakanlah: "Siapakah yang lebih Kuat persaksiannya?" Katakanlah: "Allah". dia menjadi saksi antara Aku dan kamu. dan Al Quran Ini diwahyukan kepadaku supaya dengan dia Aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Quran (kepadanya). apakah Sesungguhnya kamu mengakui bahwa ada tuhan-tuhan lain di samping Allah?" Katakanlah: "Aku tidak mengakui." Katakanlah: "Sesungguhnya dia adalah Tuhan yang Maha Esa dan Sesungguhnya Aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan (dengan Allah)".

• Q.25:30, Rasul mengajak ummatnya kepada Al-Qur’an tetapi mereka meninggalkannya.

30. Berkatalah Rasul: "Ya Tuhanku, Sesungguhnya kaumku menjadikan Al Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan".

9. Attsamarat.
Penjelasan :
• Kader Nabi iaitu para sahabat adalah bukti nyata yang menjadikan perubahan-perubahan di jazirah Arab dan seluruh dunia.

Dalil :
• Q.48:29, hasil tarbiyah dan dakwah Rasul adalah kader-kader yang tangguh.

29. Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud[1406]. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu Kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya Karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.

[1406] Maksudnya: pada air muka mereka kelihatan keimanan dan kesucian hati mereka.

Ringkasan Dalil :

• Rasul adalah lelaki yang dipilih dan diutus Allah dengan risalah Islam kepada manusia (5:67, 33:39)

67. Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia[430]. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.

[430] Maksudnya: tak seorangpun yang dapat membunuh nabi Muhammad s.a.w.

39. (yaitu) orang-orang yang menyapaikan risalah-risalah Allah[1222], mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang(pun) selain kepada Allah. dan cukuplah Allah sebagai pembuat perhitungan.

[1222] Maksudnya: para Rasul yang menyampaikan syari'at-syari'at Allah kepada manusia.

• Teladan dalam melaksanakan risalah (33:21, 56, 60:4)

56. Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi[1229]. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya[1230].

[1229] Bershalawat artinya: kalau dari Allah berarti memberi rahmat: dari malaikat berarti memintakan ampunan dan kalau dari orang-orang mukmin berarti berdoa supaya diberi rahmat seperti dengan perkataan:Allahuma shalli ala Muhammad.
[1230] dengan mengucapkan perkataan seperti:Assalamu'alaika ayyuhan Nabi artinya: semoga keselamatan tercurah kepadamu Hai nabi.

• Tanda-tanda kerasulan :
• Sifat (68:4)
• Mukjizat (54:1, 15:9)
• Berita kedatangan (61:6)
• Berita kenabian (25:30, 22:26-27)
• Hasil-hasil perbuatan (48:29)

29. Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud[1406]. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu Kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya Karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.

[1406] Maksudnya: pada air muka mereka kelihatan keimanan dan kesucian hati mereka.


Kamis, 10 September 2009

ETIKA MEMBELANJAKAN HARTA

TUJUAN INSTRUKSIONAL
Setelah mendapatkan materi ini, maka kader akan
1. Memahami cara mengelola harta yang benar. Dia tidak boros serta konsumtif. Tidak sering membelanjakannya untuk kebutuhan sekunder apalagi tertier. Begitu pula tidak kikir dan terlalu mengirit. Dia hanya membelanjakannya untuk urusan yang benar dan tidak menyalahi syariat
2. Mengutamakan produk-produk Islam ketika berbelanja dan tidak membelinya di toko-toko non muslim meskipun harganya lebih murah
3. Mengkondisikan diri dan lingkungannya untuk konsisten dengan adab-adab Islam dalam mengelola harta dan membelanjakannya


TITIK TEKAN MATERI
Pokok-pokok pikiran dan titik tekan materi yang harus disampaikan adalah :
a. Peserta menyadari pentingnya masalah ekonomi dalam kehidupan umat dan diantara realitasnya dia harus berlaku hemat dengan tidak melakukan pemborosan atau kikir. Disamping itu, setiap uang yang berpindah tangan harus dihindari jatuhnya ke tangan kalangan non muslim.
b. Untuk mendukung basis ekonomi yang kuat, setiap produk yang dikonsumsinya benar-benar diproduksi oleh umat Islam.
c. Untuk menambah ilustrai masalah ini ada baiknya menurunkan kisah Umar bin Abdul Aziz ketika ditanya oleh mertuannya tentang nafkah yang ia berikan kepada istrinya, beliau berkata bahwa nafkahnya berupa kebaikan yang berada antara dua keburujkan.

POKOK-POKOK MATERI
1. Mengelola harta secara efisien dan produkstif
2. Kebutuhan hidup manusia, primer, skunder, tersier
3. Mengutamakan produk umat Islam
4. Tidak berbelanja kepada orang Non muslim.

Penjabaran dari pokok-pokok materi
Bagian Pertama
Mengelola harta Secara Efisien dan Produktif

A. Menggunakan harta Secukupnya
Memproduksi barang-barang yang baik dan memiliki harta adalah hak sah menurut Islam. Namun pemilikan harta itu bukanlah tujuan tetapi sarana untuk menikmati karunia Allah dan wasilah untuk mewujudkan kemaslahatan umum, yang memang tidak sempurna kecuali dengan harta yang dijadikan Allah bagi manusia sebagai batu pijakan. Memiliki harta untuk disimpan, diperbanyak, lalu dihitung-hitung adalah tindakan yang dilarang. Ia merupakan penyimpangan petunjuk Allah, Sunnah dan memungkiri keberadaan istikhlaf.
Firman Allah :
“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu ‘menguasainya’. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahlan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.” (QS. Al-Hadiid : 7).
Yang dimaksud dengan menguasai disini ialah penguasaan yang bukan secara mutlak. Hak milik pada hakekatnya adalah milik Allah. Manusia menafkahkan hartanya itu haruslah menurut hukum-hukum yang telah disyariatkan Allah. Karena itu tidak boileh kikir dan boros.
Belanja dan konsumsi adalah tindakan yang mendorong masyarakat berproduksi sehingga terpenuhinya segala kebutuhan hidupnya. Jika tidak ada manusia yang bersedia menjadi konsumen , dan jika daya beli masyarakat berkurang karena sifat kikir yang melampaui batas, maka cepat atau lambat, roda produksi niscaya akan terhenti , selanjutnya perkembangan bangsa akan terhambat.1

B. Tidak berbuat Mubazir
Islam mewajibkan setiap orang membelanjakan harta miliknya untuk memenuhi kebutuhan diri pribadi dan keluarganya serta menafkahkannya di jalan Allah. Dengan kata lain Islam memerangi kekikiran dan kabakhilan. Larangan kedua dalam masalah harta adalah tidak berbuat mubadzir kepada harta karena Islam mengajarkan bersifat sederhana. Harta yang mereka gunakan akan dipertanggungjawabkan di hari perhitungan, seperti sabda Rasulullah : “Tidak beranjak kaki seseorang pada hari kiamat, kecuali setelah ditanya empat hal…dan tentang hartanya, darimana diperolehnya dan kemana membelanjakannya.

Sebagaimana seorang muslim dilarang memperoleh harta dengan cara haram, maka dalam membelanjakannya pun dilarang dengan cara yang haram. Ia tidak dibenarkan membelanjakan uang di jalan halal dengan melebihi batas kewajaran karena sikap boros bertentangan dengan paham istikhla’ harta majikannya (Allah).

Islam membenarkan pengikutnya menikmati kebaikan dunia. Prinsip ini bertolak belakang dengan sistem kerahiban (kepasturan) Kristen, Manuisme Parsi, Sufisme Brahma, dan sistem lainnya yang memandang dunia secara sinis.2 Sikap Mubazir akan menghilangkan kemaslahatn harta, baik kemaslahatan pribadi maupun kemaslahatan orang lain. Lain halnya jika harta tersebut dinafkahkan untuk kebaikan dan untuk memperoleh pahala, dengan tidak mengabaikan tanggungan yang lebih penting.

Sifat mubazir ini akan timbul jika kita merasa mempunyai harta berlebihan sehingga sering membelanjakan harta tidak untuk kepentingan yang hakiki, tetapi hanya menuruti hawa nafsunya belaka. Allah sangat keras mengancam orang yang berbuat mubazir dengan ancaman sebagai temannya setan.

C. Tidak menghambur-hamburkan harta (boros)
Sikap boros atau menghambur-hamburkan harta yang berbahaya adalah merusk harta, meremehkannya, atau kurang merawatnya sehingga rusak dan binasa. Perbuatan ini termasuk kriteria menghambur-hamburkan uang yang dilarang oleh Nabi Muhammad Saw.

Contoh dari menghamburkan harta misalnya, menelantarkan hewan hingga kelaparan atau sakit, menelantarkan tanaman hingga rusak, menelantarkan biji-bijian, makanan atau buah-buahan hingga rusak dimakan bakteri atau serangga, dan membiarkan bangunan rusak dimakan usia. Termasuk juga menghidupkan lampu pada waktu siang hari, membiarkan keran air terbuka hingga airnya terbuang sia-sia, membuang makanan ke tong sampah sedangkan manusia lain membutuhkannya, membuang pakaian yang masih bisa dipakai hanya karena berlubang kecil (robek sedikit) atau karena sudah tidak sesuai dengan mode, padahal orang lain membutuhkannya untuk menutupi auratnya atau melindungi tubuhnya dari panas dan dingin.

Contoh lain adalah : menelantarkan tanah perkebunan tanpa ditanami, menelantarkan alat-alat yang bisa meningkatkan produksi secara kualitas ataupun kuantitas, menelantarkan sumber daya hewani padahal kulit, susu atau bagian lainnya bisa dimanfaatkan sebagaimana disyariatkan oleh Al-Qur’an.

Al-Hafidz berkata dalam hadits Bukhari :”Sesungguhnya Allah memakruhkan kamu menghambur-hamburkan uang.”. Menurut sebagian orang, menghambur-hamburkan uang selalu berkaitan dengan sikap boros dalam membelanjakan harta. Yang lain berpendapat bahwa hal itu berkaitan dengan membelanjakan barang haram. Pendapat terkuat adalah berkaitan dengan segala jenis pembelanjaan yang tidak diizinkan oleh syari’at, baik untuk kepentingan agama maupun kepentingan dunia. Sebab , Allah menjadikan harta sebagai sarana untuk menegakkan kemaslahatan hamba-Nya.

Dengan demikian, tindakan menghambur-hamburkan uang dapat disimpulkan dalam tiga hal :
1. membelanjakan untuk hal yang dilarang agama, ini hukumnya haram
2. membelabjakannya untuk hal yang diperbolehkan agama, hukumya dikehendaki, selama tidak meninggalkan tanggung jawab yang lebih berat
3. Membelanjakannya untuk hal yang dimubahkan agama, seperti untuk menyenagkan hatai. Hal ini terbagai dua :
• Pengeluarannya sesuai dengan pendapatan. Dengan kata lain ia tidak boros.
• Membelanjakannya sesuai dengan kebiasaan, yang juga terbgai dua :
- Membelanjakan harta demi menanggulangi bencana, seperti peperangan. Ini tidak termasuk boros
- Segala sesuatu yang termaduk hal di atas. Menurut pendapat jumhur ini termasuk sifat boros, namun menurut sebagian ulama Syafei itu bukan boros.

Al-Baji (pengikut Al-Malikiyah) berkata : “Terlalu banyak membelanjakan harta untuk kepentingan dunia adalah makruh. Jika hanya sekali-kali tidak mengapa, seperti ketika kedatangan tamu, merayakan hari raya, atau menyelenggarakan pernikahan.” Diantara sikap menghamburkan uang yang tidak terdapat khilaf di dalamnya ialah perbuatan bangunan yang melebihi kebutuhan, apalagi jika ditambah dengan hiasan mewah. Adapaun menghambur-hamburkan uang dalam kegiatan maksiat termasuk prbutaan keji.

Menurut As-Subuki al-Kabir, jika uang dihamburkan bukan untuk kepentingan agama dan dunia hukumnya haram, sedangkan jika demi salah satu kemaslahatan maka hukumya boleh dan tidak berdosa.3

D. Kewajiban membelanjakan harta
Islam mewajibkan umatnya untuk bekerja dan berpenghasilan demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Setelah seseorang memperoleh harta dengan cara halal maka ada kewajiban setelah itu yang harus ditunaikan yaitu membelanjakannya. Ketika seseorang membelanjakan harta ia harus mengacu pada kaidah dan aturan Islam seperti Tidak boros, tidak mubazir, tidak kikir, dll. Perintah membelanjakan harta di dalam Al-Qur’an tercantum setelah perintah untuk beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Seperti firman Allah : “ (Yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan sholat dan menafkahkan sebagian rizkinya yang Kami anugrahkan kepada mereka.” (QS. Al-Baqarah : 3)4

Para mufasir berbeda pendapat tentang maksud infak ini, apakah infak ini maksudnya zakat Fardhu, sedekah sunah, atau menafkahkan harta untuk keluarga. Para pengamat condong mengatakan bahwa redaksi infak bertendensi untuk keluarga, untuk masyarakat ataupun Fisabilillah5

Pemahaman tentang Islam yang Syamil dan mutakamil harus dimiliki semua umat Islam sehingga ketika ia akan membelanjakan harta sesuai dengan syariat Islam.. Ia faham betul bahwa harta yang ia miliki ada hak bagi orang lain, anak yatim, orang miskin, orang berhutang, mualaf dll. Hartanya bukan hasil jerih payahnya sendiri tapi ada kontribusi dari pihak lain. Ia pun sadar untuk mengeluarkan zakat terhadap hartanya agar menjadi bersih.

Menurut beberapa hadits nabi bahwa kewajiban membelanjakan harta yang paling utama adalah nafkah untuk keluarga dan fisabilillah. Juga ada larangan dalam membelanjakan harta seperti, digunakan untuk membeli barang yang tak berguna, membeli sutera dan dipakai bagi laki-laki, membeli perhiasan emas dan dipakai bagi laki-laki, membeli barang yang dapat mendekatkan pada perbuatan syirik, membeli berhala dan patung-patung yang hanya dipajang dirumah.

Yang paling baik untuk membelanjakan harta adalah digunakan kembali untuk usaha-usaha yang produktif yang dapat mengentaskan kemiskinan dan megangkat derajat kaum muslimin di dunia ini. Umat Islam yang mempunyai harta di Bank-bank konvensional seharusnya memikirkan hal ini, jangan sampai harta yang ia simpan di Bank hanya digunakan oleh orang-orang non muslim. Pada akhirnya merekalah yang menikmati keuntunganya sedangkan kita hanya menjadi penyokong mereka.

E. Membelanjakan Harta Untuk kebaikan
Sebagaimana telah diketahui, Islam menganjurkan umatnya untuk bekerja dan berusaha dengan baik. Islam pun menganjurkan agar harta dikeluarkan dengan tujuan yang baik dan bermanfaat bagi manusia.

Alah berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu…” (QS. Al-Baqarah : 172).
“Mereka menanyakan kepadamu,’Apakah yang dihalalkan bagi mereka ?’ Katakanlah,’Dihalalkan bagimu yang baik-baik….” (QS. Al-Maaidah : 4).
Dalam menjalankan hidup ini seorang muslim seyogyanya memiliki konsep bahwa pembelanjaan hartanya akan berpahala jika dilakukan untuk hal-hal yang baik dan sesuai dengan perintah agama, dan yang penting harta itu pun diperoleh dengan cara yang baik pula.

Rasulullah Saw bersabda :
“Sesungguhnya Allah itu baik dan hanya menerima yang baik-baik saja.
“Sesungguhnya tidaklah kamu menafkahkan suatu nafkah dengan ikhlas karena Allah kecuali kamu mendapat pahala darinya.” (Muttafaq “Alai)
Sesungguhnya seorang muslim yang berpegang pada ayat Allah dan hadits tersebut dan komit dengan aturan tersebut dapat menjauhkannya dari masalah-masalah yang timbul dari pengeluaran yang ditujukan untuk keburukan dan menjauhkan seorang muslim dari kemaksiatan.6

F. Menghindari Pembelanjaan untuk Barang Mewah
Islam Mengharamkan pengeluaran yang berlebih-lebihan dan terkesan mewah karena dapat mendatangkan kerusakan dan kebinasaan. Allah berfirman :
“Dan jika Kami ingin membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Allah), tetapi mereka melakukan kedurhakaan di dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami) kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.”(QS.al-Isra’ : 16)

Apa yang Allah firmankan dalam ayat di atas saat ini sudah menjadi sebuah kenyataan dan fakta. Setiap hari kita mendengar dan melihat bagaimanan penduduk disebuah negeri diberi bencana oleh Allah, mulai dari kebanjiran, gempa, tanah longsor, gunung meletus dan fenomena alam yang lainnya. Bahkan di negeri kita sendiri beberapa waktu yang lalu telah terjadi prahara yang sangat dasyat. Mulai dari Aceh sampai Irian Jaya bencana datang silih berganti, tak kenal tua atau muda, kaya atau msikin, laki-perempuan, semuanya mendapat teguran oleh Allah.

Betapa hati kita tersayat ketka melihat Aceh, Medan, Padang, Bengkulu, Banten, Cilacap, Purworejo, Magelang, Poso, Kupang, terjadi banjir dan tanah longsor. Ratusan rumah hancur, ribuan nyawa melayang, kerugian harta benda dan moral tak terhitungkan. Apakah kita masih menungu azab Allah datang lagi di negeri yang subur ini ? Jawabanya, tentunya kita tak ingin sederetan bencana tersebut terulang kembali di bumi pertiwi ini. Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang untuk mengantisipasi bencana tersebut. Memang bencana hanya Allah yang tahu kapan dan dimana akan terjadi, tapi setidaknya Ayat Allah diatas menjadi rujukan kita untuk tidak berlaku bermewah-mewahan dimuka bumi ini. Harta yang kita punyai sekarang ini hakekatnya adalah pinjaman Allah, sewaktu-waktu akan diambil oleh-Nya.

Jika kita tergolong orang yang mampu, seharusnya malu jika masih tetap membelanjakan hata untuk barang-barang yang mewah yang tak ada kemanfatanya sama sekali. Kita dengan bangganya menenteng Hand Phone, mengendarai mobil mewah, rumah bertingkat dan penuh dengan perabotan, pakaian yang mahal dari merek yang terkenal, makanan yang enak buatan produk import dll. Namun disisi lain, tetangga dan saudara kita (ikhwah) bnayak yang hidupnya serba pas-pasan. Bahkan jauh dari mencukupi. Mereka berhutang untuk menyambung hidupnya.. Akankah sifah membelanjakan barang mewah ini akan terus kita lakukan. Ingat akhi.. bahwa hidup ini hanya sementara dan ketika kita mati bukan harta yang kita bawa, tetapi amal shalihlah yang akan menyertainya.

Sungguh sangat bijak jika kita merenungkan sabda dari Uswah kita rasulullah berkenaan dengan sifat bergaya hidup mewah :
“Makan, minum dan berpakaianlah sekehendakmu, sebab yang membuat kamu berbuat kesalahan itu ada dua perkara ; bergaya hidup mewah dan berprasangka buruk.”(Dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas)

G. Menghindari Pembelanjaan yang Tidak Disyariatkan
Karena bergaya hidup mewah itu diharamkan, untuk tindakan preventif, diharamkan pula segala pembelanjaan yang tidak mendatangkan manfaat, baik manfaat materi maupun spiritual. Diantara pembelanjaan dan pngeluaran yang tidak disyariaatkan adalah segala bentuk pengeluaran untuk membeli sesuatu yang dibenci Allah SWT, sepeti membeli alat-alat permainan yang tidak diperintahkan dalam agama, membeli makanan dan minuman yang merusak, misalnya daging babi, minuman berakohol dan madat. Jelasnya bahwa pengeluaran harta hanya untuk yang baik dan bermanfaat saja.
Allah Berfirman :
“Katakanlah,’Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapakah pula yang mengharamkan ) rezeki yang baik ?’ Katakanlah,’Semua itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman…”(QS. Al-A’raaf : 32)

Selain itu, pembelian untuk sesuatu yang mengarah pada berbuat bid’ah dan kebiasaan buruk, seperti membeli barang-barang mewah buatan luar negeri, termasuk pengeluaran yang tidak disyariatkan sebab orang yang bersangkutran akan menjadikan hal itu sebagai kebiasaan. Padahal tingkat kemanfaatannya sangat rendah atau sama dengan barang yang ada di dalam negeri.

H. Bersikap Tengah-tengah dalam Pembelanjaan
Islam mengajarkan sikap pertengahan dalam segala perkara. Begitu juga dalam mengeluarkan harta, yaitu tidak berlebihan dan tidak pula kikir. Sikap berlebihan adalah sikap hidup yang merusak jiwa, harta, dan masyarakat, sementara kikir adalah sikap hidup yang dapat menahan dan membekukan harta..
Allah berfirman :
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah yang demikian.” (QS. Al-Furqan : 67).

Oleh karena itu, diwajibkan kepada para muslimin untuk bersikap pertengahan dalam membelanjakan harta dan menjauhi sifat kikir. Hal ini diperkuat dengan sabda rasul Saw :
• “Allah akan memberikan rahmat kepada seseorang yang berusaha dari yang baik, membelanjakan dengan pertengahan, dan dapat menyisihkan kelebihan untuk menjaga pada hari dia msikin dan membutuhkannya. (HR. Ahmad).
• “Tidak akan miskin orang yang bersikap pertengahah dalam pengeluaran.”(HR. Ahmad)

Dari penjelasan-penjelasan di atas kita dapat melihat bahwa syari’at Islam memiliki aturan-aturan yang harus dipraktekan oleh setiap muslim dalam mengeluarkan hartanya. Hendaklah kita mengintrospeksi diri, apakah pengeluaran kita telah sesuai dengan aturan Islam atau tidak ? Jika sesuai teruskanlah, jika tidak, berhentilah. Jika kita dalam pengelolaan harta sesuai dengan syariat Islam, Allah akan memajukan usaha kita berlipat ganda dan berkah Allah senantiasa menaungi kita.7

Bagian Kedua
Kebutuhan Hidup Manusia, Primer, Skunder, Tersier

Islam telah meletakkan peraturan-peraturan pokok yang harus dilaksanakan di dalam kehidupan, seperti masalah pngeluaran. Islam mengajarkan agar pengeluaran seorang muslim lebih mengutamakan pembelian barang pokok sehingga sesuai dengan tujuan syariat. Dalam hal ini terdapat tiga jenis kebutuhan manusia, yaitu :
1. Kebutuhan Primer, yaitu nafkah-nafkah pokok bagi manusia yang diperkirakan dapat mewujudkan lima tujuan syariat (memelihara jiwa, akal, agama, keturunan, dan kehormatan). Tanpa kebutuhan primer, hidup manusia tidak akan berlangsung. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan makan, minum, tempat tinggal, kesehatan, rasa aman, pengetahuan, dan pernikahan.
2. Kebutuhan Sekunder, yaitu kebutuhan manuia untuk memudahkan kehidupan, jauh dari kesulitan. Kebutuhan ini tidak perlu dipenuhi sebelum kebutuan primer terpenuhi.. Kebutuhan inipun masih berhubungan dengan lima tujuan syariat.
3. Kebutuhan Tersier , yaitu kebutuhan yang dapat menciptakan kebaikan dan kesejahteraan dalam kehidupan manusia. Pemenuhan kebutuhan ini bergantung pada kebutuhan primer dan sekunder dan semuanya berkaitan dengan tujuan syariat.

Untuk dapat mewujudkan lima tujuan syariat, setiap muslim harus memperhatikan ketiga jenis kebutuhan diatas dengan jalan mengutamakan kebutuhan yang lebih penting (primer). Disisi lain, mengeluarkan harta untuk hal-hal yang dapat menimbulkan kebinasaan dan kehancuran, seperti membeli candu, sabu-sabu, rokok, khamr, film yang merusak, dan lain-lainnya merupakan hal yang penting.

Ust. Hasal Al-Banna memberikan komentar khusus tentang masalah ini, beliau berkata : “Pemerintah harus memberi pengarahan kepada rakyat untuk tidak banyak menuruti kebutuhan hidup yang bersikap pelengkap. Mereka dianjurkan agar memprioritaskan pada pemenuhan kebutuhan hidup yang bersifat dharuri (pokok dan mendesak).
Dalam hal ini, para pemimpin dapat menjadi teladan bagi anggota masyarakatnya. Dengan demikian, pemerintah harus segera melarang semua pesta gila-gilaan dan fenomena pemborosan harta benda. Tampilnya para pemimpin dnegan sederhana, bersahaja, dan berwibawa di gdung-gedung, istana, dan acara resmi adalah sesuatu yang diajarkan oleh Islam yang hanif. Semua itu membutuhkan persiapan.”8

Bagian ketiga
Mengutamakan Produk Umat Islam

Dalam sejarah peradaban manusia, Islam pernah mengalami kejayaan sampai berabad-abad. Seluruh kendali kehidupan mulai dari politik, sosial, budaya dan ekonomi dikuasai oleh umat Islam. Kejayaan umat Islam pada masa kekhilafahan memberikan andil yang besar dalam masalah produksi. Dibawah kepemimpinan Islam, ada kewajiban yang harus ditunaikan yaitu kewajiban untuk membelanjakan harta terhadap produk-produk umat Islam. Dengan adanya kewajiban untuk hanya membeli produk milik umat Islam, maka perputaran roda perekonomian dapat berjalan dengan baik.

Namun seiring dengan adanya konspirasi dari msusuh-musuh Islam, akhirnya sedikit-demi sdikit kepekaan umat terhadap kewajiban tersebut menjadi mulai luntur. Bahkan saat ini produk-produk umat Islam sudah tergeser oleh produk-produk dari non Islam. Terlebih lagi dengan adanya free trade (perdagangan bebas) yang memungkinkan bebasnya produk asing masuk ke sebuah negara mengakibatkan terdesaknya produk umat Islam. Ambil contoh di negara kita saja, betapa banyak produk-produk dari non Islam yang membanjiri pasar dan dikonsumsi oleh umat Islam. Mulai dari makanan Fast Food (KFC, Pizza Hutz, Mac Donald, Dunkin-Donat) sampai peralatan-peralatan rumah tangga.

Gaya hidup yang hedonis, westernisasi, borjuis, dan egois menyebabkan prilaku umat Islam menjadi sedikit berubah. Kalau dulu orang bangga dengan mengunalan produk dalam negeri yang notabene buatan umat Islam, namun trend saat ini adalah kebalikan dari itu semua. Mereka bangga kalau menggunakan produk dari luar (non muslim), karena dianggap dapat menunjukkan kelas adan status mereka di tengah-tengah masyarakat.

Sebenarnya kalau kita renungkan lebih dalam bahwa kita sudah terkena siasat licik dari msusuh-musuh Islam yaitu Ghazul Fikri. Salah satu dari ghozul Fikri adalah dengan melempar produk-produk milik kaum non Muslim ditengah-tengah aktifitas kaum muslimin. Dengan harapan produk mereka laku terjual dan akhirnya keuntungan dapat mereka raih. Untuk kemudian ia jadikan sebagai sarana menghancurkan umat Islam.

Seharusnya kita sadar bahwa kewajiban kita adalah membangun perekonomian umat yang saat ini sangat terpuruk, salah satu cara untuk dapat membangkitkan perekonomian umat adalah dengan membelanjakan produk milik Umat Islam. Jangan sampai harta kita jatuh kepada orang lain, terutama non muslm yang menjadi musuh bebuyutan kita di dunia ini.
Rasululah bersabda : “Sebaik-baik harta adalah yang dimiliki oleh orang-orang yang shalih.”

Ketika kita membelanjakan harta untuk membeli produk milik non muslim, maka harta tersebut berarti berada pada orang yang tidak shalih. Kalu sudah demikian maka pemanfaatanya pun sudah pasti juga tidak shalih dan tidak sesuai dengan syariat.
Umat Islam harus sadar dan bangkit untuk lebih konsentrasi mengurusi masalah perekonomian. Jangan sampai kita ulung pada masalah politik atau seni budaya namun rapuh dalam masalah ekonomi. Para pemimpin harus memberikan contoh yang baik dalam mengkonsumsi produk milik umat Islam. Umat di negeri ini masih sangat percaya dengan para pemimpinnya, jangan sebaliknya, para pemimpin justru mencontohkan pembelanjaan produk yang bukan milik umat Islam. Tidak apalah kita membeli produk milik Islam dengan harga sedikit lebih mahal tetapi perputaran uang tetap berada di tengah-tengah masyarakat Islam.

Memang ada pra syarat yang harus dipenuhi jika kita ingin membeli produk milik ita sendiri :
1. Produk tersebut benar-benar menjadi kebutuhan masyarakat
2. Produk tersebut mempunyai kualitas yang baik, tidak kalah dengan produk milik non Muslim
3. Harga yang tidak terlalu tinggi
4. Adanya disferfikasi produk
5. Kemudahan dalam memperoleh produk

Sedangkan keuntungan yang di dapat dari membeli produk milik umat Islam adalah :
1. Perputaran uang masih di sekitar umat Islam
2. Keuntungan dari hasil penjual produk dapat digunakan untuk keperluan dakwah dan sosial.
3. Memberikan kesempatan orang untuk tetap bekerja
4. Menghambat usaha dari musuh-musuh Islam untuk intervensi melalui produk tertentu
5. Ikut andil dalam usaha untuk menegakkan kembali khlifah dalam masalah ekonomi (Net Working)
6. Menciptakan kemandirian umat ditengah-tengah berkecamuknya pertarungan idiologi.

Bagian Keempat
Tidak Berbelanja kepada Orang Non Muslim.

Etika dalam membelanjakan harta menurut beberapa ulama yang terbaik adalah tidak kepada orang non muslim. Ada banyak sebab mengapa kita enggan untuk belanja kepada non muslim:
1. Halal tidaknya sebuah barang
Produk-produk yang dihasilkan oleh orang non muslim tidak diketahui secara pasti tingkat kehalalannya. Hal ini terjadi karena mereka tidak memahani tentang kaidah dalam ajaran Islam. Bahwa Islam menuntut kehalalan dalam setiap produk, apakah produk makanan, minuman, pakaian dll. Padahal Islam dengan sangat jelas dan tegas mengharamkan mengkonsumsi barang yang mengandung unsur haram didalamnya. Apakah haram zat, sifat, maupun bentuknya.

Terlebih lagi produk tersebut adalah produk makanan dan minuman. Apakah kita yakin bahwa ayam yang di hidangkan olah restoran atau warung makan milik non muslmi itu disembelih dengan cara islami ? Apakah kita yakin bahwa bumbu yang ada di dalam sebuh masakan tidak ada unsur barang haram/ Dan apakah kita yakin barang yang di jual di dapat dari hasil yang halal? Semua itu seharusnya menjadi fikiran kita setiap kali akan membeli barang kepada non muslim.

2. Mematikan produk dan usaha milik umat Islam
Ketika seseorang membelanjakan hartaya kepada orang non muslim berarti ia dengan sendirinya telah mematikan usaha umat islam. Produk milik uamat Islam sendiri tidak laku yang pada kahirnya keterpuukan melanda umat islam sendiri.

3. Menyuburkan dan mendukung usaha non muslim
Umat islam di Indonesia adalah mayoritas, mereka semua membutuhkan barang untuk dikonsumsinya. Ketika seorang muslim berbelanja kepada non muslim, ia dengan sengaja telah mendukung dan menyuburkan usaha tersebut. Seharusnya kita mempunyai kepekaan dan keloyalan dalam membelanjakan harta kita kepada pihak lain. Belanja kepada non muslim berarti mendukung usaha mereka hai ini berarti kita juga ikut mendukung program mereka untuk menjadikan umat Islam marjnal di tengah-tengah kehiduapannya.

4. Ikut menghancurkan sendi-sendi perekonomian Umat Islam
Perekonomian umat Islam dibangaun atas dasar aqidah, akhlaq dan ibadah. Segala ihwal yang menyangkut kegiatan ekonomi dalam Islam mendapat tempat yag signifikan. Perekonomian umat Islam akan tumbuh atau hancur disebabkan oleh umat itu sendiri, terlebih lagi di negara kita umat islam adalah mayoritas. Ketika kesadaran untuk bermuamalah dengan sesama umat Islam telah terajut dengan baik maka perekonomian umat islam akan berkembang tetapi jika muamalah justru dilakukan dengan pihak non muslim maka yang akan terjadi adalah hancurnya sendi-sendi perekonomian uamt islam.

5. Menghambat tercapainya kemandirian Ekonomi dikalangan umat Islam
Firman Allah, : “Janganlah kamu berikan kepada orang-orang bodoh harta hartamu yang telah dijadikan Allah sebagai tiang kehidupan.” (QS. An-Nisa’ : 5).

Maraji’
1. Dr. Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Alih bahasa Zainal Arifin, Lc. Dan Dra. Dahlia Husin, Gema Insani Press, Jakarta, 1995.
2. Dr. Husein syahatah, Ekonomi Rumah Tangga Muslim, Alih bahasa oleh H. Dudung R.H dan Ust. Idhoh Anas, Gema Insani Press, Jakarta, 1998.
3. Hasan Al-Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin 1, Alih bahasa oleh Anis Matta, Lc, Rafi’ Munawar, Lc, Wahid Ahmadi, Intermedia, Solo, 1997.


BEKERJA DAN BERPENGHASILAN

TUJUAN INSTRUKSIONAL
Setelah mendapatkan materi ini, maka kader akan :
1. Menyadari kewajiban bekerja dan berpenghasilan dengan memilih pekerjaan yang sesuai dengan kecenderungan dan spesialisasi
2. Melaksanakan pekerjaan dengan penuh semangat
3. Menjadi teladan yang baik dalam bekerja dengan menerapkan disiplin dan profesionalisme


TITIK TEKAN MATERI
Pokok-pokok pikiran dan titik tekan materi yang harus disampaikan adalah :
a. Tumbuhnya kesadaran peserta akan pentingya bekerja yang meghasilkan uang agar tidak keliru dalam memahami makna tawakal serta tidak patalis.
b. Mengutamakan pekerjaan yang tidak mengikat dan sebisa mungkin tidak berambisi menjadi pegawai negeri
c. Pentingnya amanah serta profesionalitas dalam bekerja sehingga memberikan dampak positif bagi da’wah dan orang-orang yang terlibat dalam da’wah.

POKOK-POKOK MATERI
1. Dalil dalil tentang kewajiban bekerja dan berusaha
2. Mendahulukan pekerjaan yang tidak terikat
3. Tidak berambisi menjadi pegawai negeri
4. Menjaga amanah, disiplin serta profesionalitras dalam bekerja

Penjabaran dari pokok-pokok materi

Bagian pertama :
Perintah Kewajiban Bekerja

A. Dalil–dalil tentang kewajiban bekerja dan berusaha
Perintah bekerja telah Allah wajibkan semenjak nabi yang pertama, Adam Alaihi Salam sampai nabi yang terakhir, Muhammmad SAW . Perintah ini tetap berlaku kepada semua orang tanpa membeda-bedakan pangkat, status dan jabatan seseorang. Berikut ini akan di nukilkan beberapa dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah tentang kewajiban bekerja.

A. Dalil dari Al-Qur’an
• “Kami telah membuat waktu siang untuk mengusahakan kehidupan (bekerja).” (QS. Naba’ : 11)
• “Kami telah menjadikan untukmu semua didalam bumi itu sebagai lapangan mengusahakan kehidupan (bekerja) ; Tetapi sedikit sekali diantaramu yang bersyukur.” (QS. A’raf : 10)
• “Apabila telah ditunaikan sholat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung.” (QS. Al-Jum’ah : 10)
• “Dialah yang menjadikan bumi ini mudah bagimu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rizki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. Al-Mulk : 15)
• “ … dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah (bekerja); dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah….” (QS. Al-Muzzammil : 20)

Islam akan membukakan pintu kerja bagi setiap muslim agar ia dapat memilih pekerjaan yang sesuai dengan minatnya dan kemampuannnya. Namun demikian masih banyak orang yang enggan untuk bekerja dan berusaha dengan alasan bertawakal kepada Allah SWT serta menunggu-nunggu rizki dari langit. Mereka telah salah memahami ajaran Islam. Pasrah pada Allah tidak berarti meninggalkan amal berupa bekerja. Seperti yang pernah rasul katakan : Semaikanlah benih, kemudian mohonkanlah buah dari Rabbmu.”

Allah memang telah berjanji akan memberikan rizki kepada semua makhluq-Nya. Akan tetapi janji ini tidak dengan “cek kosong”, seseorang akan mendapatkan rizki kalau ia mau berusaha, berjalan dan bertebaran di penjuru-penjuru bumi. Karena Allah menciptakan bumi dan seisinya untuk kemakmuran manusia. Siapa yang mau berusaha dan bekerja ialah yang akan mendapat rizki dan rahmat dari Allah.

B. Dalil dari Al-Hadits
Rasulullah bersabda, :
• “Pekerjaan terbaik adalah usahanya seseorang dengan tangannya sendiri dan semua jual-beli itu baik.” (HR. Ahmad, Baihaqi dll)
• “sebaik-baik pekerjaan ialah usahanya seseorang pekerja apabila ia berbuat sebaik-baiknya (propesional).” (HR. Ahmad)
• “Sesungguhnya apabila seseorang diantara kamu semua itu mengambil tambangnya kemudian mencari kayu bakar dan diletakkan diatas punggungnya, hal itu adalah lebih baik dari pada ia mendatangi seseorang yang telah dikarunai oleh Allah dari keutamaan-Nya, kemudian meminta-minta dari kawannya, adakalanya diberi dan ada kalanya ditolak.” (HR. Bukhari dan Muslim).
• “…kalau ada seeorang keluar dari rumahnya untuk bekerja guna membiaya anaknya yang masih kecil, maka ia telah berusaha Fisabilillah. Jikalau ia bekerja untuk dirirnya sendiri agar tidak sampai meminta-minta pada orang lain, itupun Fisabilillah. Tetapi apabila ia bekerja untuk pamer atau untuk bermegah-megahan, maka itulah Fisabili Syaithan atau karena mengikuti jalan Syaithan.” (HR. Thabrani)
• “sesungguhnya Allah itu telah menjadikan rizkiku terletak dibawah tombakku.” (HR. Ahmad)
• “Burung berangkat pagi hari dengan perut kosong dan kembali sore hari dengan perut penuh makanan.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
• “Keadaan yang paling aku senangi setelah berjihad di jalan Allah adalah maut datang menjemputku ketika aku sedang mencari karunia Allah (bekerja).” (HR. Sa’id bin Manshur dalam sunannya)
• “Tidak seorang Rasul pun diutus Allah kecuali ia bekerja sebagai penggembala domba. Para sahabat bertanya, “bagaimana dengan dirimu, wahai Rasulullah ? Beliau menjawab, “Ya, saya dulu menggembala domba di lapangan untuk penduduk Makkah.” (HR. Bukgarai).

Dengan teramat jelas dan gamblang betapa Allah dan Rasul-Nya memerintahkan seseorang untuk bekerja. Bekerja adalah sebuah ibadah yang disejajarkan dengan amalan fisabilillah, bekerja bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarga tapi ia sebagai manisfesto penghambaan dan ketaatan seseorang kepada Allah dan Rasul-Nya.

Rasulullah sebagai seorang tauladan selalu memberikan motivasi kepada semua sahabatnya untuk selalu giat dan tekun dalam bekerja, simak saja penuturan beliau berikut ini :
“Pedagang yang lurus dan jujur kelak akan tinggal bersama para nabi, siddiqin, dan syuhada’,” (HR. Tirmidzi dan Al Hakim). Nasihat ini beliau peruntukkan untuk sahabatnya yang mempunyai pekerjaan sebagai pedagang (wirausahawan). Sedangkan untuk mereka yang bekerja sebagai petani dan tukang kebun, beliau bersabda :
“Setiap muslim yang menanam satu tanaman atau menyemai satu semaian lalu (buahnya) dimakan oleh manusia atau binatang, maka ia itu dianggap telah bersedekah.” (HR. Bukhari0

C. Bekerja adalah Ibadah dan Jihad
Bekerja adalah bagian dari ibadah dan jihad jika sang pekerja bersikap konsisten terhadap peraturan Allah, suci niatnya, dan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan diri, keluarga bahkan masyarakat dan negara. Dengan bekerja , masyarakat dapat melakukan tugas kekhalifahan, menjaga diri dari maksiat, dan meraih tujuan yang lebih besar.
• “…kalau ada seeorang keluar dari rumahnya untuk bekerja guna membiayai anaknya yang masih kecil, maka ia telah berusaha Fisabilillah. Jikalau ia bekerja untuk dirirnya sendiri agar tidak sampai meminta-minta pada orang lain, itupun Fisabilillah. Tetapi apabila ia bekerja untuk pamer atau untuk bermegah-megahan, maka itulah Fisabili Syaithan atau karena mengikutu jalan Syaithan.” (HR. Thabrani)

D. Tujuan diwajibkannya bekerja
Menurut Yusuf Qardhawi, tujuan disyariatkanya bekerja adalah :

1. Untuk mencukupi kebutuhan hidup
Berdasarkan syariat, seorang muslim diminta bekerja untuk mencapai beberapa tujuan. Yang pertama adalah untuk memenuhi kebutuhan pribadi dengan harta yang halal, mencegahnya dari kehinaan meminta-minta, dan menjaga tangannya agar tetap berada di atas. Dampak diwajibkannya bekerja bagi individu oleh Islam adalah dilarangnya meminta-minta, mengemis, dan mengharapkan belas kasih orang. Mengemis tidak dibenarkan kecuali dalam tiga kasus :
a. Menderita kemiskinan yang melilit
b. Memiliki utang yang menjerat
c. Diyah murhiqah (menanggung beban melebihi kemampuan untuk menebus pembunuhan)

2. Untuk kemaslahatan Keluarga
Bekerja diwajibkan demi terwujudnya keluarga yang sejahtera. Tanggung jawab seorang suami sebagai kepala keluarga adalah memberikan nafkah yang halal dan thayib bagi istri dan anak-anaknya. Kendatipun tugas utama mencari nafkah adalah suami, namun tidak salahnya istri untuk membantu suami jika memang keadaan atau gaji suami dirasa belum cukup untuk memenuhi kebutuhan sebuah rumah tangga. Dalam hadits di atas digambarkan bahwa seorang yang mencari nafkah untuk anaknya yang kecil itu sama dengan fisabilillah.

3. Untuk kemaslahatan Masyarakat
Walaupun seseorang tidak membutuhkan pekerjaan karena diri dan keluargannya telah terpenuhui, ia tetap wajib bekerja untuk masyarakat sekitarnya. Karena masyarakat tidak sedikit telah memberikan sumbangan kepadanya, maka seyogyanya masyarakat memgambil darinya sebanyak apa yang diberikan kepadanya.

Suatu ketika ada seorang tua renta bernama Abu Darda sedang menanam pohon kenari. Saat itulah lewat seseorang dan bertanya kepadanya, “Untuk apa kamu mnananm pohon itu ? Kamu sudah tua, sedangkan pohon itu tidak akan berbuah kecuali sesudah sekian tahun/” Abu darda menjawab, ”alangkah senangnya hatiku bila mendapatkan pahala darinya, karena orang lain yang akan makan hasilnya”. Inilah pemahaman seorang muslim tentang kehidupannya. Orang dari masa sebelumnya menananm benih lalu mereka memanfaatkannya, kemudian ia menanam agar generasi sesudahnya juga dapat memetik hasilnya.

4. Hidup untuk kehidupan dan untuk semua yang hidup
Lebih dari itu, seorang muslim tidak hanya bekerja demi mencapai manfaat komunitas manusia, tetapi ia wajib bekerja untuk kemanfaatan seluruh makhluq hidup, termasuk hewan. Nabi bersabda, “Pada setiap yang punya hati suatu pahala diperbuatnya atau dalam hadits yang lain Nabi bersabda, “Siapakah dari kaum muslimin yang menanam tananam atau tumbuhan lalu dimakan oleh burung, manusia atau hewan, kecuali baginya sedekah,”.

5. Bekerja untuk Memakmurkan Bumi
Bekerja didalam Islam sangat diharapkan untuk memakmurkan bumi. Sedangkan memakmurkan bumi adalah bagian dari maqasidus syari’ah yang ditanam oleh Islam, disinggung oleh Al-Qur’an, serta diperhatikan oleh para ulama. Menurut Imam Arraghib Al Asfahani, manusia diciptakan untuk tiga kepentingan :
a. Memakmurkan bumi, sebagaimana tertera di dalam Al-Qur’an :”Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya.” (QS. Hud : 61)
b. Menyembah Allah : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat : 56)
c. Kalifah Allah : “Dan menjadikan kamu Khalifah di muka bumi, maka Allah akan melihat perbuatanmu.” (QS. Al-A’raf : 129)

6. Bekerja untuk Kerja
Menurut Islam, pada hakekatnya setiap muslim diminta untuk bekerja meskipun hasil pekerjaanya belum dapat dimanfaatkan olehnya, oleh keluarganya, atau oleh masyarakatnya, juga meskipun tidak satupun dari makhluk Allah, termasuk hewan, dapat memanfaatkannya. Ia tetap wajib bekerja karena bekerja merupakan hak Allah dan salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah. Fondasi yang kokoh ini kita temukan pada hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Anas ; “Apabila hari kiamat telah datang dan pada tangan seseorang di antara kamu ada biji untuk ditanam, maka jika ia bisa menanam, tanamlah sebelum kiamat.”.
Bekerja diminta dan dibutuhkan, walaupun hasil kerja itu tidak bisa dimanfaatkan oleh seorang pun. Ia adalah lambang pemberian seorang muslim bagi kehidupan ini walaupun ajal sudah di ambang pintu. Tidak kita temukan dalam ajaran agama mana pun sanjungan terhadap pekerjaan yang lebih tinggi daripada agama kita.

E. Bekerja Sesuai dengan Batas Kemampuan
Tidak jarang ada seseorang yang bekerja mencari nafkah untuk diri dan keluarganya secara berlebihan karena mengira bahwa itu sesuai dengan perintah agama, padahal kebiasaan seperti itu berakibat buruk pada kehidupan rumah tangga. Mereka telah menghalangi istri dari hak-haknya dan melalaikan pendidikan anak-anaknya dari pola pendidikan Islam.

Sungguh, Allah telah menegaskan bahwa bekerja itu hendaknya sesuai dngan batas-batas kemampuan manusia, sebagaimana firman Allah :
“Allah tidak membebani seseorang melaikan dengan kesanggupannya. Dia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakan dan dia mendapat siksa (dari kejahatan) yang di kerjakan…”(QS. Al-Baqarah : 286).
Ayat ini menerangkan bahwa Allah tidak membebankan pekerjaan kepada para hambanya kecuali yang sesuai deng batas kemampuannya dan tuntutan kebutuhannya. Rasululah SAW juga bersabda menyangkut maslaah ini :
“Janganlah kamu bebani mereka dengan apa-apa yang mereka tidak sanggup memikulnya. Dan apabila kamu membebani mereka, maka bantulah mereka.” (HR. Ibnu Majah)

F. Melatih Anak Bekerja
Islam memperhatikan masalah petumbuhan anak dengan anjuran agar anak-anak dilatih bekerja pada usia dini. Islam melarang memanjakan anak seperti yang terjadi di negara-negara yang moralnya rusak. Allah berfirman :
“… kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta, maka berikanlah harta-harta mereka kepadanya…”. (QS. An-Nisaa’ : 6). Ayat ini mengajarkan bahwa kita wajib menyerahkan harta anak yatim ketika mereka sudah pandai memelihara harta, sehingga mereka dapat bekerja sendiri.
Rasulullah SAW bersabda, : “Ajarilah anak-anakmu melempar dan naik kuda, tetapi melempar itu lebih aku sukai daripada naik kuda.” (HR. Nasa’I dan Tirmidzi). Hal senada juga Umar katakan kepada para sahabatnya, ”Ajarilah mereka melempar dan berenang, dan latihlah mereka melompat di atas kuda.”.

Tidak diragukan lagi bahwa diberinya kesempatan kepada anak-anak untuk bekerja pada usia dini akan memberikan beberapa keistimewaan kepada anak tersebut, diantaranya anak akan terlatih untuk bekerja dan membantu orang tuannya. Hal itu diangap sebagai pelatihan dini bagi mereka untuk dapat melakukan pekerjaan sehingga menambah pengalaman dan dapat membantu membangun masyarakat islami.

Bagian Kedua :
Mendahulukan Pekerjaan yang tidak Terikat

Sebagai seorang Da’i, tugas utama kita adalah menda’wahkan risalah Islam kepada orang lain. Tugas suci ini menuntut kita untuk selalu Standby melayani umat, memperhatikan kebutuhan dan memecahkan masalah yang dihadapinya. Sehingga waktu kita akan kita sediakan setiap saat untuk melayani ummat. Ketika kita sudah menjadi public figure di masyarakat, maka sangat sulit bagi kita untuk tidak selalu berada di tengah-tengah mereka. Sehingga kalau waktu kita habis berada di lingkungan kantor yang selalu menjalankan rutinitas keseharian dan pekerjaan kita sangat terikat, maka kita akan jauh dengan masyarkat. Pagi hari kita berangkat dan sore hari kita baru pulang.

Banyak kasus yang terjadi pada saudara-saudara kita yang mempunyai pekerjaan terikat. Kalau dahulu mereka sangat mudah mengatur waktu untuk da’wah dan untuk mencari ilmu atau pergi ke masjid mendengarkan ta’lim, namun setelah pekerjaan menumpuk dan ia harus dibebani target dari perusahaan maka ia mulai mengalami kefuturan. Aktifitas da’wahnya mulai loyo, ibadahnya mulai tak bermakna dan pada akhirnya ia mulai jauh dengan masyarakat.

Salah satu usaha untuk tetap menjaga keimanan adalah kita harus tetap berkumpul bersama-orang-orang yang sholeh, bagaimana mungkin kita berkumpul dengan mereka kalau pekerjaan kita sangat mengikat. Sehingga seorang da’i harus dapat memilih pekerjaan mana yang tidak menghambat da’wah dan keberadaanya di masyarakat dan lingkungan sahabatnya yang seiman tidak asing.

Tidak berambisi menjadi pegawai negeri
Imam Syahid Hasan Al-Banna pernah mengatakan bahwa diantara kewajiban seorang Al-Akh adalah : “Janganlah engkau terlalu berharap untuk menjadi pegawai negeri, dan jadikanlah ia sesempit-sempitnya pintu rezeki .Namun jangan engkau tolak, jika diberi peluang untuk itu. Janganlah engkau melepaskannya, kecuali jika ia benar-benar bertentangan dengan tuga-tugas da’wahmu.”

Ketika seorang muslim ingin memulai usaha yang baru hendaknya ia tidak memilih pegawai negeri menjadi skala prioritas yang pertama. Namun bila ada kesempatan kita juga tidak menolaknya, asalkan pekerjaan tersebut sesuai dengan hukum sara’ dan tidak menghambat da’wah. Bekerja bagi kita tidak hanya melulu mencari uang atau untuk menunjukkan status sosial di masyarakat, tetapi ada bagian da’wah di dalamnya. Kalau kita menjadi pegawai negeri tapi da’wah terhambat, maka seyogyanya kita meninggalkannya dengan mencari usaha lain yang lebih baik dan tidak menghambat da’wah.

Rasulullah SAW telah mengajarkan kepada kita tentang pekerjaan yang sangat mulia dan menghasilkan banyak uang yaitu dagang. Dengan berdagang seseorang diuji kejujurannya, kesabarannya mencari pembeli dan ketekunannya menjalankan roda perdagangan. Bukankah rizki itu 90 % di dapat dari hasil niaga dan sisanya dari yang lainnya.

Sejarah telah membuktikan bahwa semenjak zaman Nabi sampai saat ini, pekerjaan yang menjajikan adalah pekerjaan niaga. Lihat saja Saudagar kaya raya dari kota Makkah seperti Khodijah binti Khowailid, Utsman bin Afwan, Abdur-Rahman bin Auf dan sahabat-sahabat yang lain. Mereka semua sukses dalam bekerja karena menggeluti perdagangan. Yang menarik adalah walaupun mereka tergolong sukses berbisnis mereka tetap tidak melupakan da’wah. Harta yang mereka dapatkan tidak sertamerta digunakan hanya untuk anak, istri dan keluarganya saja, tetapi harta tersebut dikembalikan lagi kepada kepentingan da’wah. Sungguh sebuah contoh yang sangat baik bagi kita semua.

Menjaga Amanah, Disiplin serta Profesional dalam Bekerja
Seorang yang dapat menjaga amanah, disiplin dan profesional dalam bekerja akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap da’wah. Karena da’wah tidak akan tegak kalau para penyerunya tidak mempunyai sifat amanah, disiplin dan profesional. Untuk itulah As-Syahid Hasan Al-Banna mengungkapkan hal ini dalam kewajiban Al-Akh pada no. 17 dan 18.

1. Menjaga Amanah
Allah telah mewajibkan amanah dalam Al-Quran : “Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanatnya (yang dipikul dan janjinya)” (QS. Al-Mukmin : 8). Menjaga dan menepati amanah adalah kewajiban syariat. Terlebih lagi amanah yang diberikan adalah yang berhubungan dengan pekerjaan. Yang dimaksud dengan amanah adalah mengembalikan hak apa saja kepada pemiliknya, tidak mengambil sesuatu melebihi haknya dan tidak megurangi hak orang lain, baik berupa harga maupun upah. “sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya….” (QS. An-Nisaa’ : 58).
Orang yang tidak amanah dalam bekerja menurut Rasul tergolong kedalam orang yang munafik (dalam Hadits shahihain)

b) Profesionalisme dalam Kerja
Allah berfirman, “tiap-tiap orang berbuat menurut keadaanya (keahliannya) masing-masing. Maka Tuhanmu lebih mngetahui siapa yang lebih benar (profesional) jalannya.”(QS. Al-Isra’ : 84).
Sejarah Islam telah membuktikan bahwa sahabat-sahabat Rasululah berhasil dalam berdakwah tidak lepas pula dari keberhasilannya dalam bekerja. 9 dari 10 dari generasi pertama adalah para saudagar kaya. Profesionalitas yang ditunjukan oleh para saudagar Islam telah menjadi bukti bahwa dengan profesional kita akan sukses menggapai cita-cita yang kita inginkan.

c). Disiplin
Disipln adalah kata kunci ketiga dalam keberhasilan sebuah kerja. Tanpa kedisiplinan tidak mungkin sebuah pekerjaan akan seleai dengan baik justru jika tidak disiplin maka amanah yang kita jalankan akan berhenti di tengah jalan. Kasus yang nyata adalah kurang disiplinnya sahabat saat perang Uhud, sehingga kekalahan justru melanda kaum muslimin. Padahal selama ini pasukan muslimin selelau menang dalam setiap pertempuran. Disiplin akan membuat hidup seseorang bermakna dan berguna.